NovelToon NovelToon
Dikira Santri Ternyata Putra Sang Kyai

Dikira Santri Ternyata Putra Sang Kyai

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda
Popularitas:175.8k
Nilai: 4.9
Nama Author: Merpati_Manis

Medina panik ketika tiba-tiba dia dipanggil oleh pengurus pondok agar segera ke ndalem sang kyai karena keluarganya datang ke pesantren. Dia yang pernah mengatakan pada sang mama jika di pesantren sudah menemukan calon suami seperti kriteria yang ditentukan oleh papanya, kalang kabut sendiri karena kebohongan yang telanjur Medina buat.

Akankah Medina berkata jujur dan mengatakan yang sebenarnya pada orang tua, jika dia belum menemukan orang yang tepat?
Ataukah, Medina akan melakukan berbagai cara untuk melanjutkan kebohongan dengan memanfaatkan seorang pemuda yang diam-diam telah mencuri perhatiannya?

🌹🌹🌹

Ikuti terus kisah Medina, yah ...
Terima kasih buat kalian yang masih setia menantikan karyaku.
Jangan lupa subscribe dan tinggalkan jejak dengan memberi like dan komen terbaik 🥰🙏

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dua

"Eh, Pa. Papa sudah kenal dengan dia?" tanya Medina, sengaja mengalihkan perhatian sang papa.

Benar saja, Papa Mirza pun melupakan pertanyaannya. Laki-laki paruh baya itu mengangguk lalu tersenyum hangat menyapa Hamam. Sementara pemuda yang masih berdiri di samping Medina itu, membalas dengan senyuman ramahnya yang jarang sekali dia tampilkan.

Ya, putra bungsu Kyai Umar itu memang jarang sekali tersenyum. Jika kali ini Hamam tersenyum, itu karena ada tamu sang abah yang harus dia hormati. Dan sepertinya, Medina beruntung karena dapat melihat senyuman Hamam yang menawan.

Pembawaan pemuda itu juga begitu tenang, sama sekali tak terlihat grogi meski di sampingnya ada seorang gadis cantik. Hamam memang terkenal dingin pada wanita, terutama pada santri putri. Karena itulah, tidak ada satu pun dari santri sang abah yang berani mendekati. Baru kali ini dan dia adalah santri baru, yang tahu-tahu menyeret Hamam, dan mengakui pemuda itu sebagai kekasih.

"Memangnya, dia ini siapa, Pa? Kenapa Papa memanggilnya gus?"

"Makanya, kalau diajak silaturrahim ke tempat saudara itu jangan ngeles melulu seperti bajai, Dik," sahut salah seorang abang Medina yang ikut menyambangi gadis itu ke pesantren.

"Siapa yang ngeles, sih, Bang? Dina enggak ikut 'kan emang karena ada keperluan sama temen-temen."

"Sama temen 'kan udah biasa, Dik. Sementara silaturahim ke rumah saudara jauh 'kan jarang-jarang. Abang ingetin, ya, Dik, silaturahim itu sangat penting, dan dianjurkan karena dapat merekatkan ...."

"Bersosialisasi dengan temen-temen juga penting, Bang, dan dianjurkan pula," sahut Medina, sebelum sang abang menyelesaikan perkataannya.

Ya, Medina memang jarang mau ikut jika diajak berkunjung ke kediaman Kyai Umar yang merupakan kerabat jauhnya. Kalau pun gadis cantik itu bersedia, Medina pasti sibuk dengan dunianya sendiri, ngobrol bersama teman-teman di dunia maya. Hingga gadis itu kurang mengenal satu per satu anggota keluarga kyai, tempat Medina nyantri sekarang ini.

"Tapi silaturrahim ke tempat saudara lebih penting, Dik, dari pada pacaran yang berkedok sosialisasimu itu!"

"Ish! bukan pacaran, Abang! Beneran sosialisasi, kok."

"Masak?"

"Sudah Bang Aksa. Kalian berdua ini, kalau bertemu pasti berdebat. Tidak ada yang mau mengalah."

Sang papa segera menengahi karena jika tidak, perdebatan tidak penting antara abang dan adik yang usianya hanya terpaut dua tahun itu, akan terus berlanjut. Masing-masing tidak ada yang mau mengalah. Sang abang akan terus menanggapi setiap perkataan sang adik, hingga Medina kesal dibuatnya.

"Kami 'kan cuma becanda, Pap. Iya, enggak, Dik?" Aksa menatap sang adik bungsu seraya memainkan kedua alisnya dan jangan lupakan senyum tengilnya yang mengisyaratkan jika perdebatan mereka berdua, belum usai hanya sampai disitu saja.

"Tahu, tuh, Papa. Gitu aja dianggap serius," timpal Medina seraya melirik tajam pada sang abang. Lalu, Medina buru-buru menatap sang papa dengan senyum innocent yang mampu membuat papa tampan itu ikut tersenyum kemudian.

"Bercandanya enggak lucu, Nak. Kalian ini sudah besar, sudah menuju dewasa. Malu, ah, sama Pakdhe dan Budhe Nyai. Malu juga 'kan sama Gus Hamam." Dengan suaranya yang lembut, sang mama menasehati

"Tidak apa-apa, Dik Lila. Namanya juga anak remaja." Bu nyai yang masih terlihat cantik meski sudah memiliki beberapa cucu itu, ikut membuka suara.

"Mari, Nak Dina, silakan duduk." Nyai Aida lalu mempersilakan Medina untuk ikut duduk bersama di sofa.

"Ayo, Gus, ajak adiknya masuk, dan duduk di sini!."

Mendengar perintah Nyai Aida pada Hamam, Medina lalu menatap pemuda itu. "Jadi beneran, Kang Hamam ini putranya Pakdhe Yai? Kenapa enggak bilang-bilang, sih?"

"Kamunya 'kan enggak nanya, Dik," jawab Hamam dengan begitu santai.

"Tapi, kenapa Kang Hamam sering berada di kamar pengurus pondok putra?"

Hamam memang lebih suka tidur di pesantren bersama para santri putra jika sedang liburan, dari pada tidur di kediaman orang tuanya. Dari dulu, pemuda itu juga selalu menghindar jika ada teman-teman abahnya yang ingin mengenal putra-putri Kyai Umar. Dia lebih suka membaur dengan para santri dan lebih senang jika dikenal sebagai santri ketimbang gus.

"Wah ... jadi, adikku ini ternyata sudah lama, ya, ngepoin dan ngincer gebetannya."

"Eh, enggak gitu juga, Bang!" elak Medina. "Siapa juga yang ngepoin dan ngincer dia!"

"Beneran enggak mau, nih, sama Kak Hamam yang tampan rupawan?" Aksa masih saja meledek adiknya. "Tapi tadi kamu bilang, kalau kalian ...."

"Dina khilaf, Bang!" potong gadis itu dengan cepat.

Terdengar deheman dari Kyai Umar yang kemudian menghentikan perdebatan kecil kakak dan adik perempuannya itu.

"Maaf, Pakdhe Yai. Dina enggak bermaksud ...."

"Tidak apa-apa, Nak Dina. Ayo, kalian masuklah! Tapi, lepaskan dulu tangan Gus Hamam." Kyai Umar tersenyum seraya geleng-geleng kepala.

Dina yang baru menyadari jika dia masih memegang lengan Hamam, buru-buru melepaskan jerat tangannya dari sana. "Jangan kegeeran, ya, Kang! Dina tadi reflek aja gandeng lengan Kang Hamam!"

Pemuda itu hanya menanggapi dengan mengedikkan bahunya, seolah apa yang dilakukan Medina terhadap dirinya barusan, tak berarti apa-apa. Hal itu justru membuat Medina bertanya-tanya karena selama ini, belum ada seorang pemuda pun yang begitu cuek terhadap dirinya. Dan Hamam adalah pemuda pertama yang nyuekin si cantik Medina.

'Hi ... tampan-tampan, tapi ternyata belok!' Medina bergidik ngeri sendiri, setelah mengambil kesimpulan jika Hamam bukanlah laki-laki tulen.

Gadis cantik itu lalu mendudukkan diri di samping sang mama, setelah menyalami kedua orang tuanya. Hamam pun ikut menyalami Papa Mirza dan sang istri. Pemuda itu kemudian duduk di samping Aksa. Cara duduk Hamam yang kebetulan nempel pada Aksa, semakin menguatkan dugaan Medina jika putra bungsu Kyai Umar itu memang menyimpang.

"Bang Aksa! Ssst!" Medina berbisik, memanggil sang abang. Akan tetapi, bisikan Medina di ruangan yang tak terlalu luas tersebut berhasil mengundang perhatian orang-orang meski hanya sebentar karena selanjutnya para orang tua itu kembali melanjutkan obrolan.

"Ada apa?" tanya Aksa, tanpa bersuara. Hanya bibirnya saja yang bergerak-gerak dan dapat terbaca oleh Medina yang memang menatap abangnya itu.

"Jangan deket-deket sama Kang Hamam!"

"Memangnya kenapa, Dik?" Aksa lalu menoleh ke arah Hamam. Sementara pemuda yang dilihat, nampak cuek saja, dan tidak memperhatikan kakak beradik tersebut.

"Kang Hamam sepertinya belok, deh, Bang."

"Maksud kamu?"

"Pokoknya Bang Aksa jangan dekat-dekat sama dia!"

"Dina."

"Gus Hamam."

Panggilan Papa Mirza yang berbarengan dengan Kyai Umar, berhasil mengalihkan perhatian Medina. Begitu pula dengan Hamam yang kemudian menatap sang abah.

"Iya, Pap."

"Nggih, Abah."

Keduanya pun menjawab panggilan orang tua masing-masing, serempak.

"Nak, Dina. Seperti yang kamu katakan tadi jika kamu dan Gus Hamam sudah saling cocok dan berencana untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, maka papa dan Pakdhe Yai selaku orang tua sepakat untuk memberikan restu pada kalian berdua."

"Restu? Maksud Papa?"

"Iya, restu. Kalian saling suka, kan?"

"Tidak, Pap!"

"Iya, Om," jawab Hamam dengan tegas yang berlawanan dengan jawaban Medina.

Hal itu membuat para orang tua menjadi bingung lalu menatap keduanya, menuntut jawab.

"Kang! Kita 'kan belum saling kenal? Bagaimana mungkin bisa suka? Lagian, kenapa Kang Hamam main jawab iya aja?" Medina pun melancarkan protesnya.

"Bukannya, Dik Dina tadi menyuruhku untuk diam dan mengiyakan saja, ya?"

"Memang iya, sih. Tapi, siapa juga yang mau sama pemuda belok seperti Kang Hamam?"

"Belok? Belok bagaimana maksud Nak Dina?" tanya Nyai Aida, tak mengerti.

Sementara kedua orang tua Medina, seketika menatap Kyai Umar, dan sang istri dengan tatapan tak enak hati. "Maafkan Dina, Kak Umar. Kak Aida. Dia itu anaknya memang ceplas-ceplos seperti itu."

Kyai Umar tersenyum. "InsyaAllah, Gus Hamam adalah laki-laki tulen, Nak Dina."

"Tapi, Pakdhe ...."

"Dik Dina butuh bukti valid mungkin, Pakdhe," sahut Aksa.

"Kalau begitu, nikahkan saja mereka berdua, Pap, Pakdhe. Agar adikku yang cantik itu bisa membuktikan sendiri, apakah Kak Hamam ini laki-laki tulen atau belok seperti yang dia pikirkan."

"Hah, apa? Nikah?"

bersambung ...

🌹🌹🌹

Kuucapkan terima kasih buat kalian semua yang sudah hadir di mari 🥰🙏

Jangan lupa kasih ulasan bintang lima, yah 👇 biar aku makin semangat 😍 mode malaknya, tetep 🤭

1
leo leo
kak crta pesona mantan istri yang tersakiti aq cek kx gk keluar2 padhl aq udh ngtik merpati_manis itu aja,gimn crnya kak.
Aprisya
belum lahiran kak, kok udah tamat aja,, btw makasih kak,, ditunggu karya2 baru lagi,, sukses selalu💖💖💖💖
Aprisya
tenang aja kang,, medina udah gak bakalan goyah hatinya,,
Yani Cuhayanih
Medina kena omongan nya sendiri..ngeledek santri eeh malah maksa ngenalin santri sebagai calon suami....istigfar toh
Greenindya
cepat banget udah end aja
secret
wahh udh end aja nih thor, ga sampe hamam junior lahir kahh? 😁
tp seneng bgt happy end dan banyak pelajaran yg bisa dipetik dri cerita ini, mksih bnyk ya thor buat ceritanya
semangat dan sukses selalu💗
Fitriana
🤣🤣🤣kena jebakannya sendiri... mampir thor...
Murni Zain
Lha udah mom 🥺🥲

maaf td bacanya terputus 🙏🏼 ada suatu hal . terimakasih ya mom sdh berbagi cerita,indah dn bagus 👍🏼 ada pembelajaran dr baca cerita ya' ❤️❤️❤️🤗🥰🙏🏼
Maryati Yati
makasih Mbak hind banyak pembelajaran yang bisa diterapkan untuk kehidupan sehari hari tetap semangat dan jaga kesehatan
Maryati Yati
gak usah cemburu kang
Febrianti Ningrum
lah kok udah END aja mbak??? belom jg hamam junior apa dina junior lahir weh..
Sonya Kapahang
Makasih banyak, Mba Hind.. Satu lg cerita keren dariMu.. Ringan tp banyak kebaikan yg bs diambil.. Yang pasti, bisa ngobatin rasa kangen sm pasangan AidaUmar.. Mudah²an ada karya lain yg keluar ya.. 🥰🥰🥰
Deswita
terimakasih karyanya Thor 🤗🥰
Deswita
terimakasih up nya Thor 🙏
Sonya Kapahang
Gantian.. Giliran Hamam yg cemburu..
🙈🙈🙈🙈🙈
Nurgusnawati Nunung
Yaaa udahan ya thor... makasih ya thor. sehat selalu, semangat untuk cerita yang lain
Zayyin Arini Riza
Lah... Belum lihat Dina lahiran kok udah tamat...
Tapi keren kok... ngikutin semua cerita dari kisah neneknya Dina sampai cerita Dina.. selalu bikin kangen...
Alistalita
Masya Alloh tabarokalloh happy End..
Banyak ilmu yang didapat, salah satunya ilmu pernikahan..
Keterbukaan dan kepercayaan, Kang Hamam dan Dina menerapkan ilmu itu saling memahami disetiap permasalahan yang ada, saking berbagi suka maupun duka.. Tidak pernah menuntit untuk menjadi yang sempurna Karena dalam rumah tangga bukan tentang siapa yang paling baik, melainkan bagaimana kita bersama-sama untuk menjadi lebih baik setiap hari..

Terimakasih telah menulis sampai tamat bun, barokalloh.. 🤗🥰
Nar Sih
yahh ..udah end deh 😭padahal blm puas bca medina hamam nya kakk ,tetep semagat buat kakak 💪
Daila Crosey
Lah kok END sih Thor... anaknya aja belum lahir tau-tau END 🥲 panjangin lagi dong Thor novelnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!