Notes : Bukan untuk bocil.
"Panggil aku Daddy, Gadis Manis."
Abercio Sanchez. Andai Lucy tak menikah kontrak dengan pria itu, mungkin ... putrinya Ciara tak akan terjebak dalam kegilaan Abercio yang berstatus ayah sambung dari anak tersebut.
Ciara A. Garnacho. Seorang gadis polos yang kekurangan kasih sayang dari sosok ayah kandungnya. Kelemahan tersebut malah dimanfaatkan oleh Abercio yang menjadi ayah sambung dari gadis tersebut.
Hal apakah yang Abercio lakukan sehingga Ciara menuruti semua kegilaan Abercio saat menjadi ayah sambungnya?
Yuk, subscribe novel ini dan baca kelanjutan kisah Abercio dan Ciara!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciara Si Gadis Polos
..."Terus, Mommy nyuruh Ciara tidur sama Om Cio malam ini?" - Ciara A. Garnacho...
"Daddy?" Ciara menatap ke arah Abercio. Bulu matanya yang lentik memberikan pesona tersendiri di wajahnya yang mungil tersebut.
"Tapi ... Om 'kan belum nikah sama Mommy?" sambungnya kebingungan.
Abercio terkekeh pelan melihat tingkah menggemaskan gadis kecil yang ada di depannya. Gadis itu benar, sekarang dia belum menikah dengan Mommy-nya itu. Tapi, jika ia meminta Lucy mengurus surat nikah pada esok hari, tentu saja Lucy tak bisa menolak. Toh, pernikahan ini hanya sebatas mengambil keuntungan.
"Besok. Besok Om nikah sama Mommy kamu," jawab Abercio penuh keyakinan.
"Secepat itu?!" tanya Ciara sambil membelalakkan matanya. "Yang aku tau, nikah itu ribet. Ngurus segala sesuatu yang berurusan dengan pernikahan itu melelahkan."
"Hahaha," Abercio terkekeh mendengarkan tutur kata Ciara. "Tak ada yang sulit jika Abercio Sanchez menginginkan sesuatu. Yah, kalau aku bilang A, ya harus A."
"Bahkan untuk memiliki tubuhmu malam ini pun sangatlah mudah untukku. Tapi ... tenanglah. Aku tak akan tergesa-gesa," batin Abercio dengan tatapan yang lapar kepada Ciara.
"Nama Om bagus," celetuk Ciara sambil tersenyum bahagia. "Ciara nggak sabar ngasih tau temen-temen kalau Ciara bakalan punya seorang ayah yang bernama Abercio Sa- ... Sa- ...."
"Sanchez, Sayang," kata Abercio sambil meneguk minuman di gelasnya.
"Nah iya, hehehe," kekeh Ciara pelan. Senyum simpul tak kunjung hilang dari wajah yang cerah itu. Ia sedang membayangkan akan ada sebuah titik terang pada hidupnya. Sosok ayah yang selama ini ia dambakan, akan terwujudkan dalam hitungan detik.
Cukup lama mereka terdiam menikmati makanan. Lucy tak kunjung kembali saat mengejar Darren anak pertamanya.
"Om ... baju Om basah. Om pulang dulu nggak apa-apa kok," ucap Ciara memecah keheningan. "Ciara udah biasa sendiri nungguin Mommy."
"It's okay. Basahnya cuma dikit. Ntar juga kering sendiri," ucap Abercio santai.
Ciara hanya mengangguk pelan dan tak lagi berbicara.
"Kamu nggak masalah ... punya ayah yang muda seperti ku?" tanya Abercio menyelidiki. Kini ia penasaran, kata-kata apalagi yang akan gadis kecil itu berikan padanya.
"Emangnya, umur Om Cio berapa?" tanya Ciara sambil meletakkan pisau dan garpunya menyilang di atas piring. Lalu, matanya menatap lekat ke arah Abercio.
"Om ... Cio?" Abercio mengerutkan keningnya dengan kepala yang sedikit miring.
"Iya. Om Cio. Bagus, 'kan?" tanya Ciara yang mulai santai berbicara dengan pria yang sebentar lagi akan ia panggil Daddy.
Abercio tertawa pelan sambil memegang dahinya. Lalu ia merapikan jasnya dan bersandar ke kursi.
"Om Cio, ya? Haaa ... panggilan yang unik. Belum pernah ada yang memanggilku seperti itu sebelumnya," gumam Abercio sambil tersenyum sendiri.
"Aku penasaran ... bagaimana suara desa.han gadis ini saat memanggil namaku dengan wajahnya yang menggemaskan itu," pikir Abercio yang kini sedang menyeringai buas.
"Nanti, kalo Om udah nikah sama Mommy, Ciara bakalan panggil Daddy Cio," tutur Ciara lembut.
Deg!
Seketika jantung Abercio berdetak dengan kencang. Apa-apa'an gadis ini?! Hanya karena sebuah panggilan saja ia sukses membuat pria dingin seperti Abercio meleleh. Daddy Cio? Entah kenapa terdengar bagus.
"Oh iya, Om belum jawab pertanyaan Ciara," kata Ciara membuyarkan keterpesonaan Abercio padanya. "Umur Om berapa? Kalau Ciara delapan belas tahun."
"Om tiga puluh tahun, Sayang," jawab Abercio sambil menyilangkan tangannya ke dada. Ia menantikan mimik wajah terkejut gadis itu. Pasalnya, usia dia dan Mommy gadis itu terpaut sebelas tahun.
"Oh... tiga puluh tahun," sahut Ciara santai. "Nggak masalah sih. Soalnya Mommy pernah bilang kalo umur Mommy dan Daddy Ciara tuh jaraknya tiga belas tahun."
"Bedanya, Daddy Ciara tiga belas tahun lebih tua dari Mommy." Sambungnya sambil tersenyum pepsodent.
Abercio langsung menutup wajahnya menggunakan satu tangan. Ekspresi terkejut yang ia harapkan dari gadis itu tak ada. Malah, gadis itu biasa-biasa saja dan me-normalkan hal aneh tersebut.
Drrttt... Drrttt...
Ponsel Abercio bergetar. Tertera nama Lucy di layar ponselnya. Ia pun langsung mengangkat panggilan tersebut dengan mimik wajah yang datar.
"Ya, halo?"
^^^"Pak, saya minta maaf. Sekali ini saja, apa saya bisa titipin Ciara ke Pak Abercio? Soalnya saya masih ngejar Darren sampe sekarang."^^^
"Rumahmu bagaimana?" tanya Abercio. Ia tak yakin gadis kecil itu akan selamat jika hanya ia dan Ciara berduaan saja di bawah atap yang sama.
Meskipun Ciara akan menjadi anak tirinya kelak, Abercio tak dapat menutup mata akan paras cantik yang dimiliki oleh gadis yang sedang beranjak dewasa itu. Mata bulat seperti boneka dengan bibir mungil namun sedikit tebal itu benar-benar menggemaskan. Apalagi, tingkah manja dan polos gadis itu membuat Abercio tak dapat menahan naluri lelakinya yang sudah beberapa minggu ini tak tersalurkan karena ia sibuk.
^^^"Kunci rumah ada sama saya, Pak."^^^
^^^"Maaf, kali i-"^^^
"Ya sudah. Mulai besok, anakmu juga anakku." Potong Abercio mengalah.
"Urus saja urusanmu dulu. Besok aku akan memerintahkan orang untuk mengurus surat nikah kita."
^^^"Makasih ya, Pak. Saya nggak nyangka ini akan dipercepat. Kalau bukan karena Pak Abercio pasti-"^^^
"Sudahlah. Apa ada hal lain?" potong Abercio dingin.
^^^"Tidak, Pak."^^^
Sesaat kemudian, panggilan mereka pun terputus.
"Mommy kenapa, Om?" tanya Ciara yang tahu bahwa sesaat tadi Lucy yang menelefon Abercio.
"Mommy-mu masih ngejar Darren dan kunci rumah dia bawa," jawab Abercio sambil meneguk air putih di mejanya.
"Terus, Mommy nyuruh Ciara tidur sama Om Cio malam ini?" tanya Ciara polos dengan mata yang datar menatap Abercio.
"Uhuk! Uhuk!" Abercio langsung tersedak saat gadis kecil di depannya bertanya dengan begitu polos. Sebenarnya tak ada yang salah, tapi ... kata-kata yang diucapkan gadis itu terlalu ambigu.
"Ciara, kalau ada yang denger kamu ngomong kayak tadi, ntar Om disangka mau tidurin kamu, tau nggak?!" sontak Abercio berkata dengan suara yang pelan namun nada yang penuh penekanan.
Mata yang melotot dan membulat ke arah Ciara serta suara yang pelan namun terdengar menohok tersebut, spontan membuat bahu Ciara beringsut dengan wajah yang perlahan tertunduk layu.
"Maaf, Om Cio. Jangan marahin Ciara," ucap gadis itu dengan suara yang serak dan sedikit ketakutan. Sepertinya ada sedikit trauma mendalam pada gadis kecil ini.
"Haaa ..." Abercio menghela nafasnya. Kemudian ia bangkit dari duduk dan membetulkan jasnya.
"Sudahlah," ucap Abercio sambil berjalan mendekat ke arah Ciara. "Ayo kita pulang."
Ciara hanya mengangguk pelan. Lalu ia berjalan mengikuti Abercio dengan wajah yang tertunduk.
Buk!
Ciara menabrak punggung kekar milik Abercio. "M-maaf, Om."
"Masuklah ke mobil," tutur Abercio saat pintu sedan Merci hitam telah di buka oleh seorang pria yang juga mengenakan jas dengan rapi.
"Dia Axel. Sekretaris pribadiku," jelas Abercio yang mengerti dengan tatapan penasaran Ciara ke arah Axel, pria tampan yang saat itu masih berusia dua puluh tujuh tahun.
...❣️❣️❣️...
"Om ... Ciara tidur di mana?" tanya Ciara saat ia melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah mewah nan megah milik Abercio.
"Hmm," Abercio memegang dagunya sambil berfikir.
Meskipun rumah mewah itu memiliki dua lantai dan luas, tetap saja hanya satu kamar yang terpakai karena tak pernah ada yang datang dan bertamu ke sana.
"Tidur di kamar ku saja," tutur Abercio sambil jalan menuju ke arah tangga. "Aku akan tidur di sofa ruang tamu."
"Soalnya, kamar lain belum di rapiin. Nggak ada kasur sama alat-alat yang lain juga untuk di tempati." Sambungnya datar.
"Om ... Ciara takut," rengek Ciara sambil menatap sekelilingnya. Suasana mencekam dan dingin menyelimuti rumah itu. Padahal, lampu sudah di hidupkan. Mungkin karena waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Emang, biasanya kamu tidur sama Mommy?" tanya Abercio sambil mengerutkan dahinya.
Ciara mengangguk pelan dengan bibir yang cemberut ke bawah. "Rumah Ciara 'kan cuma kontrakan dua petak. Jadi, kita bertiga tidur bareng semua."
"Terus ... aku harus tidur di sampingmu?" tanya Abercio menatap heran ke arah gadis kecil itu.
"Gimana kalau Om Cio tidur di kasur, terus Ciara tidur di lantai? Yang penting satu kamar," ucap Ciara tanpa berfikir sebelum berkata.
"Ah! Sial! Gadis ini benar-benar menguji kesabaranku! Mana bisa ku tahan juniorku yang sejak tadi sudah menggila karena wajahnya yang menggemaskan itu!" gumam Abercio dalam hati. Lagi-lagi ia memijat pelipisnya yang tak sakit akibat ulah polos Ciara.
...❣️❣️❣️❣️❣️...
ini tugas ciara agar bisa meyakinkan cio bahwa pernikahan gak selalu berakhir dg perceraian