Angkasa Lu merupakan seorang ceo yang kaya raya, dan juga Arogan. Karena traumanya dia membenci wanita. Namun, karena permintaan sang kakek terpaksa dia melakukan kawin kontrak dengan seorang perempuan yang bernama Hana. Dan begitu warisan sudah ia dapatkan, maka pernikahan dia dengan Hana pun selesai. Akan tetapi belum sempat Angkasa mendapatkan warisan itu, Hana sudah pergi meninggalkan pria itu.
Lima tahun kemudian, secara tidak sengaja Angkasa di pertemukan dengan Hana, dan juga kedua anak kembarnya. Pria itu tidak tahu kalau selama ini sang istri telah melahirkan anak kembar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Angkasa berdiri tegap di depan anak-anak kembarnya yang tengah menarik nafas panjang, mencoba menenangkan diri setelah melepaskan segala kemarahan pada dirinya. Angkasa menghela napas, merasa kesal namun tetap berusaha untuk sabar.
"Sudah puas marahnya? Kalau sudah, sekarang dengarkan daddy mau bicara," ucap Angkasa dengan tegas, mencoba menarik perhatian
kedua anaknya yang masih terengah-engah. Anak kembar itu, meskipun masih berusaha menenangkan diri, akhirnya menoleh ke arah Angkasa Wajah mereka masih menampakkan rasa marah dan bingung, namun ada secercah rasa ingin tahu yang terpancar dari mata mereka.
"Saya daddy kalian, saya bukan orang jahat yang menculik kalian. Justru mommy kalian yang jahat karena menyembunyikan kalian dari daddy," ujar Angkasa dengan nada lembut namun penuh keyakinan.
Kedua anak kembar itu saling berpandangan, mencerna kata-kata Angkasa dengan perasaan yang bercampur aduk. Mereka ingin percaya pada pria di depan mereka, namun kepercayaan mereka pada ibu mereka membuat mereka ragu.
Angkasa melihat keraguan dalam mata anak-anaknya, namun ia tidak menyerah. Dengan penuh kesabaran, ia mencoba menjelaskan perlahan dan mendalam tentang apa yang terjadi antara dirinya dan ibu mereka, serta bagaimana perpisahan mereka mempengaruhi kehidupan mereka semua.
Namun, Ciara menggelengkan kepalanya dengan tegas, "Cia nda mau Daddy, Cia cuma mau Mommy. Pelcuma puna Daddy kalau Cia halus belpicah cama Mommy. Nda cuka pokoknya Cia" ucap Ciara sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya. Dengan penuh tatapan sedih, dia membuang wajahnya ke arah lain, seolah menolak untuk berbicara lebih lanjut tentang hal itu.
Xander menatap adiknya dengan iba, dia tahu betapa Ciara sangat bergantung pada ibunya dan tidak bisa jauh darinya. Sejak kecil, Ciara memang lebih sering bertanya tentang ayahnya, tetapi kini saat Angkasa hadir dalam hidup mereka, Ciara justru menolak kehadirannya.
Hati Xander juga merasa pilu melihat adiknya berusaha keras untuk menyembunyikan kesedihan dan kekecewaannya terhadap Angkasa. Dia mengerti betapa sulitnya bagi Ciara untuk memilih antara ibu dan ayahnya, karena selama ini ibulah yang selalu ada untuk mereka.
Xander tersenyum puas, sinar kepuasan terpancar jelas dari matanya saat mendengar penolakan tegas dari sang adik. "Kau sudah dengar bukan, kami tidak butuh daddy. Yang kami butuhkan itu mommy," ejek Xander dengan nada sinis.
Wajah Angkasa yang semula mencoba untuk tersenyum hangat, perlahan berubah menjadi tegang dan terluka. Dia tidak pernah menyangka bahwa anak-anaknya sendiri akan menolaknya begitu keras.
Sebenarnya, Xander sudah mengetahui sejak lama kalau Angkasa adalah ayahnya. Namun, pengetahuan itu tidak membuat bocah kecil itu ingin bertemu dengan pria itu. Ada sebuah kebencian yang terpendam dari dalam hati Xander terhadap Angkasa. Kebencian yang bahkan tidak bisa dijelaskan oleh Xander sendiri.
Ia pernah tidak sengaja mendengar obrolan ibunya dengan Zaka tentang sosok laki-laki yang sering muncul di televisi. Tiap kali melihat Angkasa muncul di televisi, raut wajah ibunya selalu sedih dan kecewa. Karena hal itulah membuat Xander membenci Angkasa.
Ekspresi wajah Angkasa semakin mengerut. Dia merasakan perih di hatinya. Dia ingin mengulurkan tangan, ingin menjelaskan semuanya kepada anak-anaknya. Namun, ketika dia melihat Xander yang memandangnya dengan tatapan penuh kemarahan, Angkasa merasa tak berdaya. Dia tidak tahu bagaimana cara menghadapi situasi ini.
Sementara itu, Xander merasakan kepuasan yang mendalam saat melihat wajah ayahnya yang tampak terpukul. Dalam benaknya, dia merasa berhasil membalas dendam atas segala penderitaan yang telah ibunya alami selama ini. Namun, di lubuk hati yang paling dalam, Xander juga merasa kehilangan. Sebuah keinginan yang tak terucapkan untuk mengenal sosok ayah yang selama ini ia benci.
"Terserah, kalian mau suka atau tidak, pada kenyataannya saya daddy kalian" ucap Angkasa dan keluar dari kamarnya, untuk menenangkan perasaannya yang sedang berkecamuk.
Tak lama masuk salah satu maid kedalam kamar, ia membawakan makanan untuk mereka, atas perintah Angkasa.
"Kamu siapa" tanya Xander waspada.
"Saya pelayan di rumah ini, tadi tuan Angkasa menyuruh bibi untuk membawakan makanan untuk kalian" jawabnya.
Xander mengangguk paham, tidak lagi bertanya. Ia membiarkan pelayan tersebut menyajikan makanan di atas meja yang berada di kamar tersebut.
Setelah selesai pelayan tersebut keluar dari kamar Angkasa, dan meninggalkan mereka berdua. Angkasa benar-benar menempatkan kedua buah hatinya seperti tahanan.
"Cia nda mau makan, Cia mau mommy hiks... Mommy pasti cedang cedih belpicah cama Cia." ucap Ciara sambil terisak.
Xander menghela nafas pelan, dan mengusap kepala adiknya. Anak itu tumbuh dewasa sebelum waktunya.
"Sabar ya, nanti abang akan cari cara untuk keluar dari rumah ini. Sekarang kamu makan dulu biar nggak sakit" ucap Xander menenangkan sang adik.
Ciara mengangguk, akhirnya dia mau makan meskipun sedikit. "Mommy cudah makan belum ya?" tanya Ciara mengingat ibunya kembali, sebab mereka selalu makan bersama-sama di meja makan. Dan saat ini dia hanya makan bersama kembarannya saja, tanpa kehadiran sang ibu di sampingnya.
"Pasti sudah, om Zaka tidak mungkin membiarkan mommy kelaparan" ucap Xander, meskipun dia tidak yakin dengan ucapannya sendiri.
Di kala dia dan adiknya sakit, sang ibu selalu berada di dekatnya. Dia rela menahan lapar demi anak-anaknya yang minta di temani. Tanpa sadar Xander menghapus sudut matanya yang mengeluarkan air mata.
*****
Di sudut ruangan yang sunyi, Hana duduk termenung sambil menatap nanar ke arah luar jendela rumah sakit. Wajahnya yang pucat dan lesu menunjukkan bahwa ia belum tidur sejak semalam dan belum makan apa-apa.
Kedua tangannya yang gemetar menopang dagunya, menahan rasa cemas dan takut akan kondisi sang adik yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. "Kakak tidak makan? Sudah siang, nanti kakak sakit" ucap Zaka dengan suara lemah yang terputus-putus, namun cukup terdengar oleh Hana.
Hana menggelengkan kepalanya perlahan, tanpa berbalik untuk melihat wajah adiknya yang penuh harap. Selera makannya hilang seketika, sejak semalam pikirannya bercabang. Antara memikirkan keselamatan adiknya yang kini sedang menjalani perawatan, dan kedua buah hatinya yang ambil paksa oleh Angkasa.
Air mata Hana mengalir deras, menetes di pipinya yang pucat pasi. Hatinya seolah-olah diremas-remas tak berdaya, seakan kehilangan separuh nafasnya. Ia merasa sedih karena tak bisa mempertahankan kedua buah hatinya dari cengkeraman Angkasa.
Zaka menatap kakaknya dengan wajah sedih. Ia menunduk, merasa bersalah dan tidak berguna. "Maaf, Kak, aku tidak bisa mempertahankan kembar kak. Tapi aku janji akan membawa mereka kembali kepada Kakak," ucapnya lirih.
Hana menoleh, matanya yang sembab bertemu dengan tatapan adiknya. Dia tersenyum lemah, mengusap lengan Zaka dengan lembut. "Ini bukan salahmu, Dik. Kakak tahu kamu sudah berusaha sekuat tenaga. Kita akan terus berjuang bersama untuk mendapatkan mereka kembali," ujar Hana, mencoba memberi semangat pada adiknya sekaligus menyemangati dirinya sendiri.
Walaupun hatinya hancur, Hana tahu bahwa ia harus tetap kuat. Demi adiknya, dan demi kedua buah hatinya yang telah di bawa oleh Angkasa. Dalam kesedihan yang mendalam ini, Hana bersumpah akan terus berjuang hingga ia bisa kembali memeluk anak-anaknya yang sangat ia cintai.
Ngakak aku dari tadi... 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣