"Menjadi prajurit butuh perjuangan, butuh pengorbanan. Berjuang untuk bumi tempat berpijak, demi setiap tarikan udara yang kita hirup dan demi orang-orang tercinta beserta kedaulatan. Berkorban, mengorbankan segala yang kita miliki sekalipun sebuah sumpah setia di ujung senapan."
~Teuku Al-Fath Ananta~
"Aku tak akan membuat pilihan antara aku atau bumi pertiwi, karena jelas keduanya memiliki tempat tersendiri di hatimu. Jadilah sang garuda meski sumpah setia kau pertaruhkan diujung senapan."
~Faranisa Danita~
Gimana jadinya kalo si sarjana desain grafis yang urakan dan tak suka pada setiap jengkal tanah yang ia pijaki bertemu dengan seorang prajurit komando pasukan khusus nan patriotisme dalam sebuah insiden tak terduga, apakah mereka akan seirama dan saling memahami satu sama lain, dalam menjejaki setiap jalanan yang akan mereka lalui ke depannya di belahan bumi pertiwi ini? Ikuti kisahnya disini yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERINTAH DIATAS PERTEMANAN
Beberapa operasi penumpasan, konflik bersenjata, dan pemberontakan menjadi jejak karirnya selama bergabung dalam unit komando pasukan elite yang paling ditakuti di negeri ini karena melenyapkan musuh dalam senyap.
"Baru balik bang?" sapa kawan tentaranya yang sedang lari pagi, disaat rekan tentara lainnya baru saja terbangun dari pulasnya tidur, ia baru saja pulang bertugas.
"Iya, duluan." Tak ada senyuman lebar, terlalu irit bicara dan senyuman itulah Al Fath. Pasta gigi mahal ya bang, ups! Sikapnya ini menambah efek seram di diri Al-Fath, padahal aslinya ia adalah pria hangat sehangat api unggun.
Ia kembali melangkahkan kaki yang terbalut sepatu delta ke arah jajaran rumah dinas dan rusun yang jika secara kasat mata hampir sama, karena warnanya yang hijau mirip bungkus lontong.
Langkahnya terus, melewati masjid megah diantara kompleks tentara, lalu berbelok ke kiri melewati lapangan yang biasa dipakai olahraga ataupun sekedar menghabiskan waktu para tentara bersama keluarganya. Keluarga? Ngomong-ngomong tak akan ada yang menyambutnya di rumah selain cicak dan semut yang lagi pesta di toples gula sementara si empunya rumah lagi tugas.
Udara pagi ini cukup sejuk, hanya tinggal menghitung hari ia berada di kota kembang ini menjadi instruktur pelatih para taruna calon pasukan khusus, untuk selanjutnya ia akan dipindah tugaskan ke markas besar pasukan khusus yang berada di ibukota.
Maka selanjutnya ia akan selametan bagi-bagi perabotan pada tetangga, karena ngga mungkin kan mau pindah tugas sampe bawa-bawa panci, toples plastik dan kompor. Apa jadinya jika tentara tampan nan menakutkan yang biasanya bawa senjata laras panjang tiba-tiba bawa-bawa baskom.
Pria itu memutar gagang kunci lalu masuk ke dalam mes. Rumah yang biasa rapi namun dingin tanpa sentuhan wanita.
Di usia yang sudah lebih dari 30 tahun ini, bukan Al Fath tak ingin memiliki pendamping. Tapi hampir seluruh waktunya ia abdikan pada profesinya. Memang untuk sebuah lencana dan pangkat seseorang dibutuhkan pengorbanan dan perjuangan yang tak kalah hebatnya. Hal pertama yang ia lakukan adalah masuk kamar mandi, sekaligus mencuci seragam pdh dan kaos serta dalam an yang sudah melekat 2 hari di badannya lalu selanjutnya memberi kabar pada umi.
Ada benda kecil yang menggelitik hati di meja kayu kecil kamar, sebagai penanda jika sedingin-dingin dan gaharnya ia tetap saja Al Fath adalah family man, meja yang hampir habis jadi santapan rayap itu memang milik penghuni sebelumnya. Senyumnya terukir melihat sebuah frame foto berukuran mungkin 15×20 cm, dimana foto keluarganya terpampang bersampingan dengan kalung tanda keanggotaannya sebagai tentara.
...****************...
"Tok! Tok! Tok!"
"Fath!"
Ia meletakkan sendok setelah makan, dan melongokkan kepala ke arah pintu.
"Ya, sebentar!"
"Surprise!!!!" kawan-kawan satu detasemennya datang berkunjung tanpa memberi kabar membawa serta sesajen untuk nobar acara moto GP.
"Gp ndan, Gp!" ujar Anggara berseru, juniornya dengan pangkat dibawah Al Fath ini memang selalu ngintilin seniornya kalo nongki-nongki.
"Trans---trans uyy..." tanpa meminta ijin atau permisi mereka masuk seenak udel.
"Saya mah pegang si Bagnaia lah!" Taufik buka suara.
"Sok dibuka--buka, gocapan mau kagak?" Dude malah sudah menguasai sofa butut yang menjadi singgasana Al Fath dan memindahkan channel tv bersama Andre, Al Fath sudah tak aneh dengan ketidaksopanan kawan-kawannya ini. Kesopanan mereka mungkin sudah hancur karena di geleng oleh tank Harimau buatan Pin dad.
"Ndan, ini ditaro dimana?" tanya Anggara mengehkeh mengangkat keresek yang menguarkan aroma martabak keju, sayangnya ia tak seberani para seniornya itu untuk kurang aj ar, ia masih sayang nyawa.
"Di muka kamu." sarkas Al-Fath, kemudian ia menyunggingkan senyuman setengahnya, bagi semua penghuni kesatuan disini, ini adalah senyum hangat dari seorang Al Fath si letnan kolonel yang terkenal dengan julukan mata garuda karena kemampuannya.
"Piring dibelakang, ambil aja!" Anggara tak tunggu waktu lagi, ia langsung melesat ke arah dapur.
"Fath, duduk--duduk! Anggap aja mes bokap lu!" ucap Dude.
"Eh saraf, ini emang mes Fath. kite-nya aja yang kurang aj ar!" sahut Andre tertawa.
Al Fath tak banyak bicara, bila sekiranya tak penting ia hanya akan menyimak saja.
"Fath, kapan surat perintah turun?" tanya Taufik membuka tutup botol soda yang mereka beli dari minimarket depan markas sambil mengangkat satu kakinya ke atas sofa kaya di warung gorengan. Udah butut di injak-injak pula oleh kaki kotor mereka, makin menjerit saja si sofa minta dikembaliin ke meubel.
"Lusa," jawabnya meneguk minuman yang sama.
"An jirrr, member geng duda kelam ancur atuh euy! Personelnya kurang dua," tandas Taufik sewot.
"Kamvret, duda kelam. Lu aja sendiri," desis Andre tak terima.
"Dua?" Al Fath mengerutkan alisnya.
"Gua pindah juga Fath, surat perintah turun besok. Disuruh balik kampung juga akhirnya," ujar Andre.
"Oh sip!" balasnya singkat.
"Tos!" ajak Andre, tangan Al Fath menyambut mengudara membalas tangan Andre.
"Ye, namanya juga tugas kan. Kalo bawahan mah manut ae !" jawab Dude bijak setengah mendumel, inginnya sih dipindahkan sama-sama biar kaya boyband tak terpisahkan, manggung kesana kemari bareng-bareng, bok3r pun bareng.
Malam itu adalah malam perpisahan bagi mereka, tugas diatas segalanya. Bahkan diatas sebuah pertemanan sekalipun.
Andre sudah duluan berangkat ke Jakarta, sementara ia masih membereskan apa yang harus ia bawa dan ia tinggalkan.
"Ndan!" teriak Anggara bersama dua junior lainnya berlari menghampiri.
"Angga, ini bagi-bagi saja lah! Atur-atur saja," ujar Al Fath merapikan kopernya, tak ingin ambil pusing. Sudah seperti kejatuhan durian bareng pohon-pohonnya, Anggara bersama dua kawannya terlihat senang. Terang saja, bagi mereka yang hanya tentara tam-tama dengan gaji minim, barang-barang seperti ini seperti harta karun di goa si aladdin, open sesame.
Al Fath mengambil kompor dan tabung gas keluar, membuat Anggara yang tengah memilih-milih barang seperti ibu-ibu di pasar gembrong mengernyit.
"Ndan, ngga salah?" tanya nya.
"Apa?"
"Itu, mau dibawa pindahan juga?" tunjuknya.
"Kamu pikir saya kurang kerjaan bawa-bawa beginian, ini mau saya kasih buat bu Narti..istri Lettu Iskandar, selama ini kan beliau yang sering membantu saya." Ia keluar dari gubuk hijau dan menyambangi tetangganya itu.
"Permisi, bu!"
Seorang wanita paruh baya yang berasal dari Jawa Tengah itu keluar bersama anak paling kecilnya di gendongan.
"Eh, ada om Fath, monggo pak masuk!"
"Bu, maaf biar saya disini saja. Ini, sebagai tanda perpisahan dari saya. Maaf jika selama disini saya sering merepotkan," ujarnya dengan nada lembut.
"Oalah, mau dipindah tugaskan pak letnan?" ia menurunkan anaknya, sementara Al Fath menaruh kompor satu tungku lengkap dengan tabung gas yang masih ada isinya itu.
"Ndak, saya ndak merasa direpotkan. Makasih banyak om!" jawabnya.
Al Fath terpaksa menghentikkan pamitannya, mendengar suara gaduh dari bilik deritanya dimana kini Dude dan Taufik ikut datang dan memilih barang cuci gudang miliknya.
"Wah! Nu urang ieu mah!" ujar Taufik. Mereka malah berebut panci dan wajan, juga termos. (punya saya ini mah!)
"Lu bertiga udah kaya emak-emak aja," tukas Al Fath memisahkan Taufik, Dude dan Anggara sementara kedua rekan Anggara hanya menjadi penonton bayaran saja tanpa berani ikut andil berebut barang bersama para seniornya.
"Lumayan nih Fath, panci urang di mes bocor!" jawab Taufik sewot ingin merebut dari tangan Dude.
"Lu mah ini aja tuh!" ujar Dude menyerahkan peralatan makan.
"Mbung ah! Eta mah bisa meuli di gasibu! Murah!" balasnya tak mau kalah, sementara Anggara menyerah dan lebih memilih menertawakan seniornya yang sedang berebut, jarang-jarang mereka bisa melihat hiburan di mes kacang ijo begini, maka drama ini begitu lucu untuk mereka yang kaku.
"Jambak ndan, jambak!" mulut Anggara bisa disamakan dengan kompor yang tadi ia berikan pada bu Narti.
"Gua tebas pake belati juga nih!"
"Urang duluan atuh De,"
"Lu berdua, push up 10 set!" suara itu bak dentuman pelontar meriam, mereka langsung terdiam.
"Ya elah Fath, masih aja dianggap serius! Masa cuma gara-gara panci mesti di hukum?!" balas Dude tak terima.
Anggara bahkan sudah menghentikkan yel-yel penyemangatnya dan mengatupkan mulut agar tak ikut tersemprot dan dihukum.
"Lu berdua ngga malu berantem cuma gara-gara panci di depan junior? Tuh..siapa namu kamu berdua?" kini ucapan tegas itu langsung mengarah ke junior rekan Anggara, mereka tersentak dan langsung sikap sempurna dengan membusungkan dada.
"Siap ndan, nama Prada Bian!" balasnya tegas, menandakan ke gentle-an seorang prajurit.
"Siap Let, nama Pratu Jaya!"
"Ck, udah bukan waktu tugas! Ngga usah formal gitu," tepis Taufik menganggap enteng. Hingga akhirnya....
"Hiji!"
"Dua..."
Anggara benar-benar tak kuasa menahan tawanya, rahangnya pegal karena menahan ledakan perasaan geli, ia benar-benar tak berani mengeluarkan suara jika masih ingin kepalanya utuh, ia hanya bisa menahan perut melihat kedua seniornya kini tengah berpush up ria di lapang hanya karena panci. Jangan mereka pikir karena mereka berteman lantas dapat menyurutkan perintah atasan, Al Fath memang sewedannn itu, seharusnya mereka ingat itu.
"Bener-bener lu Fath!" omel Dude.
"Mau gua tambah lagi?" tanya Al Fath, "anggap aja hadiah buat perpisahan gua De," kekehnya.
"Haseum!" dengus Taufik.
.
.
.
Note :
*Manut: ngikut, nurut.
*Open sesame: mantra membuka goa.
*Urang: aku, saya, gua.
*Mbung: ngga mau.
*Haseum: asem
*Hiji : Satu
gokil....