Ellen merencanakan misi besar untuk menghancurkan pernikahan Freya dan Draco.
Apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DHEVIS JUWITA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PKM BAB 2 - Freezer Man
Setelah Ellen melewati masa pemulihan dan dinyatakan baik-baik saja, gadis itu diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
"Freya pasti mengira aku sudah mati, bukan? Saat aku muncul tiba-tiba pasti dia akan terkejut," ucap Ellen saat dalam perjalanan pulang.
Karena di apartemen Ellen tidak aman, Enzo membawa Ellen ke markasnya yang dibangun oleh mendiang kakek Ellen dulu.
"Jadi, apa rencanamu?" tanya Enzo mengulang pertanyaannya seperti di rumah sakit.
"Tentu saja merebut apa yang seharusnya menjadi milikku, aku akan menghancurkan Freya," jawab Ellen penuh dendam.
"Kita harus menyusun rencana dengan benar," balas Enzo yang akan mendukung Ellen.
Saat mereka sampai di markas, mereka langsung masuk dan menyusun rencana di sana.
"Jadi, kesimpulannya. Freya dari awal sudah mengincarmu, dia menukar identitasnya menjadi kau dan berusaha membunuhmu," ucap Enzo membuka pembicaraan sambil memberikan Ellen sebuah bir kaleng.
Ellen membuka bir kaleng itu kemudian meminumnya, dia juga berpikiran sama dengan Enzo. "Berarti selama ini king Draco tidak tahu seperti apa aku!"
Seketika Ellen merasa kecewa, dia sudah berharap calon suaminya menjemputnya. Tapi, kenyataan berkata lain, Draco justru menikahi Freya sementara Ellen harus terbaring di rumah sakit saat hari ulang tahunnya tiba.
Memikirkannya saja membuat Ellen emosi sendiri, dia harus menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi.
"Kuncinya ada di cincin Yvone, siapa pun pemiliknya berarti dia adalah pengantin De Servant selanjutnya," sambung Ellen.
"King Draco pasti akan mempercayai istrinya karena dia mengira jika Freya pemilik cincin itu," balas Enzo.
"Untuk itu, aku harus masuk ke kingdom mafia De Servant supaya aku bisa membongkar kebusukan Freya," ucap Ellen penuh tekad. Dia akan melakukan apapun supaya bisa merebut kembali posisinya.
"Berarti kau harus memikirkan cara supaya bisa masuk ke sana. Kau bisa mendaftarkan diri menjadi anggota organisasi mafia De Servant," usul Enzo.
Ellen menggeleng karena dia sudah memikirkan cara yang tepat. Dia harus bisa mengambil hati Draco supaya lelaki itu percaya padanya.
"Aku harus bisa menggoda king Draco untuk naik ke atas ranjangku," sarkas Ellen. Dia ingin menggunakan tubuhnya, itu adalah cara mudah untuk mendapatkan hati laki-laki.
Ellen belum menyadari seperti apa laki-laki yang akan digodanya itu.
...***...
Di sisi lain seorang lelaki bermata hazel tengah berada di kelab malam. Lelaki itu menyesap rokoknya beberapa kali dengan satu tangannya memutar-mutar gelas wine yang isinya sisa sedikit.
Satu kakinya saat ini tengah menginjak kepala seseorang. Orang itu sudah bersimbah darah dan tengah merintih kesakitan tapi lelaki itu seakan tidak peduli, justru dia semakin memberi tenaga pada kakinya yang membuat mangsanya berteriak.
Kelab malam yang sudah sepi itu kini diisi oleh teriakan orang yang diambang kematian itu.
"Mohon ampuni saya, King Draco," ucap orang itu penuh permohonan dengan mengucapkan nama lelaki bermata hazel yang tatapannya begitu membunuh sekarang.
Draco bukanlah laki-laki pemaaf, lelaki berdarah dingin itu tidak akan membiarkan seorang pengkhianat seperti orang yang di bawah kakinya.
"Kau tentu tahu hukuman apa yang pantas untuk pengkhianat sepertimu," ucap Draco dengan melirik anak buahnya yang mengelilinginya.
Salah satu anak buah Draco memberikan satu pistol pada king mafia itu.
"Aku tidak ingin membuang waktuku sia-sia, beruntung sekali kau hari ini bisa mati di tanganku jadi bersyukurlah," ucap Draco yang nadanya begitu arogan.
Tanpa banyak kata lagi, Draco menarik pelatuk pistolnya kemudian menghadiahi satu tembakan tepat di kepala orang yang berani mengkhianatinya.
Sungguh orang itu bernyali besar karena berani mempertaruhkan nyawa untuk berkhianat, orang itu menyebarkan informasi penting pada kubu musuh yang membuat Draco begitu murka.
Seketika suasana menjadi hening karena suara rintihan dan teriakan kesakitan sebelumnya sudah menghilang.
"Bereskan semuanya!" perintah Draco pada anak buahnya untuk mengurus mayat mengerikan itu.
Draco kemudian berdiri dan keluar dari kelab di mana asisten sekaligus temannya menunggu di luar sedari tadi.
"Sepuluh menit," ucap Kerel seraya melihat jam mahal di pergelangan tangannya. "Aku kira hanya butuh waktu lima menit!"
Draco memicingkan matanya pada lelaki tidak tahu diri itu. "Tutup mulut sampahmu itu!" ketusnya.
"Heh? Kau memang tidak bisa diajak bercanda," balas Kerel yang sudah terbiasa dengan lelaki dingin itu. "Apa kau ingin menemui istrimu sekarang?"
Draco tampak berpikir sejenak lalu berkata. "Tidak!"