Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi pengantin Pengganti
Jika Bianca bisa mengulang waktu, sungguh ia ingin kembali mengulang waktu ketika bibi dan pamannya membujuknya untuk menjadi pengganti dari putri mereka yang harusnya menikah, tapi di hari yang sama, Della, kakak sepupunya malah kecelakaan dan mengalami koma, berita itu sangat mengejutkan seluruh keluarga besarnya.
Dengan segala usahanya, paman dan bibi Bianca membujuk keponakan mereka agar mau menjadi pengantin menggantikan Della, tentu saja Bianca menolaknya, siapa yang mau menikahi pria yang tidak di kenalnya.
Tapi tolakan Bianca berubah, ia memang benar-benar tidak ingin menjadi pengantin karena menggantikan kakak sepupunya, tapi begitu bibinya menunjukkan foto calon pengantin prianya kepada Bianca, ia menjadi menyetujuinya.
Dilihat dari arah manapun, pria itu terlihat tampan, bahkan dengan lesung pipi kecil di dekat bibirnya terlihat sangat manis. Dan dengan lantangnya, Bianca menyetujui untuk menikah dengan pria berlesung pipi itu.
Semua orang terkejut begitu acara pernikahan itu tetap dilaksanakan, pasalnya mereka mengetahui jika calon pengantin wanitanya malah terkena musibah dan tidak mungkin untuk melanjutkan acara pernikahan.
Dari arah tangga, Bianca turun dengan kebaya putihnya didampingi oleh bibinya, kenapa bukan mamanya? Bianca maupun bibinya tidak ada satupun dari mereka yang memberitahu tentang dirinya yang akan menjadi pengganti dari kakak sepupunya, ketiganya diam dan tidak berniat memberitahunya, bibinya bilang, mama dan papanya pasti akan setuju, jadi biarlah pernikahan Bianca menjadi suprise untuk kedua orang tuanya.
"Bianca?"
Semua tamu yang akan menjadi saksi mulai berbisik-bisik, Bianca tentu saja tidak merasa terganggu sama sekali, ia hanya tersenyum kecil saat melihat para tamu menatapnya terkejut sekaligus heran, sama sekali tidak menyangka jika pernikahan jadi dilaksanakan karena Bianca mau menjadi pengganti kakak sepupunya.
Bianca dibawa duduk di sebelah calon suaminya yang sudah lebih dulu duduk di hadapan penghulu, Bianca duduk gelisah di tempatnya, bukan karena gugup karena sebentar lagi ia akan berubah status menjadi seorang istri, tapi karena ia tidak menemukan orang tuanya diantara semua para tamu.
"Sah."
Bianca sedikit terkejut ketika suara para saksi berucap lantang dengan kata 'sah' dari bibir mereka, pikirannya yang kemana-mana membuatnya tidak menyadari jika ternyata pria yang kini sudah menjadi suaminya sudah melantunkan akad nikah.
Bianca mendongakkan kepalanya begitu tangan suaminya terulur di hadapannya, menyerahkan tangannya untuk dicium dirinya.
'Deg'
Seluruh tubuh Bianca kaku, ia tidak salah lihat, suaminya hanya menatap lurus kepalanya, tidak ada tatapan hangat yang ia tunjukkan kepadanya, wajahnya datar dan pandangannya lurus, pikiran Bianca mulai bercabang, apakah suaminya benar-benar tidak bisa melihat atau sedang mencoba untuk tidak menatap matanya karena malu atau mungkin memang tidak mau karena yang menjadi istrinya bukan Della.
"Bianca, cium tangan suamimu!" bisik bibinya yang duduk tepat di belakangnya.
Mendengar itu, Bianca kembali tersadar, cepat-cepat ia menerima uluran tangan suaminya dan langsung membawanya dekat dahinya, menyalami suaminya dengan pikiran masih melayang.
"Bianca,"
Bianca menoleh, ia mendapati suaminya yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Setelah seharian melewati hari yang berat, Kaivan, suaminya langsung membawanya ke apartement miliknya, ia hendak protes karena ia ingin pulang ke rumahnya terlebih dalu, apalagi selama sesi akad berlangsung sampai resepsi berlangsung, ia tidak sama sekali tidak melihat batang hidung mama dan papanya, ia berpikir mungkin terjadi sesutu kepada orang tuanya, makanya ia berniat untuk menemui keduanya dulu dan membawa sebagian bajunya.
Tapi bibinya datang dengan satu koper besar yang ia geret dan mengatakan jika itu adalah baju-baju miliknya ia ia ambil dari rumah.
"Bianca," sekali lagi Kaivan memanggil istrinya.
Bianca menatap malas suaminya, sungguh ia sangat menyesal dengan keputusannya menikah dengan pria yang ia pikir sempurna karena foto yang ditunjukkan bibinya, Kaivan terlihat sangat tampan juga berwibawa.
"Kenapa diam?" tanya Kaivan duduk di samping istrinya.
"Kamu menyesal dengan pernikahan ini?" tanya Kaivan pelan, terlihat seperti seseorang yang putus asa dan tidak memiliki harapan lagi.
"Kamu tahu jawabannya," balas Bianca hendak beranjak dari duduknya sebelum Kaivan menggenggam pergelangan tangan kiri Bianca.
"Saya minta maaf, saya tidak bermaksud menarikmu ke dalam pernikahan ini,"
Bianca menoleh dan menatap Kaivan tajam, berbalik dengan ucapan permintaan maafnya yang terdengar tulus, wajah serta tatapan matanya datar seperti tidak pernah menyesali perbuatannya.
"Kenapa baru sekarang? Kenapa tidak dari awal kamu kamu membatalkan pernikahan ini?" tanya Bianca menggebu-gebu.
"Saya tidak tahu jika Della mengalami kecelakaan dan berakhir koma, Saya diberitahu tepat setelah kamu duduk di samping saya, saya ingin membatalkan acara pernikahannya, tapi mama bilang kamu sudah setuju untuk menggantikan Della," jawab Kaivan masih dengan wajah datarnya, Bianca sempat heran, apakah pria yang sudah merangkap menjadi suaminya ini memang tidak bisa menampilkan mimik wajah yang lain, karena wajahnya tempat selalu datar bahkan saat acara akad dan juga resepsi.
"Saya minta maaf,"
"Kau terus mengatakan maaf, maaf dan maaf," Bianca menatap Kaivan dengan tatapan kesal.
"Lalu apa yang harus aku lakukan agar kamu menerima pernikahan ini?" tanya Kaivan masih dengan nada rendahnya.
"Cerai, aku mau kita cerai," ucap Bianca melipat kedua tangannya di dada.
Kaivan menggelengkan kepalanya, "aku tidak bisa menceraikan kamu," balas Kaivan membuat Bianca semakin emosi.
"Kamu pikir aku mau memiliki suami cacat sepertimu?"
Hening. Suasana di dalam kamar mendadak hening, baik Bianca maupun Kaivan keduanya sama-sama diam, Bianca mendadak canggung, ia sendiri tidak menyangka kata kata itu akan keluar dari bibirnya tanpa hambatan.
Sejenak ia memperhatikan raut wajah Kaivan, mencoba menemukan mimik wajah sesuai dengan apa yang sedang ia rasakan sekarang. Datar. Bianca tidak bisa menemukan apa yang dicarinya, wajah Kaivan benar-benar sangat datar sehingga siapapun yang ada di dekatnya tidak akan bisa membaca apa yang sedang dia rasakan.
"Aku ke depan dulu, kamu mandi saja dulu setelah itu langsung istirahat,"
Bianca diam, tidak menyahut, hanya menatap dalam diam punggung suaminya yang mulai tidak terlihat lagi karena ia menutup pintu kamar.
"Apa yang aku ucapkan?" lirih Bianca menatap pintu kamar dengan tatapan kosong.
Ada rasa bersalah ketika ia mengatakan hal yang pasti menyakiti Kaivan, tapi di sisi lain, ia juga memang harus mengatakannya agar Kaivan tahu jika ia memang tidak mengharapkan dirinya menjadi pendamping hidup Bianca.
Bianca bangkit dari kasurnya, untuk menghentikan pikiran-pikiran negatifnya, ia menatap seluruh penjuru kamar milik suaminya, terlihat rapih untuk ukuran pria yang tidak bisa melihat seperti Kaivan.
Bianca melangkah mendekati meja panjang di bawah televisi, banyak bingkai kecil yang tertata rapih di atasnya. Ia mengambil salah satu bingkai yang tercapai banyak hiasan hewan laut di pinggirnya.
"Jadi mereka sudah bersama selama mereka kuliah?" tanya Bianca entah kepada siapa? Karena kamar itu hanya ada dirinya.
Bianca menaruh kembali bingkai itu dengan hati-hati, lalu memperhatikan seluruh bingkai yang di dalamnya terdapat poto-poto Della juga Kaivan, entah foto yang berdua ataupun sendiri.
Pandangan Bianca terhenti pada bingkai coklat yang memperlihatkan dua pria dan satu wanita, kedua orang itu Bianca mengenalnya, tapi tidak dengan pria yang satunya.
"Siapa dia? Apa teman Kak Della dan Kaivan?" tanya Bianca yang tanpa sadar sebuah senyuman kecil terbit dari bibirnya.