Marina, wanita dewasa yang usianya menjelang 50 tahun. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Demi kesuksesan suami serta kedua anaknya, Marina rela mengorbankan impiannya menjadi penulis, dan fokus menjadi ibu rumah tangga selama 32 tahun pernikahannya dengan Johan.
Tapi ternyata, pengorbanannya tak cukup berarti di mata suami dan anak-anaknya. Marina hanya dianggap wanita tak berguna, karena ia tak pernah menjadi wanita karir.
Anak-anaknya hanya menganggap dirinya sebagai tempat untuk mendapatkan pertolongan secara cuma-cuma.
Suatu waktu, Marina tanpa sengaja memergoki Johan bersama seorang wanita di dalam mobilnya, belakangan Marina menyadari bahwa wanita itu bukanlah teman biasa, melainkan madunya sendiri!
Akankah Marina mempertahankan pernikahannya dengan Johan?
Ini adalah waktunya Marina untuk bangkit dan mengejar kembali mimpinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#1
#1
Air hangat itu mulai terasa beberapa saat setelah Marina menyalakannya, saat seperti ini adalah saat-saat baginya memanjakan diri, dan menikmati waktunya sendiri setelah berjibaku dengan pekerjaan rumah yang tiada habisnya.
Marina mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarga, baginya melihat suami dan kedua anaknya sukses dalam karir, dan pendidikan, adalah kebanggan tersendiri.
Karier suaminya sebagai direktur di sebuah perusahaan besar, tak lepas dari peran serta serta dukungan Marina.
Marina mulai melepas kancing pakaiannya, namun belum sempat pakaian terlepas, ponselnya berbunyi, “Halo,” jawab Marina setelah tergopoh-gopoh ia meninggalkan aktivitasnya.
“Halo, Ma, Gwen rewel, Eyangnya tak bisa menenangkan.” Rupanya Diana putri sulung Marina tang menelepon, lagi-lagi ia ingin menitipkan Gween, padahal baru kemarin Diana bilang bahwa beberapa hari kedepan Gween akan diasuh Eyangnya, yakni besan Marina sendiri.
“Lho katanya Eyangnya yang akan ngasuh?” tanya Marina heran.
“Duuuhh, Mama ini gimana sih? Eyangnya Gwen itu seorang fashion design. Jadi wajar dong kalau Dia tak bisa menghandle Gwen, karena pekerjaan utamanya adalah desainer, bukannya pengasuh anak.”
Dengan nada sedikit gemas Diana mengutarakan uneg-unegnya, ia tak merasa segan pada Marina, karena ia tahu Marina akan baik-baik saja, dan bisa di pastikan hanya Marina yang bisa mengasuh Gwen.
“Kalau mertuamu sibuk, setidaknya bisa kan, sehari saja kamu cuti untuk mengasuh anakmu sendiri?” Marina kembali bertanya.
“Nggak bisa, Ma, Aku sedang dalam masa transisi dengan posisi baruku, kalau Aku keseringan izin, bisa-bisa posisiku tergeser. Dan Aku gagal menempati posisi baru sebagai pengacara utama.” Diana beralasan, dan Marina tahu ia tak bisa menolak, semua demi kesuksesan serta masa depan Diana nantinya.
“Pokoknya Aku gak mau tahu, Mama harus segera datang ke tempat kerjaku, karena Gwen terpaksa Aku bawa ke tempat kerja. Aduh Gweeenn … kenapa Kamu mainan kertas itu?!” pekik Diana dengan suara melengking, sesaat sebelum panggilan berakhir.
Marina tertegun sesaat menatap layar ponselnya, namun tak lama kemudian ia kembali menyadari bahwa tugas baru sudah menantinya. Cepat-cepat Marina berbalik kembali ke kamar mandi dan melanjutkan aktivitasnya.
Ditengah-tengah aktivitasnya membersihkan diri, tiba-tiba air yang semula mengucur deras menjadi pelan secara perlahan. “Gawat, tadi pagi Aku lupa menyalakan pompa air,” gumam Marina, padahal tubuhnya belum sepenuhnya kesat, dan rambutnya pun belum dibilas ulang.
Karena tak ada lagi banyak waktu yang tersisa, Marina pun mengeringkan tubuh dan rambutnya dengan handuk. Usai berganti pakaian, ia berlari kecil meninggalkan kamar, melewati meja makan yang belum sempat ia bereskan, serta dapur yang juga masih sepenuhnya berantakan.
“Halo, Mas Yosh?”
“Iya, Bude?” jawab jawab Yosh, yang baru saja mengunyah sarapan paginya.
“Bisa antar Bude?”
“Kemana Bude?”
“Ke kantornya Diana, jemput Gwen.”
“Lho, tumben-tumbenan Gwen ikut Mamanya?”
“Ah, ceritanya panjang, nanti Bude ceritakan sambil jalan, Bude ke rumahmu sekarang, ya?”
“Iya Bude, Aku ganti pakaian sebentar,” sahut Yosh, segera mematikan panggilan telepon Marina.
Yosh adalah anak dari salah satu tetangga Marina, lelaki itu cukup baik, hanya saja kurang beruntung, karena sejak berusia 17 tahun ia harus menggantikan ayahnya menjadi tulang punggung keluarga, menafkahi ibu dan kedua adiknya yang masih sekolah dasar dan sekolah menengah.
Jika saja Yosh lulusan strata satu, tentu Marina sudah menjodohkannya dengan Diana, karena jaman sekarang, jarang ada pemuda baik, ramah, dan suka menolong seperti Yosh. Ditambah lagi lelaki itu adalah sosok yang sangat bertanggung jawab, benar-benar pemuda idaman.
Lima menit kemudian, Marina tiba di rumah Yosh, “Lho mau kemana?” Sapa Bu Juju ibu Yosh.
“Biasa, jemput Cucu,” jawab Marina tanpa basa-basi, karena Bu Juju sudah paham maksud Marina.
“Ayo Bude, pasti jalanan sudah macet,” ajak Yosh, sembari menuntun motor matic kesayangannya, yang biasa menemaninya kerja serabutan, yang penting halal.
“Ju … Kami pergi dulu, ya.”
“Hati-hati, Rin.” Bu Juju melambaikan tangan diiringi doa untuk keselamatan Yosh dan Marina.
Yosh menjalankan motornya dengan kecepatan penuh, mentari pagi mulai terasa menyengat di kulit, karena saat ini adalah puncak musim panas. Jalanan pun ramai dipadati para pekerja yang sedang dalam perjalanan menuju tempat kerja mereka.
“Yosh, bisa lebih cepat, tidak?!” pekik Marina.
“Gak bisa, Bude, ini sudah maksimal, lihat sendiri di depan ramainya kayak gimana.”
“Duuhh Diana bisa ngomel-ngomel kalau sampai Bude terlambat.” Marina mulai resah, karena sudah mafhum dengan perangai putri sulungnya.
“Iya, Bude, nanti aku bantu bicara dengan Diana. Dia sebenarnya baik, kok, cuma sedikit gengsian dan juga keras kepala.”
Marina pun mengenal Diana dengan baik, sama halnya dengan Yosh, karena ia yang melahirkan Diana. Namun semakin besar, Diana semakin manja, sebentar-sebentar ia selalu meminta Marina membantunya, bahkan hanya untuk urusan mencuci pakaian dalam. Sungguh Marina tak habis pikir.
20 menit kemudian mereka semakin dekat ke lokasi tujuan, dan tanpa diduga pula, matic tua milik Yosh kehabisan bahan bakar, hingga tak lama kemudian motor itu pun berhenti total.
“Kenapa berhenti, Yosh?”
“Gawat, Bude. Bensin habis, tadi lupa isi ulang karena Kita buru-buru.” Tanpa pikir panjang, Marina turun dari motor.
“Ya sudah Bude jalan saja sampai kedalam, biar Diana yang bawa Gwen ke lobi.” Marina langsung berjalan setengah berlari, ia juga lupa melepas helm yang bertengger di kepalanya.
“Bude, helmnya!!” pekik Yosh, namun Marina tak lagi dengar apapun, pikirannya hanya tertuju pada cucunya yang saat ini tengah membuat Diana repot.
Jarak gerbang dan lobi perusahaan tak terlalu jauh, namun butuh waktu 10 menit bagi Marina karena Marina berjalan kaki. Hingga setibanya di lobi, ia sudah disambut dengan tatapan kemarahan dari Diana.
“Nenek…” seru Gwen senang, manakala melihat kedatangan Marina. Sementara Diana segera membawa mamanya menepi dari keramaian orang yang berlalu lalang di lobi.
“Mama, kenapa terlambat?!”
“Motornya Yosh kehabisan bahan bakar, dan … “
“Banyak alasan, kan di rumah ada mobil, sengaja banget mau ngerepotin orang lain,” tuding Marina.
“Bukan ngerepotin, tapi Mama tak bisa mengemudi.”
“Memang Mama repot apa? Di rumah juga menganggur, belajar dong! kayak yang sibuk bekerja aja.”
Marina terdiam, memang ia tak bekerja kantoran seperti suami dan anak-anaknya, tapi ia selalu berusaha total mengurus keluarganya tanpa bantuan siapapun. Jadi waktunya pun terkuras habis untuk mengurus rumah dan segala macam pernak-perniknya. Ditambah sejak kehadiran Gwen, dirinya kembali mendapat beban pekerjaan tambahan.
“Ini juga, kenapa Mama masih pakai baju ini?! Sudah pudar warnanya, bahkan di bagian bawah sudah belel seperti pakaian buruh pabrik. Kan Aku sudah belikan pakaian baru, tas baru, dan perlengkapan baru. Lagi-lagi pakai pakaian ini, Mama tuh gak menghargai pemberianku? Jika Mama berpenampilan seperti ini, apa kata atasanku? posisi dan jabatan Aku di Firma ini dipertaruhkan! Aku malu, Ma, malu!”
Pendukungmu gak kaleng kaleng.
bnr jodoh tak kan kemana.
nanti ke hati bapak kok.hehehehehehe
mungkin nanti malam wa nya di balas sebelum bobok,biar tuan gusman tambah galau sampai kebawa mimpi🤣
bawang jahatna ya si Sonia
aku ngakak bukan cuma senyum2