NovelToon NovelToon
Magang Di Hati Bos Muda

Magang Di Hati Bos Muda

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Keluarga / Teen School/College / CEO / Romansa
Popularitas:10
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

Satu kesalahan di lantai lima puluh memaksa Kirana menyerahkan kebebasannya. Demi menyelamatkan pekerjaan ayahnya, gadis berseragam putih-abu-abu itu harus tunduk pada perintah Arkan, sang pemimpin perusahaan yang sangat angkuh.
​"Mulai malam ini, kamu adalah milik saya," bisik Arkan dengan nada yang dingin.
​Terjebak dalam kontrak pelayan pribadi, Kirana perlahan menemukan rahasia gelap tentang utang nyawa yang mengikat keluarga mereka. Di balik kemewahan menara tinggi, sebuah permainan takdir yang berbahaya baru saja dimulai. Antara benci yang mendalam dan getaran yang tak terduga, Kirana harus memilih antara harga diri atau mengikuti kata hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17: Tamu dari Masa Lalu

Mobil pengangkut jenazah itu mendadak berhenti tepat di tengah jembatan yang melintasi sungai berarus sangat deras. Kirana menempelkan wajahnya ke kaca jendela mobil Arkananta dengan mata yang terbelalak sempurna seolah sedang melihat malaikat pencabut nyawa. Sosok pria yang sangat mirip dengan ayahnya itu melambaikan tangan dengan gerakan yang sangat pelan sebelum mobil jenazah itu melesat kembali menembus kabut pagi yang sangat tebal.

"Tuan! Itu ayah saya! Saya bersumpah pria di dalam mobil jenazah itu memiliki wajah yang sama persis dengan ayah saya!" teriak Kirana sambil menarik-narik lengan jas Arkananta dengan sangat histeris.

Arkananta segera menginjak pedal gas sedalam mungkin hingga mesin mobil mewah itu menderu sangat kencang dan membelah rintik-rintik hujan yang masih tersisa. Ia tidak memedulikan aturan lalu lintas dan terus mengejar bayangan lampu belakang mobil jenazah yang tampak semakin menjauh ke arah pinggiran kota. Rahang Arkananta mengeras sekeras baja, sementara jemarinya mencengkeram kemudi hingga buku-buku jarinya memutih pasi karena gejolak emosi yang sangat hebat.

"Jika benar itu adalah ayahmu, berarti permaianan kotor ini baru saja dimulai kembali dengan babak yang jauh lebih berbahaya," ujar Arkananta dengan nada suara yang sangat dingin dan penuh dengan kewaspadaan.

Kirana merasakan jantungnya berdegup dua kali lebih cepat hingga dadanya terasa sangat sesak dan nyeri yang luar biasa. Ia terus memikirkan bagaimana mungkin ayahnya yang dinyatakan hilang secara misterius tiba-tiba muncul di dalam kendaraan pengangkut mayat dengan senyuman yang sangat mengerikan. Keheningan di dalam mobil itu hanya dipecahkan oleh suara sapuan pembersih kaca yang bergerak ke kiri dan ke kanan dengan irama yang sangat beraturan.

"Siapa sebenarnya pria yang selama ini saya panggil ayah, Tuan Arkan?" tanya Kirana dengan suara yang sangat parau dan penuh dengan sapaan yang bergetar hebat.

Arkananta tidak segera menjawab, ia justru berbelok tajam ke sebuah jalan setapak yang dipenuhi oleh pohon-pohon peneduh yang rimbun dan gelap. Mobil jenazah itu menghilang di balik gerbang sebuah pemakaman tua yang dinding-dinding batunya sudah ditumbuhi oleh lumut hijau yang sangat tebal. Arkananta menghentikan mobilnya beberapa meter dari gerbang tersebut dan segera mematikan lampu utama agar keberadaan mereka tidak mudah terdeteksi oleh musuh.

"Turunlah dengan sangat hati-hati, jangan membuat suara sekecil apa pun yang bisa memancing perhatian penjaga di sana," bisik Arkananta sambil mengambil sebuah senter kecil dari laci mobil.

Kirana melangkah keluar dengan tubuh yang menggigil hebat, merasakan hawa dingin yang merayap masuk melalui pori-pori kulitnya yang masih lembap. Ia mengikuti langkah Arkananta yang bergerak sangat tangkas di antara nisan-nisan tua yang tampak sangat angker tertimpa cahaya bulan yang temaram. Mereka sampai di sebuah liang lahat yang baru saja digali, namun tidak ada peti mati atau mayat yang diletakkan di dalam lubang tanah yang sangat gelap itu.

"Di mana mereka? Saya tadi melihat mobil itu masuk ke arah sini dengan sangat jelas!" seru Kirana sambil mencari-cari keberadaan mobil jenazah yang tadi mereka kejar.

Arkananta berjongkok di pinggiran liang lahat dan mengarahkan cahaya senternya ke dasar lubang yang dipenuhi oleh tanah merah yang masih basah. Ia menemukan sebuah kancing jas berwarna emas yang sangat identik dengan kancing pada jas mewah milik ayahnya yang hilang sepuluh tahun yang lalu. Mata Arkananta memerah seketika, ia menyadari bahwa liang lahat ini bukanlah tempat untuk mengubur orang mati, melainkan sebuah pintu masuk rahasia menuju markas bawah tanah lainnya.

"Lihat ini, Kirana. Kancing ini adalah bukti bahwa seseorang sedang mencoba membangkitkan kembali hantu-hantu dari masa lalu keluarga kita," ucap Arkananta sambil menunjukkan kancing tersebut kepada Kirana.

Kirana meraih kancing emas itu dengan tangan yang gemetar, merasakan dinginnya logam tersebut seolah sedang menyentuh kepingan nyawa yang sudah lama hilang. Tiba-tiba, suara tawa yang sangat melengking terdengar dari arah balik pohon beringin besar yang letaknya tidak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini. Seorang pria dengan pakaian serba hitam muncul dengan perlahan, memegang sebuah foto lama yang sudah sangat kusam dan robek di bagian pinggirannya.

"Selamat datang di tempat peristirahatan terakhir bagi rahasia-rahasia busuk keluarga Dirgantara, keponakanku yang tersayang," sapa pria itu dengan nada yang sangat meremehkan.

Arkananta segera menarik Kirana ke belakang tubuhnya, bersiaga dengan posisi bertarung yang sangat profesional dan penuh dengan perhitungan yang matang. Pria itu ternyata bukan ayah Kirana, melainkan saudara kembar ayahnya yang selama ini dianggap sudah meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan kapal laut. Kirana merasa dunianya seolah kembali berputar-putar tidak menentu saat melihat kemiripan wajah pria itu dengan ayahnya yang sangat luar biasa.

"Paman Baskara? Bagaimana mungkin Anda masih hidup setelah apa yang terjadi di selat utara sepuluh tahun yang lalu?" tanya Arkananta dengan rahang yang sangat kaku.

Paman Baskara tertawa terbahak-bahak, suara tawanya memecah kesunyian pemakaman tua itu hingga membuat beberapa burung malam terbang menjauh dengan ketakutan. Ia melangkah maju dengan sebuah tongkat penyangga yang terbuat dari kayu jati berukir kepala naga yang tampak sangat mahal dan berwibawa. Matanya yang tajam menatap Kirana dengan pandangan yang penuh dengan rasa haus akan pembalasan dendam yang belum tuntas.

"Kematian hanyalah sebuah cara bagi saya untuk mengamati bagaimana kalian menghancurkan satu sama lain demi harta warisan yang tidak seberapa itu," sahut Paman Baskara dengan nada yang penuh dengan racun kebencian.

Kirana merasa sangat muak dengan segala permainan identitas yang terus-menerus terjadi di sekelilingnya sejak ia masuk ke dalam lingkaran keluarga Arkananta. Ia ingin berlari sejauh-jauhnya, namun kakinya seolah sudah terpaku di atas tanah merah yang sangat dingin dan berbau harum bunga kamboja tersebut. Arkananta menggenggam tangan Kirana dengan sangat erat, memberikan sedikit kekuatan bagi gadis itu agar tidak terjatuh pingsan karena tekanan mental yang sangat berat.

"Apa yang Anda inginkan dari Kirana? Dia tidak ada hubungannya dengan dosa-dosa yang dilakukan oleh orang-orang tua kita di masa lalu!" teriak Arkananta dengan penuh amarah.

Paman Baskara berhenti tertawa dan menatap Arkananta dengan ekspresi yang sangat datar namun mengandung ancaman yang bisa membuat nyawa seseorang melayang seketika. Ia mengeluarkan sebuah pemantik api dan membakar foto lama di tangannya, membiarkan abunya terbang tertiup angin malam yang sangat kencang. Kirana melihat ada sebuah kesedihan yang sangat mendalam di balik mata pria tua yang tampak sangat jahat dan licik tersebut.

"Kirana adalah satu-satunya saksi yang melihat di mana ayahmu menyembunyikan kunci brankas utama sebelum ia benar-benar menghilang selamanya," ujar Paman Baskara dengan bisikan yang sangat tajam.

Kirana tertegun, ia mencoba mengingat-ingat setiap kenangan kecil di masa kecilnya, namun semuanya tampak sangat kabur dan tertutup oleh kabut putih yang tebal. Arkananta menyadari bahwa keselamatan Kirana kini sedang berada di ujung tanduk karena ia telah menjadi incaran utama bagi orang-orang yang haus akan kekuasaan. Tanpa peringatan apa pun, beberapa orang bersenjata lengkap mulai muncul dari balik nisan-nisan tua dan mengepung posisi mereka berdua.

"Bawa gadis itu kepada saya, dan biarkan keponakan saya yang sombong ini menyaksikan bagaimana menara perusahaannya runtuh menjadi debu malam ini juga!" perintah Paman Baskara kepada anak buahnya.

Arkananta tidak tinggal diam, ia segera melakukan serangan kejutan dengan menendang senter di tangannya ke arah mata salah satu pengepung hingga orang itu berteriak kesakitan. Ia menarik Kirana menuju mobil mereka dengan gerakan yang sangat cepat di tengah hujanan peluru yang mulai menghantam nisan-nisan batu di sekeliling mereka. Kirana berteriak histeris saat melihat sebuah peluru menyerempet lengan baju Arkananta hingga mengeluarkan cairan merah yang sangat kental.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!