NovelToon NovelToon
JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Gangster / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: julius caezar

Lahir dari pasangan milyuner Amerika-Perancis, Jeane Isabelle Richmond memiliki semua yang didambakan wanita di seluruh dunia. Dikaruniai wajah cantik, tubuh yang sempurna serta kekayaan orang tuanya membuat Jeane selalu memperoleh apa yang diinginkannya dalam hidup. Tapi dia justru mendambakan cinta seorang pria yang diluar jangkauannya. Dan diluar nalarnya.
Nun jauh di sana adalah Baltasar, seorang lelaki yang kenyang dengan pergulatan hidup, pelanggar hukum, pemimpin para gangster dan penuh kekerasan namun penuh karisma. Lelaki yang bagaikan seekor singa muda yang perkasa dan menguasai belantara, telah menyandera Jeane demi memperoleh uang tebusan. Lelaki yang mau menukarkan Jeane untuk memperoleh harta.

Catatan. Cerita ini berlatar belakang tahun 1900-an dan hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat hanya merupakan sebuah kebetulan. Demikian juga mohon dimaklumi bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian tempat dengan keadaan yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 1

Gelang gelang emas ditangannya berbunyi gemerincing ketika Jeane Richmond menutup pintu mobil Bugatti bewarna hitam itu. Ia meninggalkan mobilnya dan berjalan menuju hotel tempat kekasihnya, Edgar Beaufort bekerja.

    Tidak ada angin bertiup. Di seberang bangunan hotel yang menjulang tinggi itu, permukaan air sungai Seine tampak tenang bagaikan kaca. Matahari Paris sedang turun, meninggalkan suatu jalur panjang dan kekuning kuningan di atas permukaan air itu. Udara sore bulan Maret terasa sejuk pada pipi Jeane.

    Mata Jeane yang bewarna hijau melempar pandang sekilas pada jam di pergelangan tangannya. Hampir pukul lima sore. Lagi lagi terlambat, pikirnya. Bahu Jeane naik dalam suatu angkatan tipikal yang seolah olah berkata 'aku-tidak-perduli,' yang mengungkapkan pula suatu kenyataan bahwa ia biasa menyuruh orang lain menunggu dan melayani dirinya.

    Jeane tidak mau mengakui bahwa dirinya terlalu dimanja, sekalipun ia juga membenarkan, bahwa sebagai anak satu satunya, orang tuanya sangat menyayangi dirinya.

    Lain halnya dengan Edgar. Jeane tidak berhasil membuat Edgar menuruti segala keinginannya. Itulah mungkin sebabnya ia begitu terpukau oleh Edgar. Dan kini pastilah Edgar akan marah kepadanya karena datang terlambat. Namun, Jeane juga yakin dia akan mampu membuat Edgar melupakan kejengkelannya.

    Memikirkan hal itu, sebuah senyuman penuh rahasia mengembang pada bibir Jeane.

    Jeane hampir tiba di pintu masuk hotel ketika ia melihat Edgar sedang berdiri di sisi gedung dengan seorang anggota staf lain dari hotel itu. Sorot mata coklat Edgar penuh teguran ketika bertemu dengan pandangan mata Jeane. Edgar pasti telah melihatnya menyeberangi tempat parkir mobil menuju pintu hotel, namun tidak memanggilnya. Seandainya Jeane tidak melihat Edgar berdiri di situ, tentu Edgar akan membiarkannya membuang buang beberapa menit berharga untuk mencari Edgar di dalam gedung. Sekedar semacam hukuman atas keterlambatan Jeane datang ke hotel itu.

    Sambil berdiri di dekat pintu, Jeane memandang pria itu. Nafasnya tertahan di tenggorokan. Rambut pirang pria itu jatuh di atas dahinya tanpa diperdulikan. Garis garis tampan wajah pria itu kelihatan menyolok. Sentuhan keangkuhan tampak pula pada garis rahang pria itu. Jangkung dan berotot bagus, penampilan Edgar itu pastilah membuat jantung setiap gadis berdebar lebih keras. Seragam hotel yang dikenakan, juga menguatkan kesan kejantanan yang ditimbulkan oleh pria itu.

    Setiap kali Jeane melihat Edgar, reaksinya selalu sama. Pertama tama adalah kejutan bahwa ia sempat lupa betapa tampan pria itu dan kemudian disusul oleh suatu perasaan bersalah bahwa ia telah membuat pria itu menunggu dirinya datang. Sekalipun keterlambatan itu bukanlah hal yang ia sengaja.

    Bibir Jeane terbuka, membentuk sebuah senyuman mempesona.

    "Maafkan aku datang terlambat, honey," suara Jeane rendah dan hangat, bertujuan meredakan kejengkelan pria itu.

    Edgar Beaufort tidak membalas senyum Jeane. Ia menganggukkan kepala pada rekan kerjanya dan memegang tangan Jeane dalam suatu cengkeraman keras. Jeane menahan napas merasakan kenyerian, ketika pria itu menyeretnya ke sisi gedung.

    "Ed, kau menyakiti tanganku," Jeane memprotes ketika mereka berhenti.Edgar melepaskan pegangannya.

    "Aku tidak suka disuruh menunggu," kata Edgar dengan geram, sesaat sebelum mulutnya bergerak penuh nafsu mencium bibir Jeane.

    Ciuman itu merupakan suatu perpaduan dari hukuman dan kekuasaan. Jeane melawan usaha untuk menguasai dirinya, sekalipun ia juga terpengaruh oleh gairah pria itu. Ke dua lengan Edgar mengencangkan pelukan, menindas pemberontakan dan nafsunya menjalar kepada Jeane. Ditaklukkan dengan cara demikian, Jeane mendongakkan kepala dan membiarkan mulut Edgar menjelajahi lehernya.

    "Aku minta maaf," Jeane berkata lirih, matanya dipejamkan, ketika ia merasa seluruh anggota badannya terasa lemas. "Aku tidak sengaja."

    "Kau selalu berkata demikian," Edgar menggerutu. sambil menggigit cuping telinga Jeane.

    Jari jari tangan Jeane menyelusup ke bawah jaket yang tidak dikancingkan oleh pria itu, dan lengannya merangkul pria itu, merasakan kehangatan tubuh dan otot otot bahu dan punggung Edgar. Sedangkan ke dua tangan Edgar bergerak di atas pinggang dan pinggul Jeane, merapatkan tubuh wanita itu pada tubuhnya sendiri.

    Bau pria itu memabukkan bagi Jeane, ia menghirupnya dalam dalam, lalu berseru, " Aku diminta tinggal sebentar seusai kuliah terakhir, dan waktu berjalan cepat tanpa kusadari."

    Edgar mengangkat kepalanya. "Dosen yang mana lagi kali ini? Tapi memang tidak menjadi soal karena kau kesayangan semua dosen," Edgar berkata dengan suara mengejek.

    "Tadi yang menahanku adalah prof. Isaac," Jeane tidak menghiraukan sindiran Edgar. "Ia memberikan beberapa saran mengenai uraian yang kubuat untuk tema semester ini."

    "Aku kau suruh menunggu sementara kau bercakap cakap dengan si tua bangka itu,"  tuduh Edgar.

    "Sudah kukatakan kepadamu bahwa aku meminta maaf."

    "Mungkin harus kita uji sejauh mana kau benar benar menyesal," Edgar berkata, kilatan nafsu menyala di matanya yang coklat itu.

    Dengan tertawa, Jeane menarik ke dua tangannya yang merangkul tubuh pria itu, membiarkan ke dua tangannya di atas dada pria itu sehingga ada jarak di antara tubuh mereka. Ia dapat merasakan debar jantung yang kuat dari pria di depannya itu di bawah jari jari tangannya.

    "Tetapi  kau harus bertugas dalam beberapa menit lagi," kata Jeane, menyadari bahwa ia tidak mengatakan 'tidak' secara tegas kepada Edgar.

    "Ya," kata Edgar membenarkan sambil menundukkan kepala dan mulutnya kembali mencium bibir berlengkung sensual itu. "Dan bercumbu denganmu adalah sesuatu yang tidak ingin kulakukan dengan tergesa gesa."

    Pipi Jeane merona merah. Bukan karena malu. Tapi lebih karena godaan dan ketakutan untuk menjelajahi hal yang belum dikenalnya.

    "Tapi aku bisa saja masuk agak terlambat," Edgar menambahkan.

    "Jangan," tetapi Jeane sendiri tidak bisa memastikan sebenarnya apakah yang ditolaknya itu.

    Mulut Edgar terus menari nari di atas bibir kekasihnya. Jeane yang sudah mulai bereaksi atas ciuman Edgar membenamkan jari jarinya ke dalam rambut keemasan milik pria itu dan menarik kepalanya untuk lebih menunduk lagi.

    Inisitif itu langsung diambil alih oleh Edgar. Sementara Jeane merasa mulai terbakar dalam apinya sendiri.

    "Ed, ayoo!" sebuah suara memanggil tidak sabaran. "Sudah jam lima lebih ini."

    Dengan mendadak Edgar menyudahi ciumannya. "Oke, sebentar lagi aku akan masuk. Tolong katakan pada bos bahwa aku sedang membantu seseorang yang bermasalah dengan mobilnya."

    "Aku akan coba mencari alasan untukmu," sambung suara temannya lagi. "Kau boleh panggil aku kalau memerlukan bantuan."

    "Aku tidak akan memerlukan bantuan," jawab Edgar dengan tawa angkuh.

    Langkah langkah kaki itu segera menjauh dari belakang mereka. Merasa jengah, Jeane meronta dan melepaskan diri dari pelukan Edgar. Tapi kakinya lemas  akibat nafsu bergelora yang dinyalakan oleh pria itu. Jeane berdiri membelakangi ketika pria itu mendekat lagi dan meletakkan ke dua tangan dengan akrabnya di atas pinggang rampingnya.

    Hangatnya nafas pria itu menggerakkan rambut Jeane. Tubuh Jeane menegang walaupun dirasakannya suatu rasa nyeri di ulu hatinnya akibat ketidak puasan. Sentuhan ringan ke dua tangan Edgar seakan akan membakar dan menembus bahan pakaiannya hingga terasa pada seluruh kulit tubuhnya.

1
Atikah'na Anggit
kok keane...
julius: Barusan sudah diperbaiki kak. thx
julius: waduh... salah ketik. Mohon maaf ya kak? Terima kasih koreksinya, nanti segera diperbaiki 👌
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!