Akibat kenakalan dari Raya dan selalu berbuat onar saat masih sekolah membuat kedua orangtuanya memasukkan Raya ke ponpes. setelah lulus sekolah.
Tiba disana, bukannya jadi santri seperti pada umumnya malah dijadikan istri kedua secara dadakan. Hal itu membuat orangtua Raya marah. Lalu apakah Raya benar-benar memilih atau menolak tawaran seperti orangtuanya?
Tingkah laku Raya yang bikin elus dada membuat Arsyad harus memiliki stok kesabaran yang banyak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkberryss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah ajakan dadakan
"Pokoknya kamu harus mondok di tempat itu, Raya! Papa nggak mau tahu kamu kali ini harus nurut sama kami sebagai orang tua!" ucapnya keras dengan nada tegas papa dari Raya, namanya Burhan.
Raya yang sedang dibuat kesal oleh papanya tidak tahu harus bagaimana karena memang keputusan finalnya seperti ini. Mamanya hanya bisa menghela napasnya, ia menghampiri Raya yang duduk diatas ranjangnya. Mengelus-elus punggung Raya, mencoba menenangkan sang putri semata wayangnya.
"Raya sayang, anak mama yang paling cantik sendiri. Kali ini nurut ya nanti pasti kami sambang sebulan sekali kok, jadi kamu nggak perlu khawatir," Raya membelikan, sebulan sekali? Tidak. Sepertinya Raya tidak suka akan hal itu.
"Kenapa hanya sebulan sekali? Kenapa bukan seminggu sekali saja, Ma!"
"Ya sudah, nanti papa sama mama akan sering-sering ke sana buat jenguk. Sekarang barang-barang kamu sudah siap kan tidak ada yang tertinggal?" Raya hanya jawab dengan anggukan saja.
"Kamu nggak pakai hijab, Ray?" tanya mama Raya, namanya Diana.
"Ma, Raya nggak mau pakai. Titik!" Mama dan papa Raya hanya diam saja membiarkan putrinya begitu, karena kalau dipaksa lagi entah apa yang akan putri mereka buat.
"Ya sudah nggak papa. Ayo turun biar papa bantuin bawa koper kamu."
Akhirnya setelah drama yang dibuat Raya selesai dan dia dengan berat hati menurut kepada kedua orangtuanya, lalu mereka masuk ke dalam mobil dan berangkat menuju ponpes Darussalam. Sesampainya di sana mereka turun dan di sambut hangat oleh pak kyai dan Bu nyai.
"Mari Burhan, silakan masuk ke dalam," mereka berjabat tangan lalu masuk ke ruang tamu, tenyata anak-anak kyai sedang berkumpul juga.
"Mari duduk," Bu nyai Sofiyah mempersilakan Diana dan Burhan duduk di sofa. Mereka mengobrol sebentar untuk memperkenalkan puteri yang akan dititipkan disini, sebelumnya kyai yang bernama Umar sudah diberitahu oleh Burhan lewat telepon.
Papanya Raya sudah mengenal siapa itu kyai Umar karena dulu berteman dengan papanya Burhan, kakek dari Raya. Akibat dari kenakalan masa remaja Raya yang diluar batas, mau tak mau mereka menitipkan putrinya ke ponpes itu.
Pak kyai Umar dan Bu nyai Sofiyah punya dua anak, mereka semua laki-laki, anak pertama sudah berumur 45 tahun bernama Malik dan istrinya Inayah dikaruniai dua anak perempuan semua, anak pertamanya baru saja menikah dua bulan yang lalu. Sedangkan yang kedua berumur 40 tahun, dan dia adalah Arsyad, istrinya bernama Sarah.
Tak lama, menantu pertama, Ning Inayah datang membawa nampan berisi minuman untuk diletakkan di atas meja. Tak lupa membawa makanan ringan.
"Silakan diminum, dicoba juga makanannya itu saya yang buat sendiri," katanya sambil tersenyum hangat, Diana menanggapinya dengan senyum balik dan meminum sedikit teh hangat yang tersaji.
Pak kyai tak lupa memperkenalkan anak dan juga menantu mereka. Semuanya tak terlewatkan. Raya yang bosan pun menguap dan tertidur, namun tak lama ditegur oleh papanya.
"Raya! Astaga anak itu. Mohon maaf atas sikap anak saya yang kurang sopan," katanya sambil menahan malu. Baik pak kyai maupun Bu nyai tak masalah, karena mereka sudah tahu bagaimana Raya sebenarnya telah diceritakan oleh Burhan.
"Nggak papa, maklum mungkin semalam tidurnya telat pak Burhan," sahut Bu nyai dengan tutur kata yang halus.
Raya yang mendapat cubitan pelan dari mamanya pun melebarkan mata langsung. Dia melihat kearah semua orang dan nyengir memperlihatkan gigi rapihnya.
"Aduh maaf banget ya gue ngantuk soalnya, nggak ada bantal ya? Gue pengen tidur sebentar saja," ucapan Raya sontak membuat orangtuanya melotot tak percaya.
Bu nyai dampak kyai terkekeh melihatnya, Ning Inayah tersenyum dan membawa bantal sofa untuk Raya.
"Jangan Ning, kenapa malah nurutin permintaan Raya, biarkan saja suruh siapa malam-malam begadang nonton film," ucap Diana.
"Nggak papa biar ditaruh di pangkuannya,"
"Tujuan kami kesini mau menitipkan putri kami supaya menjadi anak yang penurut dan bertingkah laku yang baik. Dia baru saja lulus SMA, umurnya mau menginjak 19 tahun bulan depan. Jadi harap maklum jika nanti anak saya berbuat onar atau kelakuan buruk, harap di bimbing dengan baik," ucap panjang lebar Burhan menatap kepada pak Umar dan Bu Sofiyah.
Pak Umar mengangguk dia menatap istrinya sebentar lalu menatap Burhan kembali,"Pasti kami akan membuat Raya menjadi pribadi lebih baik lagi secara perlahan, kami juga tidak punya anak perempuan jadi pasti kami akan senang akan kedatangan nak Raya kemari, dan kami janji akan menjaga dan merawat dengan baik, Burhan," kedua orangtua Raya bernapas lega. Mereka akan sangat beruntung jikalau Raya disini benar-benar merubah sikapnya yang semula nakal menjadi baik walau tidak secara cepat.
"Oh iya bagaimana kabarnya Ardi?" Ardi adalah kakeknya Raya, ayah dari Burhan, papanya.
Dulu berteman dekat dari masa sekolah tingkat akhir, lalu berpisah karena Umar mengenyam pendidikan di Mesir, sedangkan Ardi di Australia. Sama-sama mempunyai mimpi untuk cita-citanya yang ternyata terwujud. Pak Umar bisa meneruskan abahnya untuk pesantren ini, sedangkan pak Ardi meneruskan bisnis keluarga.
"Alhamdulillah ayah saya baik. Beliau masih di desa bersama ibu, katanya betah disana karena membuatnya nyaman. Sudah dua bulan mereka menetap, kemungkinan balik masih bulan depan ke rumahnya,"
Pak Umar manggut-manggut, rasanya ingin sekali bertemu dengan sahabat lamanya, berpelukan menyalurkan rasa rindu. "Kapan-kapan ajaklah kesini, sudah lama kami tidak bertemu," katanya sambil terkekeh.
"Iya pak Umar, nanti akan saya sampaikan."
Mereka semua asyik mendengar obrolan yang berlangsung itu. Raya hanya menatap dengan rasa penat karena hanya diam saja dari tadi hingga beberapa kali menguap.
"Ya sudah kalau begitu, silakan dulu dinikmati lagi suguhannya. Ini ada kurma dari Arab, minggu lalu putraku Malik baru saja umroh," pak Umar mendekatkan piring berisi beberapa buah kurma yang tersaji. Burhan pun mengambil satu dan memakannya begitu juga dengan Diana.
"Bareng sama istrinya, pak Umar?" Tanya Diana.
"Tidak karena dia mendampingi jamaah disuruh sama ustadz Furqon untuk ikut sekalian karena mumpung Malik sudah berpengalaman," mereka mengangguk.
"Gue kebelet nih boleh tunjukkin toiletnya?" Tiba-tiba raya berkata hal tersebut membuat orang tuanya menegur secara halus.
"Bicara yang halus Raya, jangan pakai bahasa kayak ke temen-temen kamu!" Tegur Burhan sedangkan Diana hanya bisa menahan malu.
"Tidak apa-apa, jangan begitu nak Burhan. Biar diantar sama Inayah ke belakang," ucap Bu Sofiyah, lalu Ning Inayah langsung saja mengantar Raya ke belakang.
"Maafkan kata-kata kurang sopan tadi ya Pak Umar Bu Sofiyah," Diana berkata dengan pelan.
Sedangkan mereka berdua hanya tersenyum memaklumi saja karena memang remaja seusia Raya sedang mencari jati diri mereka yang sebenarnya dan harus dibimbing juga supaya jalannya benar.
"Permisi boleh saya bicara?" Sarah memecah obrolan mereka.
Atensi mereka menuju ke Sarah yang sedang duduk disamping Inayah tadi.
"Iya, ada apa Sarah?" Tanya Bu Sofiyah.
"Begini, sebelumnya pernah kami bicarakan terkait suami saya Arsyad yang akan menikah lagi, dia setuju-setuju saja, kita juga pernah berdiskusi kan umi abi?" Bu Sofiyah hanya diam begitu juga dengan pak Umar. Sedangkan Burhan dan Diana bingung kemana arah pembicaraan ini?
"Minggu lalu juga sempat kita semua bicarakan disini terkait Gus Arsyad yang mau menikah kembali supaya punya anak. Dan saya sekarang punya jawaban yang tepat dengan menjadikan Raya sebagai istri kedua Gus Arsyad," ucapan Sarah membuat kedua orangtua Raya kaget, baru saja mau berkata namun cepat disela oleh Raya yang baru dari toilet.
"Maksud lo gue?!"
Mereka semua menatap sumber suara berasal. Raya sudah balik bersama Inayah. Raya langsung mendekat ke arah Sarah dan melakukan hal yang tak terduga. Tiba-tiba dia menarik kerudung yang dipakainya.
"Raya!" Teriak Diana. Burhan kaget dengan aksi anaknya itu, tidak! Bukan hanya Burhan tapi semua yang ada di sana langsung berdiri.
"Enak aja lo sesuka hati ngomong begitu. Lo mikir nggak sih sebelum ngomong, hah?" Dengan emosi Raya kembali menarik kerudung Sarah hingga Diana langsung memeluk putrinya supaya berhenti.
"Maaf, tapi saya mohon bersedia lah," Sarah masih tetap kekeuh dengan pendiriannya. Ia yakin karena menilai Raya gadis yang tak seperti lainnya, nanti juga Raya tidak betah dan akan meminta cerai juga setelah mengandung pikirnya Sarah.
"Nak Burhan anda tenang dulu, duduk dan ini minumlah," pak Umar memberikan minum dalam gelas.
"Bagaimana bisa tenang begini pak Umar? Putri saya mau saya titipkan supaya dapat pendidikan dengan baik disini malah disuruh jadi istri kedua bahkan yang menyuruh pun istrinya sendiri!" Dia memijit kepalanya yang terasa pusing dan syok akibat perkataan Sarah.
"Heh lo awas aja ya lo gue beri peringatan! Ingat urusan kita belum selesai!" Ucap Raya sambil menunjuk ke muka Sarah yang sedikit ketakutan akibat ulahnya.
Arsyad hanya bisa menghela napasnya ketika melihat ini semua, sesuai dugaannya bakal terjadi sesuatu. Melihat Sarah tadi yang diamuk Raya, dia hanya bisa berdiam diri mematung. Malik menepuk pelan pundak adiknya itu agar tenang sedikit.
"Tapi putri saya masih terlalu muda untuk menikah apalagi tujuan kami kesini untuk menitipkan putri semata wayang untuk dididik agar berubah jadi lebih baik. Sejujurnya saya sebagai mamanya sangat menolak karena belum waktunya," kata Diana dengan mata berkaca-kaca.
"Saya tidak tahu pak Umar. Menantu anda sangat tidak tahu diri, apa dia habis minum obat hingga berkata ngelantur seperti tadi? Bagaimana bisa kami tiba kesini dengan tujuan baik malah dikasih kejutan tak terduga dengan menjadikan anak saya istri kedua? Saya tidak rela. Putri saya satu-satunya menjadi yang kedua!" Ucap Burhan menggebu-gebu.
"Saya tahu nak, saya juga terkejut. Sebelumnya memang sudah diskusi sekeluarga namun saya juga tidak tahu kalau dia memilih secara langsung orangnya dan ternyata pada Raya pilihannya," yang dimaksud pak Umar disini adalah Sarah, dia sendiri yang memilih secara tiba-tiba.
"Maafkan kami nak Burhan Diana. Saya beneran tidak tahu akan terjadi hal demikian," Bu Sofiyah turut sedih dan hampir menangis.
"Pa mending kita bawa balik pulang Raya. Rasanya tidak tenang kalau begini," Diana menyentuh tangan suaminya.
"Kalau begitu kami pamit, pak Umar Bu Sofiyah." Kepergian kedua orangtua Raya membuat pak Umar dan Bu Sofiyah tak tega, ia lantas memanggil kembali namun tak dipedulikan.
Namun ucapan lantang membuat mereka berhenti sejenak.
"Oke Raya terima! Raya bakal jadi istri Gus Arsyad!"
"RAYA!"