NovelToon NovelToon
Kapten Merlin Sang Penakluk

Kapten Merlin Sang Penakluk

Status: sedang berlangsung
Genre:Action
Popularitas:297
Nilai: 5
Nama Author: aldi malin

seorang kapten polisi yang memberantas kejahatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aldi malin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

luka lama cinta lama

Kapten Merlin datang ke lokasi yang disebutkan oleh Pak Jaka dan Rendi. Ia mengenakan jaket hitam dan masker, menyamar agar tak menarik perhatian. Beberapa anggota tim ikut bersamanya, menyisir sekitar minimarket dan gang kecil di belakangnya.

Namun, setelah hampir dua jam pencarian dan pengecekan CCTV, hasilnya nihil.

“Dia seperti hantu,” gumam salah satu anggota. “Masuk ke mobil hitam, lalu hilang tanpa arah pasti.”

Merlin menghela napas panjang. “Frenki... kenapa kamu kembali sekarang?”

Ia menatap Rendi dan Pak Jaka yang masih menunggu di dekat pangkalan.

“Maaf, Kapten. Tadi dia benar-benar ada di situ,” kata Rendi sedikit khawatir.

Merlin menepuk pundaknya. “Kalian gak salah. Aku percaya kalian. Kadang yang seperti dia... memang tahu cara hilang tanpa jejak.”

Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan membuat grup kecil berisi dirinya, Pak Jaka, dan Rendi.

> Merlin: “Kalau kalian lihat dia lagi, sekecil apapun informasinya, langsung lapor ke grup ini. Bisa jadi dia dikirim buat mengawasi kita... atau lebih buruk: mengincar seseorang.”

Pak Jaka mengangguk. “Kami siap, Kapten. Frenki gak boleh lenggang jalan di kota ini lagi.”

Merlin memandang langit yang mulai gelap. “Pertanda buruk kalau bayangan lama mulai muncul lagi. Ini pasti ada hubungannya dengan Chen... atau si Bayangan.”

Pagi itu, suasana Bandara Soekarno-Hatta ramai seperti biasa. Tapi di antara kerumunan, Kapten Merlin berdiri dengan senyum yang tak bisa disembunyikan. Perutnya yang mulai membesar membuat langkahnya pelan, tapi semangatnya tak surut sedikit pun.

Di sampingnya, Reno berdiri tenang, tangan di saku, memperhatikan sekeliling. “Gimana, Kapten? Deg-degan ya?”

Merlin tertawa kecil. “Gila aja kalau nggak deg-degan. Udah dua bulan gak ketemu, Ren. Walau tiap malam video call, tapi tetap beda rasanya.”

Reno mengangguk. “Tenang aja. Dika pasti makin keren sekarang. Jadi agen resmi Interpol, pasti banyak cerita baru.”

Tiba-tiba, pengeras suara bandara mengumumkan kedatangan penerbangan dari Singapura. Merlin langsung menegakkan tubuhnya, menatap ke arah pintu kedatangan.

Dan... di sanalah dia. Dika berjalan dengan ransel dan map Interpol di tangan. Rambutnya sedikit lebih pendek, wajahnya lebih tegas. Tapi senyum hangatnya tetap sama—senyum yang selama ini Merlin rindukan.

“Aina!” seru Dika, mempercepat langkahnya.

Merlin melangkah maju, memeluk Dika dengan hati-hati. “Mas... akhirnya kamu pulang juga.”

Dika mencium kening istrinya. “Dan aku gak akan ke mana-mana lagi. Anak kita butuh ayahnya di sini.”

Reno ikut tersenyum menyaksikan itu. “Wah, kayak film drama ya. Tapi jangan lupa, abis ini kita balik ke realita—Chen dan Bayangan belum selesai.”

Dika menoleh dan mengangguk. “Tenang, Ren. Aku udah siap.”

Setiba di rumah, Reno pamit dengan senyum tipis. “Kapten, Bang Dika… saya balik tugas dulu. Masih harus pantau gerakan anak buah Zen yang tersisa.”

“Jaga dirimu, Ren,” jawab Merlin sambil menepuk bahunya.

Begitu Reno pergi, Merlin segera masuk ke dapur, lalu kembali membawa dua cangkir kopi hangat ke teras. Angin sore menyapu pelan. Burung-burung mulai kembali ke sarang. Dika duduk santai, wajahnya terlihat lebih tenang dari biasanya.

“Gimana, Mas? Capek ya?” tanya Merlin sambil menyerahkan kopi.

Dika tersenyum kecil. “Capek sih iya, tapi udah biasa. Namanya juga aku... mantan polisi atau TNI gitu.”

Merlin tertawa pelan. Tapi tawa itu langsung berhenti saat melihat mata Dika yang tiba-tiba berkaca-kaca.

“Aku belum pernah cerita semuanya ke kamu, Aina,” ucap Dika lirih. “Dulu aku seorang TNI aktif. Tapi karena aku bela kebenaran... aku malah dipecat. Aku ngelawan atasan yang terlibat jaringan senjata gelap. Semua bukti ku bawa, tapi ditutup.”

Merlin terdiam, menggenggam tangan suaminya erat.

“Dan... mantan istriku nggak sanggup nerima keadaan. Dia anggap aku pecundang. Setelah cerai, aku gak punya siapa-siapa. Makanya aku ngojek. Biar tetap bisa hidup jujur.”

Suasana hening sejenak. Hanya suara angin dan cuit burung.

“Tapi itulah... hidup,” lanjut Dika. “Yang penting sekarang aku punya kamu. Dan anak kita.”

Dika menarik napas dalam, lalu tersenyum tipis.

“Oh ya... dulu pas Reno datang ke tempat kos aku, aku kira dia pacarmu, loh,” katanya sambil menoleh menggoda. “Ternyata dia anak angkatmu. Eh, kok bisa? Gimana sih ceritanya?”

Merlin tersenyum, menatap langit yang mulai jingga. “Itu cerita panjang, Mas. Tapi kalau kamu siap denger... aku akan ceritain semuanya malam ini.”

Setelah kopi hangat dan canda ringan sejenak, Merlin termenung. Rambutnya melambai perlahan dalam angin senja, matanya memandang jauh ke ufuk yang seakan menyimpan rahasia. Melihat keadaannya, Dika bertanya lembut, "Aina, ada yang mau kamu ceritain?"

Dengan suara pelan namun tegas, Merlin mulai bercerita, "Dulu, waktu aku masih jadi polwan biasa, aku pernah bekerja satu regu dengan Mas Gilang. Dia memang lebih senior, satu tingkat di atasku. Waktu itu, sebenarnya aku sedang pacaran dengan Rangga—anak kuliah UI, anak orang kaya yang sangat ahli dalam bidangnya. Tapi setiap kali aku mau ketemu Rangga, Mas Gilang selalu halangi dengan alasan tugas."

Merlin tersenyum getir mengenang masa lalu. "Waktu Rangga dan keluarganya pindah ke luar negeri, kami pun putus kontak. Tanpa ada kabar dari Rangga, Mas Gilang mulai mendekatiku. Akhirnya, aku menyetujui lamaran Mas Gilang. Tugas demi tugas kami jalani bersama, sampai akhirnya Mas Gilang diangkat jadi kapten, sedangkan aku tetap anak buah."

Ia menghela napas berat, melanjutkan, "Tak lama kemudian, ada kasus penyeludupan narkoba yang sangat rumit. Dalam operasi itu, anak buah tim kami salah menahan seorang tersangka, sehingga berujung tragis: orang itu tertembak dan meninggal. Merasa bersalah, Mas Gilang rela menyekolahkan anak korban sampai tamat. Entah bagaimana, setelah setahun berumah tangga, kami belum dikaruniai momongan, dan kemudian Reno datang ke dalam hidupku. Reno adalah anak dari korban salah tangkap itu, waktu ia masih berumur 10 tahun, sedangkan aku baru 20 tahun."

Mata Merlin mulai berkaca-kaca, mengenang kembali masa yang penuh luka dan haru, "Namun, di tengah perjalanan hidup kami, dalam satu misi yang tak terduga, Mas Gilang ditipu oleh komadannya sendiri. Ia terjebak dalam tipu daya, dan di tengah tugasnya, dia terkena tembakan. Patah hati dan kehilangan itu masih membekas sampai hari ini."

Dika mengenggam tangan Merlin erat, mencoba menenangkan dan menggenggam setiap cerita yang terungkap, "Aina, itu masa lalu yang begitu berat. Aku bersyukur kamu bisa berbagi."

Merlin hanya tersenyum pahit, "Itulah kisahku. Semuanya sudah berlalu, tapi kenangannya tetap hidup. Aku ingin kau tahu, bahwa di balik setiap luka ada pelajaran, dan aku belajar bahwa kebenaran harus dibela walaupun harus menghargai perasaan sendiri."

Suasana di teras itu hening sejenak, diliputi rasa haru dan pengertian yang mendalam di antara mereka. Meskipun masa lalu Mas Gilang menyisakan duka, Merlin memilih untuk melangkah ke depan bersama Dika, sambil tetap menjaga kenangan itu sebagai bagian dari dirinya yang tak tergantikan

Merlin menatap lembut namun tegas ke arah Dika. Suara di teras yang temaram diiringi angin sore seakan membawa berat setiap kata yang hendak diungkapkan.

"Setelah kepergian Mas Gilang," ujar Merlin, matanya menembus jarak seolah mencari tanda di langit, "aku bersumpah akan menegakkan kebenaran. Aku menjadi wanita berdarah dingin, bukan karena aku tak pernah merasakan sakit, tapi karena aku tak ingin kehilangan orang yang kucintai. Aku tak ingin kamu tewas seperti Mas Gilang. Sudah banyak luka yang terpendam…"

Dika meremas tangan Merlin, seolah berjanji untuk selalu menjaga dan menghargai setiap pengorbanan yang terlontar. "Aina, aku tahu. Aku akan hati-hati. Kita sudah melewati banyak badai bersama. Aku tak akan membiarkan siapa pun mencederai kamu."

Merlin memiringkan kepala, tersenyum penuh getir. "Kamu hati-hati juga, Mas. Kemarin ada informasi dari kontak kita. Katanya si Frenkj mondar-mandir di daerah sini. Meski belum jelas maksudnya, tapi itu pertanda bahwa bayangan lama belum sepenuhnya menghilang."

Dika mengangguk, matanya tajam penuh tekad. "Baik, Aina. Kita harus terus waspada. Semua pergerakan, sekecil apapun, harus diinformasikan. Aku tak ingin sejarah yang kelam itu terulang lagi."

Dalam sekejap, bayangan masa lalu bertemu dengan tekad masa kini. Di tengah perbincangan yang penuh haru dan perhatian itu, mereka berdua merasakan betapa kerasnya perjuangan untuk keadilan dan kebenaran, meski harus melalui luka yang tak terobati. Di sana, di bawah langit senja yang mulai merona, janji mereka untuk selalu menjaga satu sama lain dan menegakkan nilai kejujuran terasa semakin kuat.

1
aldi malin
terima kasih semoga ikutin episode berikutnya
Lalula09
Dahsyat, author kita hebat banget bikin cerita yang fresh!
うacacia╰︶
Aku sangat penasaran! Kapan Thor akan update lagi?
aldi malin: oke ...dintunggu ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!