NovelToon NovelToon
Senyum Tiramisu

Senyum Tiramisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Keluarga / CEO / Penyesalan Suami / Psikopat itu cintaku / Cintapertama
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: blcak areng

Satu tahun penuh kebahagiaan adalah janji yang ditepati oleh pernikahan Anita dan Aidan. Rumah tangga mereka sehangat aroma tiramisu di toko kue milik Anita; manis, lembut, dan sempurna. Terlebih lagi, Anita berhasil merebut hati Kevin, putra tunggal Aidan, menjadikannya ibu sambung yang dicintai.

​Namun, dunia mereka runtuh saat Kevin, 5 tahun, tewas seketika setelah menyeberang jalan.
​Musibah itu merenggut segalanya.

​Aidan, yang hancur karena kehilangan sisa peninggalan dari mendiang istri pertamanya, menunjuk Anita sebagai target kebencian. Suami yang dulu mencintai kini menjadi pelaku kekerasan. Pukulan fisik dan mental ia terima hampir setiap hari, tetapi luka yang paling dalam adalah ketika Anita harus berpura-pura baik-baik saja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blcak areng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pintu Darurat Dr. Imelda

​​Tubuh Anita terasa seperti terbakar, menggigil hebat di bawah selimut tebal. Ia memaksakan diri membuka mata, melihat pantulan wajahnya di cermin nakas—pucat, demam tinggi, dan ada semburat kuning samar di bagian putih matanya. Demamnya bukan lagi sekadar reaksi tubuh; ini adalah serangan balasan dari infeksi yang mengancam.

​Ia tahu ia tidak bisa mengandalkan siapa pun kecuali dirinya sendiri, dan ia tidak punya banyak waktu.

​Dengan tangan gemetar, Anita merangkak menuju nakas, meraih ponselnya. Ia menemukan kontak Dr. Imelda.

​"Halo... Dr. Imelda?" bisiknya serak, suara tercekat dan teredam oleh kawat di rahangnya.

​"Anita? Ada apa?" Suara Dr. Imelda terdengar terkejut sekaligus khawatir.

​"Dok... aku mohon... bisakah aku bertemu hari ini? Sekarang?" Anita memohon, suaranya dipaksa keluar. "Aku... aku demam tinggi. Dan rahangku sakit sekali... Aku butuh obat."

​"Ya Tuhan, demam berapa?" Imelda segera merespons. "Baik, saya ada waktu luang mendadak di jam sepuluh. Datang ke klinik saya yang lama saja, yang di dekat universitas. Lebih sepi. Tapi, kamu bisa menyetir?"

​"Tidak," Anita berbisik, memejamkan mata menahan pusing. "Aku... aku naik taksi. Rahasia, Dok. Aku mohon, jangan sampai ada yang tahu aku datang."

​Dr. Imelda menghela napas panjang, memahami bahwa "demam dan rahang" hanyalah puncak gunung es. "Baik, Anita. Saya akan tunggu kamu. Segera datang."

​Anita berjuang untuk berganti pakaian. Ia mengenakan pakaian paling longgar dan masker yang menutupi separuh wajahnya, menyembunyikan kawat dan memarnya. Ia berjalan ke luar kamar, mengunci pintu, dan turun ke lantai bawah.

​Aidan sudah pergi, memberikan Anita celah waktu yang sempit. Ia memesan taksi online ke alamat klinik lama Dr. Imelda.

​Perjalanan itu adalah siksaan. Tubuhnya menggigil hebat. Rasa sakit menusuk dari perutnya hingga ke kepalanya. Ia tahu, uangnya menipis, terkuras oleh tuntutan Aidan, tunjangan keluarga, dan sekarang biaya transportasi darurat ini.

​Saat taksi tiba di depan klinik, Anita terhuyung keluar. Ia membayar taksi dan menyeret dirinya masuk.

​Dr. Imelda, mengenakan jas putihnya, langsung menyambut Anita dengan wajah terkejut.

​"Ya Tuhan, Anita!" seru Imelda. "Wajahmu pucat. Kenapa matamu sedikit kuning? Ini bahaya."

​Imelda segera mengambil tindakan, dan membawa Anita sambil memapah masuk kedalam klinik. sampai di dalam Dr. Imelda langsung memeriksa suhu badan Anita. Angka yang muncul di termometer membuat Imelda terkesiap. "Suhu badan kamu 39.8°C! Ini bukan demam biasa. Ada infeksi serius, apa yang kamu rasakan Anita?."

​"Perutku... sakit sekali dok," bisik Anita serak.

​"Apa yang terjadi setelah insiden rahang itu? Apa ada benturan lagi?" desak Imelda.

​Anita tahu ia harus bicara, tetapi ia tidak bisa menyebut nama Aidan. Ia meraih memo di tasnya dan menulis dengan tangan gemetar.

​[Aku terbentur... sandaran sofa. Sangat keras. Dan aku pendarahan hebat semalam. Aku ke bidan. Bidan bilang janin sudah keluar.]

​Dr. Imelda membaca memo itu. Matanya membelalak karena shock. Patah rahang, memar lama, dan sekarang keguguran akibat benturan keras, yang ditangani oleh bidan dengan hasil yang kritis.

​"Astaga, Anita! Kamu berisiko sepsis! Ini infeksi sistemik yang mengancam nyawamu!" Imelda berdiri, suaranya meninggi. "Rahimmu tidak bersih. Ada sisa jaringan. Ini sumber infeksimu! Kamu harus segera masuk rumah sakit."

​"Siapa yang menyebabkan benturan di perutmu?" desak Imelda. "Ini bukan kecerobohanmu, Anita. Ini kekerasan yang disengaja. Kamu harus jujur!"

Anita tahu, satu kata pun tentang "suamiku" akan menghancurkan segalanya. Ia menggeleng kuat-kuat. Ia mencengkeram lengan baju Imelda. Ia menulis dengan susah payah di memo.

Dr. Imelda membaca memo yang bergetar itu. Ia tahu Anita sedang menyembunyikan kebenaran, tetapi ia tidak punya waktu untuk berdebat. Anita hampir mati.

​"Anita," ucap Imelda, matanya meneliti setiap luka. "Rahangmu patah, kamu punya memar lama, dan sekarang ada benturan di perutmu. Saya tahu ini bukan kecelakaan."

​Anita hanya menggeleng lemah, air mata mengalir dari matanya yang menguning. Ia tidak mengakui, tetapi juga tidak menyangkal.

​Imelda menghela napas, memahami bahwa korban seperti Anita akan melindungi pelaku sampai akhir. Ia harus membalikkan situasi ini untuk kepentingan Anita.

​"Baiklah. Jika kamu tidak ingin mengaku, saya tidak akan memaksanya. Saya hanya akan mencatat dalam rekam medismu sebagai 'Infeksi pasca keguguran spontan yang diperburuk oleh trauma fisik tidak disengaja yang tidak terawat'—begitu?"

​Anita mengangguk lemah, sebuah isyarat kecil yang menunjukkan persetujuannya.

​Imelda memegang pena dan menulis di memo pad Anita: [Tolong. Jangan sampai ada yang tahu aku di sini.]

​Anita mengambil pena itu dan menulis di bawahnya:

​[Tolong jangan bawa ke rumah sakit umum. Jangan bicara pada siapa pun.]

​Dr. Imelda membaca pesan itu. Ia menyadari Anita tidak menyebut siapa yang menyebabkan dia seperti ini tetapi "dia." Ia tidak menyebut kecelakaan.

​Imelda mengambil keputusan. "Baik, Anita. Saya tidak akan melapor, dan saya tidak akan menyebutkan nama siapa pun. Saya akan menjaga rahasiamu," kata Imelda, nadanya kini melunak, penuh empati. "Tapi kamu harus janji, kamu patuh. Saya akan siapkan kamar VVIP. Kita akan segera tangani infeksimu."

Anita mengangguk, isyarat kecil yang merupakan penyerahan diri dan kepercayaan terakhirnya. Dr. Imelda kini menjadi satu-satunya sekutu dan pelindung rahasia Anita.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!