NovelToon NovelToon
Istri Paksa Tuan Arka

Istri Paksa Tuan Arka

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cinta Terlarang
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Alya, gadis kelas 12 yang hidup sederhana, terkejut saat mengetahui ayahnya terlilit hutang besar pada Arka Darendra — CEO muda paling berpengaruh di kota itu.

Saat debt collector hampir menyeret ayahnya ke polisi, Arka datang dengan satu kalimat dingin:

“Aku lunasi semuanya. Dengan satu syarat. Putrimu menjadi istriku.”

Alya menolak, menangis, berteriak—tapi ayahnya memaksa demi keselamatan mereka.

Alya akhirnya menikah secara diam-diam, tanpa pesta, tanpa cinta.
Arka menganggapnya “milik” sekaligus “pembayaran”.

Di sekolah, Alya menyembunyikan status istri CEO dari teman-temannya.
Di rumah, Arka perlahan menunjukkan sisi lain: posesif, protektif, dan… berbahaya.

Mereka tinggal seatap, tidur sekamar, dan gairah perlahan muncul—walau dibangun oleh luka.

Konflik berubah ketika masa lalu Arka muncul: mantan tunangan, dunia bisnis yang penuh ancaman, dan rahasia gelap kenapa ia sangat tertarik pada Alya sejak awal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10: Pemenuhan Hak

​Dinding kaca buram kamar mandi utama terasa dingin, tetapi seluruh tubuh Alya terasa membakar. Arka Darendra berdiri di ambang pintu, tangannya perlahan membuka kancing kemeja tuksedonya, seolah ia sedang membuka kotak pandora.

​“Kau terlihat sangat terkejut, Istriku,” kata Arka, suaranya pelan dan mengancam, tetapi matanya memancarkan gairah dingin yang belum pernah Alya lihat. “Kau tahu momen ini akan datang. Mengapa menunda-nunda hal yang sudah menjadi hakku?”

​Alya mundur selangkah. Tangannya yang masih memegang kenop pintu kamar mandi kini berkeringat. Dia mengenakan gaun malam mahal, tetapi di hadapan Arka yang kini bertelanjang dada, dia merasa telanjang sepenuhnya.

​“Tuan Arka, saya sudah lelah. Saya butuh tidur,” ujar Alya, mencoba terdengar tegas, tetapi suaranya bergetar.

​Arka tidak mendengarkan. Dia melangkah maju. Kedekatannya memenuhi ruangan. Kemeja putihnya sudah terlepas dan dilemparkan ke sofa. Otot-ototnya yang terbentuk di balik jas kini terekspos, kekar dan mengintimidasi.

​“Kau melakukan dengan baik di depan rekan-rekanku. Itu sudah memenuhi kewajiban sosialmu. Sekarang, kau harus memenuhi kewajiban pribadimu,” desis Arka. Ia meraih tangan Alya, dan dengan kekuatan yang menakutkan, ia menarik Alya masuk ke kamar mandi.

​Kamar mandi itu mewah, dengan lantai marmer hitam dan bathtub besar yang terbuat dari batu alam. Aroma sabun berharga mahal mengisi udara. Arka menutup pintu kamar mandi, bunyinya terdengar mematikan.

​“Buka gaunmu,” perintah Arka, tatapannya tidak memberi ruang untuk perlawanan.

​Alya menolak. Ia mengepalkan tangannya, membiarkan kebenciannya menjadi benteng pertahanan terakhir. “Saya bisa melakukannya sendiri, Tuan Arka.”

​Arka tersenyum dingin. “Itu bukan pertanyaan, Alya. Itu perintah. Malam ini, aku akan membuktikan bahwa setiap helai kain di tubuhmu, setiap inci kulitmu, adalah milikku, yang bisa kubuka dan kusentuh sesuka hatiku.”

​Arka mengangkat tangannya. Jari-jari panjangnya yang kuat bergerak ke belakang punggung Alya. Gaun off-shoulder itu memiliki resleting yang rumit. Dalam beberapa detik, Arka sudah membukanya. Alya terkesiap saat resleting dingin itu turun, dan gaun itu melorot, meninggalkan tubuh Alya hanya terbalut pakaian dalam sutra tipis yang juga ia temukan di lemari Arka.

​Alya buru-buru menutupi dirinya dengan tangan, rasa malu dan teror bercampur aduk.

​Arka menatapnya tanpa ekspresi, seperti seorang penilai seni yang sedang mengamati sebuah karya. “Luar biasa. Aku tahu kau cantik, tapi di bawah gaun itu, kau jauh lebih sempurna.”

​Dia meraih shower dan menyalakan air hangat, menyesuaikan suhu dengan ketelitian seorang ilmuwan. Air mulai mengalir, menghasilkan uap lembut.

​“Kau tidak perlu takut, Alya,” kata Arka, suaranya kini sedikit lebih lembut, tetapi tidak meyakinkan. “Aku tidak akan kasar, selama kau tidak melawan. Kebencianmu kuterima. Tapi penolakan fisikmu tidak.”

​Arka mengangkat Alya dengan mudah, seolah Alya tidak lebih dari boneka ringan. Ia menempatkan Alya di bawah aliran shower. Air hangat membasahi rambutnya yang kini terurai.

​Kemudian, Arka melangkah ke bawah shower, masih mengenakan celana formalnya yang kini basah kuyup. Dia tidak peduli. Dia berada di sana bukan untuk membersihkan dirinya, tetapi untuk membersihkan Alya.

​Dia mengambil sabun beraroma cendana. Tangan besarnya mulai memijat punggung Alya. Sentuhannya profesional, tetapi terlalu intim. Ia membersihkan leher Alya, tulang bahunya, dan kemudian bergerak turun ke punggung Alya. Sentuhannya terasa seperti cap kepemilikan.

​Alya menutup matanya, menahan air mata yang akan bercampur dengan air shower. Ia membiarkan Arka memandikannya, seolah ia telah mati rasa. Ia hanya bisa fokus pada satu hal: ayahnya aman.

​“Buka matamu, Istriku,” perintah Arka.

​Alya menurut, air membasahi matanya.

​“Kau harus tahu,” bisik Arka, bibirnya dekat ke telinga Alya. “Ketakutanmu, air matamu, perlawananmu… itu semua milikku. Itu adalah harga yang kau bayar untuk kebebasan ayahmu. Jangan pernah menyembunyikannya dariku.”

​Setelah selesai, Arka mematikan shower. Dia mengambil handuk tebal dan mengeringkan tubuh Alya, sama telitinya dan profesionalnya seperti dia menyabuninya.

​Ia membawa Alya keluar dari kamar mandi, ke kamar tidur yang remang-remang.

​Arka tidak memberikan Alya waktu untuk mengenakan apa pun. Dia hanya membungkus Alya dengan handuk, menuntunnya ke ranjang king size.

​Alya duduk di tepi ranjang. Ia melihat liontin kunci di lehernya yang berkilauan. Simbol pengekangan yang indah.

​Arka melepaskan celana panjangnya yang basah, hanya menyisakan boxer hitam. Ia kemudian melepaskan handuk dari tubuh Alya. Alya kini benar-benar telanjang, rentan, dan malu.

​Arka naik ke ranjang. Dia tidak terburu-buru. Dia menarik Alya ke sampingnya, membaringkannya. Dia menatap Alya, matanya yang tajam menembus semua pertahanan Alya.

​“Aku tidak ingin ada penolakan, Alya,” katanya, suaranya adalah ultimatum terakhir. “Kau adalah murid yang cerdas. Kau akan membiarkanku mengajarimu kewajibanmu.”

​Arka mendekat, mencium Alya. Ciuman ini berbeda dari ciuman segel di dinding kaca. Ciuman ini dalam, menuntut, penuh dengan gairah yang lama ditahan dan dominasi yang mutlak. Alya mencoba melawan, bibirnya rapat, tetapi Arka menahan wajah Alya dengan tangan yang kuat, memaksanya untuk menerima.

​Alya merasakan ledakan panas. Arka mulai menjajahnya dengan sentuhan, sentuhan yang kini tidak lagi profesional, tetapi posesif, menuntut balasan atas setiap detik ketidakpatuhan dan pemberontakan Alya.

​Arka tidak mengucapkan kata-kata manis. Tidak ada janji cinta. Yang ada hanyalah bisikan berat, terengah-engah, yang hanya menegaskan kepemilikan.

​“Milikku, Alya.”

​“Kau hanya milik Darendra.”

​Alya memejamkan mata. Ia tidak melihat wajah Arka. Ia melihat wajah ayahnya, senyum lega ayahnya saat terbebas dari hutang. Ia menguatkan dirinya. Ini adalah harga yang harus dibayar. Ia hanya tubuh, yang dipinjamkan untuk menyelamatkan jiwa ayahnya.

​Ia membiarkan Arka mengambil apa yang menjadi haknya.

​Momen itu berlalu. Momen itu adalah penghancuran dan penegasan.

​Setelah semuanya berakhir, Alya hanya terbaring diam, memunggungi Arka. Air matanya mengalir tanpa suara, membasahi bantal sutra. Rasa sakit fisik tidak sebanding dengan kehancuran mental. Ia telah kehilangan hal terakhir yang ia miliki: kendali atas dirinya sendiri.

​Arka, di sisi lain, tidak memeluknya. Dia tidak mengucapkan kata-kata penenang. Dia hanya bangkit dari ranjang, seolah baru saja menyelesaikan rapat bisnis yang sukses.

​Dia berjalan ke kamar mandi, membersihkan diri tanpa suara.

​Ketika Arka kembali, ia mengenakan jubah mandi sutra hitam. Ia mengambil ponselnya.

​“Kau tidur sekarang, Alya,” katanya, nadanya kembali dingin dan datar, seolah tidak terjadi apa-apa lima menit yang lalu. “Mulai sekarang, kau adalah istriku yang sah. Kau akan tidur di ranjang ini setiap malam, di sisiku. Jangan pernah tidur di lantai lagi, itu tidak nyaman untukku.”

​Dia tidak bertanya bagaimana perasaan Alya. Dia tidak peduli. Dia hanya memikirkan kenyamanannya sendiri.

​Arka kemudian berjalan ke sofa, menyalakan televisi dengan volume sangat rendah, dan mulai membaca berkas di ponselnya. Dia kembali bekerja.

​Alya menatap punggung Arka. Pria itu telah mengambil segalanya, dan kemudian kembali ke kehidupan normalnya seolah ia baru saja membeli saham, bukan mengambil keperawanan istrinya yang masih di bawah umur.

​Alya menarik selimut hingga menutupi dagunya. Cincin di jarinya kini terasa dingin, berat, dan permanen. Liontin kunci di lehernya terasa seperti rantai yang baru saja dipasang.

​Ia tahu satu hal: ia tidak bisa lagi bermain peran sebagai gadis patuh. Arka telah mengambil segalanya. Sekarang, ia harus menemukan cara untuk mengambil kembali sebagian dari dirinya. Dia akan bermain sesuai aturan Arka, tetapi dia akan mengumpulkan amunisi, sedikit demi sedikit, sampai dia bisa menghancurkan kekaisaran dingin Darendra ini dari dalam.

​Malam itu, di ranjang suaminya, Alya Ramadhani mati. Dan Nyonya Arka Darendra yang baru, yang penuh kebencian dan ambisi tersembunyi, terlahir kembali.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!