Seorang gadis bernama Anantari yang bercita-cita dirinya menjadi seorang ratu istana kerajaan. Perjuangan menjadi ratu kerajaan tidaklah mudah. Ketika ia ingin mewujudkan mimpi sebagai seorang ratu—terlalu banyak sekali hal yang harus ia hadapi, halangan-demi halangan terus menghampiri.
Namun ia adalah seorang gadis yang hebat. Dan tidak pernah menyerah akan mimpinya. Itu semua ia jadikan petualangan, sebuah petulangan yang panjang yang penuh lika-liku, dan Anantari selalu menjalani petualangannya menjadi seorang ratu dengan sangat riang gembira. Walaupun tidak mudah Anantari mencoba tidak menyerah, sampai mimpi menjadi seorang ratu terwujud.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikhlas M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Di danau hijau seribu kenangan. Anantari dan Esa tengah melakukan latihan bersama.
Mereka rindu akan tempat itu. Setiap hari mereka menghabiskan waktu bersama di danau itu.
“Sudah sangat lama ya Esa, kita tidak berlatih lagi di sini. Aku sangat rindu tempat ini. Apakah kamu tidak rindu juga?” Tanya Anantari kepada Esa.
Esa mengangguk. “Tentu Anantari aku begitu rindu dengan tempat ini. Tempat ini sangat berarti untukku.” Timpal Esa.
Anantari tersenyum kepada Esa. Lalu kedua sahabat itu mulai kembali melanjutkan latihannya. Namun kali ini berbeda. Sekarang kekuatan Anantari meningkat dengan pesat.
“Ting!” Anantari berteleportasi.
“Boom!” Dia menendang Esa dengan tendangannya.
“Wushhhh!” Angin berhembus. Menghempas pohon-pohon di sekitar.
“Kamu sekarang begitu kuat Anantari. Kekuatanmu jauh lebih kuat dari sebelumnya!” Seru Esa sambil menahan serangan dari tendangan Anantari.
“Oh ya, bagaimana dengan ini?”
“Musnahkan!”
“Wushhhh!” Seketika air di danau tersebut membentuk menjadi busur-busur panah. Busur panah itu terbagi menjadi lima bagian. Dan busur panah itu menyerang cepat Esa.
Esa dengan gesit menghindari serangan demi serangan yang Anantari lontarkan kepadanya.
Terlihat Anantari begitu serius dengan latihannya.
Juga Esa tak kalah serius. Dia lalu membuka kekuatannya.
“Nyala api, bangkitlah! Aku memanggilmu!” Seru Esa dengan lantang. Lalu dia menjelma menjadi manusia api.
Anantari tersenyum sinis kepada Esa. Dia begitu senang dengan Esa yang bisa mengendalikan kekuatannya tanpa harus berada dalam puncak kemarahannya.
“Wahai dewa-dewi kehidupan, aku memanggilmu. Berikan seluruh kekuatanmu kepadaku!” Anantari berseru.
Seketika air-air di danau hijau itu menggumpal menjadi tombak-tombak sedang.
“Musnahkan!”
“Wushhhhh!” Tombak-tombak itu menyerang cepat Esa.
Namun dengan kedua kalinya ia menghindari serangan Anantari.
Lalu Esa mulai melancarkan serangannya kepada Anantari. Dia meningkatkan kekuatannya.
“Pukulan api. Hancurkan!” Seru Esa dengan lantang.
“Wushhhhhh!” Seketika segumpalan api menyerang ke arah Anantari.
Namun Anantari mencoba menahan serangan itu. Dia membentuk kekuatan airnya menjadi sebuah benteng dengan dinding yang tinggi, untuk menahan kekuatan api yang di lontarkan Esa kepadanya.
“Boom!” Suara ledakan keras seperti suara meteor yang jatuh dari atas langit ke bumi.
Lalu Anantari menyerang balik Esa. Kali ini ia membentuk kekuatannya menjadi sebuah naga.
Naga itu terbuat dari es salju. Ukurannya sebesar ukuran naga Sakhuni (salah seorang tangan kanan Archeri) Sedikit lebih kecil dibanding ukuran, ketika Archeri menjelma menjadi monster naga.
“Musnahkan!”
“Wushhh!” Dengan cepat naga itu menyerang Esa.
Lalu Esa menahan serangan tersebut dengan melemparkan bola-bola apinya.
“Blarr, blar, blar!”
Dia menghancurkan naga itu.
Lalu Anantari kembali membentuk Esnya menjadi busur-busur panah.
“Musnahkan!”
Esa begitu lelah menghindari serangan Anantari. Dia heran dengan stamina yang di miliki Anantari.
“Ting!” Seketika Anantari berada di hadapan Esa.
“Musnahkan!”
“Wushhhhh!” Esa terhempas dari atas langit ke bawah.
Karena Anantari menyerangnya begitu dekat.
“Boom!” Esa mendarat di atas tanah seperti sebuah bom. Debu-debu mengepul.
“Ting!” Anantari lalu berteleportasi berada di hadapan Esa. Ketika dia akan memukulnya. Esa menahannya.
“Aku menyerah!” Seru Esa.
Lalu Esa berubah kembali ke wujud manusia nya. Selesai latihan lalu mereka berteduh di bawah pohon rindang di dekat danau hijau itu. Esa memuji Anantari, sekarang kekuatannya jauh meningkat lebih pesat di bandingkan sebelumnya.
Anantari lalu tersipu malu. “Kamu tahu Esa. Tempat ini sangat berarti untukku. Kita telah lama berkenalan. Juga ketika aku kehilangan sang romo. Kamu datang menghampiri ku ketika latihan. Sebetulnya di hari itu aku telah kehilangan arah. Aku sangat terpukul ketika seseorang yang sangat aku sayangi di dunia ini pergi meninggalkanku. Dan ketika aku bertemu denganmu, aku menemukan kembali kebahagiaan itu lagi, kebahagiaan yang telah terkubur. Namun kini kau bagai sang pelangi, yang datangnya ketika hujan turun membasahi sang bumi. Dan danau ini menjadi saksi bisu ketika kita bisa tumbuh bersama, berlatih, bersenang-senang, bersedih. Aku harap kau takkan pernah meninggalkanku hingga mimpiku menjadi seorang ratu terwujud. Aku harap begitu.” Ucapnya kepada Esa.
Esa terdiam sejenak. Dia terlihat pilu kala itu. Dia begitu senang namun juga sedih ketika teman baiknya mengucap kalimat tersebut.
Dan Esa berjanji, dia akan selalu bersama Anantari sampai mimpi Anantari menjadi seorang ratu terwujud. Dia juga telah berjanji kepada sang kakak (Wibawa) dia akan menjadi seorang prajurit yang kuat nan tangguh. Juga tak pernah meninggalkan teman-temannya ketika di medan pertempuran.
“Jangan risau Anantari, hingga kamu menjadi seorang ratu Arcania, aku akan selalu di sisimu. Menjadi teman terbaikmu.” Timpal Esa.
...----------------...
Di sebuah desa di pinggiran hutan, di bawah panasnya terik sinar mentari, di siang hari, Terlihat Genta sedang membantu sang ayah memanen padi. Genta adalah anak yang berbakti kepada orangtua nya. Dia sering membantu sang ayah berpanen ketika musim panen padi tiba.
Lalu Genta di hampiri oleh kedua temannya. Mereka mengajak Genta untuk pergi bermain permainan Cuki (sebuah permainan zaman dahulu yang berasal dari Palembang, Sulawesi Selatan). Namun Genta menolak ajakan tersebut. Karena dia hanya ingin membantu sang ayah memanen padi.
Namun ayahnya hendak menyuruh Genta pergi bermain saja bersama teman-temannya. Ayahnya bisa memanen padi sendirian.
Lalu Genta mengangguk. Dia lalu bermain dengan teman-temannya.
Lalu Genta dan kedua temannya pergi bermain Cuki bersama. Genta begitu hebat dalam permainan tersebut. Hingga membuat para teman-temannya segan dengannya. Dia hanya kalah satu kali dalam 30 pertandingan. Genta sangat hebat.
Ketika mereka hendak bermain Cuki bersama, lalu tiba-tiba terdengar suara teriakan warga meminta tolong. Terlihat ada segerombolan orang datang membuat onar di desanya Genta. Mereka membakar rumah-rumah warga.
Gerombolan orang asing itu sangat banyak. Hampir 50 orang, dan terlihat dari usia mereka. Sepertinya mereka berusia dari 20 tahun sampai 30 tahunan.
Mereka membuat warga-warga di desa Genta berteriak histeris ketakutan. Para ibu, bapak-bapak berteriak meminta tolong.
Begitu pula dengan teman-temannya Genta yang panik melihat desanya di bakar hampir hangus oleh orang-orang asing.
“Ada apa ini? Apa yang sedang terjadi? Mereka berasal dari mana?” Tanya Genta kepada teman-temannya.
Teman-temannya menggeleng dan panik ketakutan. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.
“Yasudah, kalian cepat berikan kabar kepada istana Arcania. Beri tahu sang raja bahwa ada penyerangan ke desa kita, aku akan melawan mereka!” Seru Genta kepada teman-temannya.
Lalu salah seorang temannya mengangguk. Dia bergegas ke istana kerajaan hendak akan menyampaikan berita tersebut.
Mereka adalah para perampok. Mereka membakar dan menjarah rumah-rumah warga. Genta lalu bergegas menghadapi para perampok itu seorang diri.
Lalu di depan salah satu rumah warga dia berhadapan dengan salah seorang kelompok perampok tersebut.
“Siapa kalian? Mau apa kalian datang ke sini dan membuat onar di sini?” Tanya Genta.
Para perampok itu tersenyum sinis. Mereka sepertinya menghiraukan apa yang Genta ucapkan. Lalu mereka menyerang Genta.
Lalu terjadilah pertarungan antara Genta dengan para kelompok perampok tersebut.
Para kelompok perampok itu membawa pedang, jumlah mereka sepuluh. Dan satu orang memakai satu pedang. Namun Genta tak gentar. Ia tidak menggunakan senjata apapun.
Dia hanya mengandalkan kekuatan tanah.
“Bukkk!” Dia menginjak tanah. Seketika tanah-tanah itu berubah menjadi senjata.