NovelToon NovelToon
Blood & Oath

Blood & Oath

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Tentara / Perperangan / Fantasi Timur / Action / Fantasi / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:792
Nilai: 5
Nama Author: Ryan Dee

Tharion, sebuah benua besar yang memiliki berbagai macam ekosistem yang dipisahkan menjadi 4 region besar.

Heartstone, Duskrealm, Iron coast, dan Sunspire.

4 region ini masing masing dipimpin oleh keluarga- yang berpengaruh dalam pembentukan pemerintahan di Tharion.

Akankah 4 region ini tetap hidup berdampingan dalam harmoni atau malah akan berakhir dalam pertempuran berdarah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryan Dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Act 10 - Red as blood, White as snow

Melihat hutan yang dipenuhi pohon tinggi dan salju yang tebal, membuat para peserta lain sekdikit cemas terlebih lagi  banyaknya rumor soal makhluk yang berkeliaran di dalam hutan ini.

"Yang benar saja" ucap salah satu peserta yang terlihat sedikit cemas.

"Lakukan apa yang kalian bisa, tidak ada peraturan khusus kali ini, tapi cobalah untuk kembali dengan keadaan utuh dan membawa hasil buruan" ucap Victor memecah keheningan.

"Sekarang pergilah!" Ucap Victor.

Kami pun segera berlari memasuki hutan yang sangat dingin ini, aku pun memisahkan diri dari yang lain agar memperbesar kemungkinan ku untuk bertahan tanpa adanya konflik dengan peserta lain.

Aku sedikit menoleh kebelakang dan melihat gadis yang tadi bergumam bahwa dia tidak bisa menggunakan pedang, tapi kali ini dia terlihat berbeda, dia tidak terlihat takut atau cemas, raut wajahnya menunjukan wajah yang bersungguh sungguh tanpa ada sedikitpun rasa takut.

Setelah beberapa lama aku pun berhenti berlari dan melihat sekeliling ku. Sudah tidak ada tanda tanda dari peserta lain. Yang ada hanyalah keheningan dan suara dahan yang diterpa angin.

Udara dingin menusuk kulit ku. Curah salju yang turun semakin deras. Pengelihatan ku semakin terbatas dan sekarang aku hanya bisa mengandalkan pendengaran ku.

Tiba tiba dari kejauhan aku mendengar suara seperti auman makhluk buas yang sedang menyerang sesuatu atau bahkan seseorang.

Aku perlahan berjalan mendekati arah darimana suara itu berasal, sambil berusaha untuk tetap tersembunyi agar apapun yang membuat suara itu tidak menyadari aku datang.

Setelah beberapa lama berjalan aku melihat ada bercak darah diantara salju yang putih, terlihat sangat kontras dan sangat sulit untuk dilewatkan, aku mengecek lebih dekat dan melihat bahwa darah ini masih baru yang artinya apapun yang menyebabkan ini masih sangat dekat.

Aku melihat ke sekeliling mencoba untuk mencari petunjuk kemana makhluk ini pergi dan untuk memastikan apakah yang di serang ini manusia atau bukan.

Beberapa lama aku melihat ke sekeliling, aku pun menyadari ada jejak kaki yang mengarah ke arah selatan dari tempat ini, jejak ini diikuti oleh jejak makhluk seperti serigala, aku tidak tau ini serigala atau makhluk lain karena ukuran nya yang tidak biasa.

Aku pun mencoba mengikuti jejak ini dan akhirnya aku berada di ujung jurang, awalnya aku mengira bahwa makhluk ini jatuh bersama orang yang dia serang.

Tapi begitu aku melihat keatas, seekor serigala berukuran sangat besar melihat ku dari atas pohon sambil mengigit tubuh seseorang dimulutnya.

Serigala itu berbulu hitam dengan mata yang menyala dan ukuran yang sangat tidak biasa, dia lebih besar dibandingkan dengan seekor kuda.

"Direwolf" ucapku pelan.

Melihat itu akupun berusaha tetap tenang dan tidak membuat gerakan tiba tiba, aku berusaha terus mempertahankan pandangan tetap pada serigala itu sambil perlahan melangkahkan kaki ku menjauh.

Aku berhasil berjalan menjauh beberapa langkah tapi tiba tiba serigala itu turun dari pohon dan menjatuhkan mangsanya.

Kami saling menatap satu sama lain seakan sedang bersiap untuk bertarung demi bertahan hidup.

Angin berhembus kencang dan curah salju semakin deras. Salju yang putih berjatuhan di tubuh serigala itu yang berwarna hitam.

Terlihat sangat mengerikan dan serigala itu serus maju mendekatiku sementara aku terus mundur perlahan untuk menjauhinya.

Tanpa aba-aba serigala itu tiba tiba menyerang kearah ku dengan kecepatan penuh. Melihat hal ini aku pun berguling ke samping untuk menghindari serangannya.

Salju yang tebal membuatnya sesulitan untuk merubah arah secara tiba tiba dan membuatnya terjerumus kedalam tumpukan salju.

Aku pun menggunakan kesempatan ini untuk lari dan berusaha menghilang dibalik pepohonan.

Ketika aku rasa sudah mulai aman tiba tiba serigala itu mematahkan pohon tempat ku bersandar hanya dengan menggunakan cakarnya.

Aku berhasil menghindar dengan cara berguling kedepan dan menghunus pedang ku bersiap untuk melawan.

Dengan cepat serigala itu kembali menyerang, aku menghindari cakarnya dan menebas kaki depannya.

Tapi sepertinya seranganku tidak terlalu berefek kepada serigala itu, dia masih terus menyerang tanpa henti sementara aku berusaha untuk terus menghindari serangannya.

Udara yang tipis ini membuatku kesulitan mengatur napas dan membuat gerakan ku menjadi melambat seiring waktu.

Ketika serigala itu hampir bisa melayangkan serangannya kepadaku, tiba tiba sebuah pedang datang menyambar tepat ke tubuh serigala ini.

Seseorang datang dan melempar pedangnya. Aku yang berusaha mencerna apa yang terjadi langsung bersembunyi dibalik pohon untuk mengatur napas.

Ternyata itu wanita tadi, dia mungkin datang karena suara yang di buat oleh serigala itu. Aku yakin bukan hanya dia yang mendengarnya dan yang lain pasti akan segera datang.

"Aku harus segera mengakhiri ini"ucapku.

Setelah selesai mengatur nafas aku pun keluar dari tempat persembunyian ku dan menerjang kearah serigala itu.

Aku berhasil menusukkan pedang ku ke punggung serigala itu, tapi karena tusukannya terlalu dalam, itu menyebabkan pedang ku tersangkut dan terlepas dari tangan ku.

Ketika serigala itu kesakitan, wanita itu mengambil pedangnya yang terletak disalju dan melemparnya padaku.

"Apa yang kau lakukan?" Ucapku sambil menerima pedang itu.

Tanpa disangka dia mengeluarkan sebuah kapak yang ada di punggungnya.

"Kapak? Dari mana kau mendapatkan itu?" Ucapku.

"Aku mengambilnya dari mayat yang kutemukan dalam goa dekat sini" ucapnya santai.

Tanpa basa basi dia pun melompat dan menyerang kearah lehernya dan berhasil menancapkan kapaknya.

Setelah itu dia pun melompat menjauh dan akupun melayangkan serangan ke arah serigala itu tapi dia menyadarinya dan menyerangku terlebih dulu.

Tak bisa menghindar aku hanya bisa menahan cakarnya dengan pedangku. Aku terlempar dan berusaha bangun secepat mungkin.

Serigala itu terus menyerang tanpa henti hingga punggung ku menabra sebuah pohon karena aku terus mundur untuk menhindar.

Tepat setelah aku menabrak pohon serigala itu sudah dihadapan ku sedang melompat dan berusaha mengigit kepala ku.

Melihat hal itu aku menjatuhkan tubuhku hingga terduduk dan menancapkan pedangku ke leher serigala itu.

Wanita itu muncul dari belakang serigala dan melompat naik ke punggung serigala itu.

Dia menggunakan kapaknya untuk mengait pedang yang tertancap di leher serigala itu dan menariknya keatas menyebabkan luka besar yang menganga dan membuat serigala itu kehilangan banyak darah dan seketika ambruk.

Aku yang masih berada dibawah serigala itu hanya bisa pasrah tertimpa dan berlumuran darah.

Akupun perlahan keluar dari tindihan tubuh serigala ini dan berdiri dengan tubuh penuh darah.

"Terimakasih" ucapku.

"Jangan salah paham, aku melakukan ini bukan untuk membantu mu. Aku hanya ingin cepat lolos dari latihan ini" ucapnya dengan nada santai.

"Baiklah, setidaknya aku tidak mati kali ini" ucapku.

"Ayo bantu aku memotong kepala serigala ini untuk dibawa kembali ke benteng" ucapnya.

"Tapi kita masih butuh satu buruan lagi jika ingin lolos bersama" ucapku.

"Jangan bodoh, komandan tidak berkata apapun soal larangan bekerja sama, jadi cepatlah bantu aku!" Jawabnya.

"Setidaknya beri tahu aku namamu" balasku.

"Celeste feynar, itu namaku" ucapnya.

"Aku James" ucapku.

"Apa nama keluarga mu?" Tanya Celeste.

"Tha-" sebelum aku menjawab aku mengingat ucapan sir Garrick untuk tidak  kepada siapa pun.

"Aku tidak punya nama keluarga" ucapku.

Mendengar itu Celeste keliatan curiga aku menyembunyikan sesuatu.

"Baiklah, sekarang ayo bantu aku" ucapnya.

Kami pun segera memotong kepala serigala ini dan membawanya kembali ke benteng sebagai bukti hasil buruan kami.

---

Salju terus turun tanpa henti ketika kami menyeret kepala Direwolf itu melewati hutan yang membeku. Tubuhku terasa berat, napas membentuk uap tebal setiap kali kuhembuskan. Celeste berjalan di sampingku, langkahnya mantap, tidak banyak bicara.

Di tengah keheningan itu, hanya ada suara rantai kecil yang mengikat kepala makhluk itu — berdenting mengikuti langkah kami.

Sesekali mataku melirik ke arahnya. Gadis itu tetap tenang, wajahnya datar, seolah pertarungan barusan hanyalah bagian kecil dari rutinitas hariannya.

Aku tidak tahu siapa dia sebenarnya, tapi satu hal pasti—dia bukan gadis biasa.

“Bagaimana kau bisa tetap tenang di tengah kekacauan seperti tadi?” tanyaku akhirnya, mencoba memecah diam.

Dia tidak menoleh. “Tenang adalah satu-satunya hal yang bisa membuatmu bertahan hidup di sini.”

Jawaban itu membuatku terdiam. Kata-katanya... terasa seperti berasal dari pengalaman, bukan sekadar ucapan.

Setelah beberapa lama, menara hitam Citadel mulai tampak di kejauhan, berdiri angkuh di tengah badai salju. Api dari obor di gerbang berkibar ditiup angin, memantulkan cahaya di atas permukaan salju.

Ketika kami melangkah masuk, beberapa peserta lain sudah tiba lebih dulu. Sebagian hanya membawa kulit rusa, sebagian lagi tampak babak belur tanpa hasil.

Namun saat mereka melihat kepala Direwolf itu menyeret di antara kami, percakapan seketika berhenti.

Mata mereka melebar, beberapa bahkan mundur selangkah.

“Demi para leluhur... apakah itu—?”

“Direwolf...” bisik salah satu peserta, suaranya tercekat.

Aku dan Celeste berhenti di tengah lapangan. Salju di bawah kami berubah merah oleh darah makhluk itu.

Lord Victor berjalan mendekat, langkahnya berat, mata tajamnya menelusuri luka di tubuh makhluk itu, lalu beralih ke kami berdua.

Udara terasa membeku saat dia berbicara.

“Direwolf tidak biasa turun dari pegunungan.”

Nada suaranya datar, tapi ada sesuatu di baliknya—kekaguman tersembunyi.

“Siapa yang memberikan serangan terakhir?” tanyanya kemudian.

Kami berdua saling pandang sejenak, lalu aku menjawab, “Kami melakukannya bersama.”

Victor menatap kami lama, lalu mengangguk pelan.

“Kerja sama yang langka,” ucapnya. “Kalian berdua... berhasil membuktikan diri. Tak hanya kekuatan, tapi juga akal.”

Tatapan peserta lain berubah — dari heran, menjadi hormat, lalu iri.

Tapi di balik itu semua, aku bisa merasakan sesuatu yang lain di mata Victor.

Rasa ingin tahu. Seolah dia sedang menimbang sesuatu... menilai lebih dalam dari sekadar kemampuan bertarung.

“Simbol kekuatan selalu datang dengan harga,” katanya lirih, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. “Bersiaplah, ini baru permulaan.”

Dia berbalik, lalu mengangkat tangan.

“Semua peserta, kembali ke barak. Latihan hari ini selesai. Esok, kalian akan belajar arti sebenarnya dari disiplin dan ketahanan.”

Sorakan kecil terdengar dari sebagian peserta, tapi tidak dariku. Aku hanya memandangi kepala Direwolf itu sekali lagi — simbol pertarungan yang nyaris merenggut nyawaku.

Celeste melangkah lebih dulu, bahunya tertutup salju, rambutnya basah. Sebelum menghilang di antara peserta lain, dia menoleh sekilas padaku.

Tatapan singkat, tanpa senyum, tapi cukup untuk menyiratkan satu hal: pengakuan.

Aku membalasnya dengan anggukan kecil.

Untuk pertama kalinya sejak datang ke Citadel, aku merasa... mungkin aku benar-benar pantas berada di sini.

Dan entah kenapa, di balik badai salju yang tak kunjung reda, firasatku mengatakan—ini hanyalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.

1
Mr. Wilhelm
kesimpulanku, ini novel hampir 100 persen pake bantuan ai
Ryan R Dee: sebenernya itu begitu tuh tujuannya karena itu tuh cuma sejenis montage gitu kak, kata kompilasi dari serangan disini dan disana jadi gak ada kata pengantar buat transisi ke tempat selanjutnya, tapi nanti aku coba revisi ya kak, soalnya sekarang lagi ngejar chapter 3 dulu buat rilis sebulan kedepan soalnya bakalan sibuk diluar nanti
total 7 replies
Mr. Wilhelm
transisi berat terlalu cepat
Mr. Wilhelm
Transisinya jelek kyak teleport padahal narasi dan pembawaannya bagus, tapi entah knapa author enggak mengerti transisi pake judul kayak gtu itu jelek.
Ryan R Dee: baik kak terimakasih atas kritik nya
total 1 replies
Mr. Wilhelm
lebih bagus pakai narasi jangan diberi judul fb kek gni.
Mr. Wilhelm
sejauh ini bagus, walaupun ada red flag ini pake bantuan ai karena tanda em dashnya.

Karena kebnyakan novel pke bantuan ai itu bnyak yg pke tanda itu akhir2 ini.

Tapi aku coba positif thinking aja
perayababiipolca
Thor, aku hampir kehabisan kesabaran nih, kapan update lagi?
Farah Syaikha
🤔😭😭 Akhirnya tamat juga, sedih tapi puas, terima kasih, author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!