NovelToon NovelToon
Belenggu Cinta Kakak Ipar Tampan

Belenggu Cinta Kakak Ipar Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:BTS / Selingkuh / Cinta Terlarang / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Adrina salsabila Alkhadafi

Katanya, cinta tak pernah datang pada waktu yang tepat.
Aku percaya itu — sejak hari pertama aku menyadari bahwa aku jatuh cinta pada suami kakakku sendiri.
Raka bukan tipe pria yang mudah ditebak. Tatapannya tenang, suaranya dalam, tapi ada sesuatu di sana… sesuatu yang membuatku ingin tahu lebih banyak, meski aku tahu itu berbahaya.
Di rumah yang sama, kami berpura-pura tak saling peduli. Tapi setiap kebetulan kecil terasa seperti takdir yang mempermainkan kami.
Ketika jarak semakin dekat, dan rahasia semakin sulit disembunyikan, aku mulai bertanya-tanya — apakah cinta ini kutukan, atau justru satu-satunya hal yang membuatku hidup?
Karena terkadang, yang paling sulit bukanlah menahan diri…
Tapi menahan perasaan yang seharusnya tidak pernah ada.menahan ahhhh oh yang itu,berdenyut ketika berada didekatnya.rasanya gejolak didada tak terbendung lagi,ingin mencurah segala keinginan dihati.....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 Tertangkap di Tengah Kegelapan

​Waktu terasa melambat hingga berhenti total.

​Aku dan Raka membeku, dengan jarak nol di ruang tengah yang remang-remang. Aroma cologne Raka, bau madu yang samar, dan hening yang mencekik. Semua itu menjadi latar belakang bagi pemandangan yang paling mengerikan: Kak Naira.

​Dia berdiri di ambang pintu kamar, rambutnya sedikit berantakan, mengenakan piyama sutra. Matanya yang baru terbuka sebagian tampak kebingungan, tapi perlahan, fokus matanya mengunci kami berdua.

​"Kalian... sedang apa?" Suara Naira serak, terdengar seperti dengungan lebah yang marah.

​Raka bereaksi secepat kilat. Ia menarik mundur satu langkah dariku, kembali memungut buku yang tergeletak di sofa, dan menyalakannya. Gerakannya sangat alami, seolah ia memang sedang sendirian membaca.

​"Eh, Sayang?" Raka tersenyum, senyum yang dipaksakan tapi terdengar tulus. "Aku mengira kamu sudah tidur nyenyak."

​Dia berjalan mendekati Naira, berusaha menjembatani jarak. "Aku susah tidur. Jadi aku memutuskan membaca buku ini lagi. Kebetulan Aluna... dia juga keluar."

​Naira tidak bergeming. Matanya menyapu Raka, lalu kembali ke aku. Matanya menyiratkan kebingungan yang bercampur dengan kecurigaan murni.

​"Aluna? Kenapa kamu ada di sini? Sudah hampir jam dua belas malam," tanya Naira, suaranya kini lebih tegas.

​Aku merasa kakiku terpaku di lantai. Mulutku kering, dan aku tahu aku tidak bisa berbohong secepat dan setenang Raka. Otakku macet.

​"A-aku..." Aku tergagap. "Aku haus, Kak. Aku mau ambil air minum."

​Naira menatap tanganku yang kosong. "Air minum? Kenapa harus di ruang tengah? Kenapa tidak ke dapur?"

​"Dia memang mau ke dapur, Sayang," Raka menyela dengan cepat, meletakkan tangannya di bahu Naira. Gerakan itu terasa sangat posesif, seolah ia berusaha melindungi rahasia kami di balik tubuh istrinya. "Aku kebetulan melihat dia keluar, jadi aku memanggilnya sebentar, menanyakan soal kunci mobil yang aku lupa taruh."

​Kunci mobil. Alibi Raka sangat jenius. Sesuatu yang sepele, sesuatu yang Naira tidak akan ingat lagi di pagi hari.

​"Kunci mobil?" ulang Naira, tampak mulai goyah.

​"Iya. Aku khawatir aku taruh di tas kerjamu tadi pagi. Tapi ternyata sudah kuletakkan di rak dekat pintu." Raka tersenyum lembut, lalu mencium puncak kepala Naira, sebuah gesture kemesraan yang jarang ia tunjukkan. "Maaf membuatmu terbangun. Kembali tidur ya. Aku akan memastikan Aluna juga kembali ke kamarnya."

​Naira menarik napas dalam-dalam, tampaknya menimbang-nimbang antara kecurigaannya dan rasa lelahnya.

​"Ya sudah. Lain kali jangan berisik kalau sudah malam, Mas. Dan Aluna, jangan begadang. Besok pagi temani aku ke butik," perintah Naira, nadanya terdengar sedikit dingin saat menyebut namaku.

​Naira berbalik, lalu menutup pintu kamarnya tanpa mengunci lagi.

​Kami berdua berdiri dalam keheningan yang panjang. Jantungku berdebar sangat keras hingga aku yakin Raka bisa mendengarnya.

​Raka menoleh ke arahku. Ekspresinya tidak lagi tenang. Ada campuran kekesalan karena tertangkap, dan kemenangan karena alibinya berhasil.

​"Kamu seharusnya ke dapur, Aluna," bisiknya, suaranya terdengar mendesis.

​"Aku panik, Mas! Aku tidak menyangka Kak Naira akan keluar!" Air mataku hampir menetes karena ketakutan.

​Raka berjalan perlahan ke arahku lagi, mencondongkan tubuhnya ke telingaku.

​"Dengar, jangan panik. Aku sudah mengurusnya. Dia tidak curiga, dia hanya lelah. Tapi kamu hampir menghancurkan segalanya," katanya, tapi di akhir kalimat, nadanya berubah melembut.

​"Tapi yang lebih penting..." Ia menjauh sedikit, menatap mataku yang penuh ketakutan. "Aku tahu kamu juga menantikannya, Lun."

​Dia tidak menunggu jawabanku. Raka hanya berdiri di sana, membiarkan keheningan itu menjadi jawaban. Dia membiarkan aku mencerna tuduhannya: kamu juga menginginkan ini.

​Aku tahu dia benar. Ketakutan yang kurasakan tidak lebih besar dari rasa keterikatan yang tercipta saat ia membelaku di depan Naira.

​"Aku... aku kembali ke kamar, Mas," bisikku, melarikan diri.

​"Tentu," jawab Raka, bersandar di sofa lagi. Ia memasang wajah tenang, kembali ke postur orang yang sedang membaca buku. "Sampai nanti pagi. Jangan khawatir. Naira sudah tidur pulas."

​Aku berlari ke kamarku, menutup pintu, dan langsung bersandar di sana, mencoba mengatur napas.

​Malam itu, aku tidak bisa tidur sampai subuh. Kejadian tadi terasa seperti mimpi buruk yang indah. Aku telah tertangkap basah, dan Raka berhasil menarik kami berdua dari jurang. Tapi dengan begitu, ia telah mengikatku lebih erat dalam rahasia ini.

​Aku tidak hanya takut pada Naira, tapi aku kini takut pada kekuatan Raka untuk mengendalikan situasi, dan betapa lemahnya aku di hadapannya.

​Di tengah kegelapan yang mulai memudar, aku tahu satu hal: ini bukan lagi sekadar curhat. Ini adalah permainan berbahaya, dan aku sudah menjadi pionnya.

1
kalea rizuky
benci perselingkuhan apapun alesannya sumpah eneg bgg
putri lindung bulan: iya kk, aku juga benci,tapi mau apalagi,nasi sudah jadi bubur
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!