dikisahkan ada seorang gadis desa bernama Kirana, ia adalah gadis yang pintar dalam ilmu bela diri suatu hari, ayahnya yaitu ustadz Mustofa menyuruh Kirana untuk merantau ke kota karena pikirnya sudah saatnya ia untuk membiarkan putrinya itu mempelajari dunia di luar desa
Kirana memenuhi permintaan sang ayah dan pergi ke kota yang jaraknya tak terlalu jauh dari kampung halamannya. dan di sinilah Kirana mulai di hadapkan dengan situasi yang menguji keberanian serta kesabarannya, pertemanan, Cinta segitiga sampai akhirnya ia bertemu dengan takdir yang memang telah di putuskan untuk dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riris Sri Wahyuni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bela diri untuk anak-anak
Waktu terus berjalan dan Kirana maupun anak-anak sama sekali tak menyadari akan kehadiran Reyhan di tengah-tengah mereka. karena Reyhan hanya diam sambil mengamati bagaimana cara Kirana mengajar anak-anak tersebut dan ia dibuat lega kagum dengan ketrampilan sekali kelembutan Kirana pada akhirnya jam mengaji pun selesai dan anak-anak bergantian menyalami Kirana tetapi salah satu dari mereka berbalik karena tasnya tertinggal. saat itu ia melihat Reyhan yang duduk di pojok ruangan sambil melihat ke arah mereka
"kak Reyhan, sejak kapan kakak di sana? " ucap anak tersebut dan seketika itu anak-anak dan Kirana di buat terkejut karena kedatangan Reyhan yang tiba-tiba.
Reyhan berdiri dan berjalan dengan tenang menghampiri anak-anak tersebut. "maaf, kakak sebenarnya sudah di sini dari tadi. hanya memang kakak sengaja supaya tidak mengganggu kalian "
Kirana sempat tertegun mendengar suara Reyhan. Tangannya yang tadi masih menggenggam mushaf refleks menurun perlahan, sementara pandangannya beralih ke arah lelaki itu. Wajahnya menunjukkan keterkejutan yang disusul dengan rona malu yang samar pipinya tampak sedikit memerah.
“Dari tadi…?” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar, tapi cukup menunjukkan rasa kikuknya karena sadar seluruh proses mengajarnya tadi diamati tanpa ia sadari.
Namun, setelah beberapa detik, Kirana berusaha menenangkan diri. Ia tersenyum kecil, menatap Reyhan dengan campuran lega dan canggung.
“Oh… jadi kau dari tadi memperhatikan kami?” ujarnya lembut, mencoba terdengar biasa, meski nada suaranya masih menyimpan sedikit gugup.
"maaf, aku nggak sengaja. " jawab Reyhan lembut sambil tersenyum
Kirana terpaku Di dalam hatinya, Kirana merasa ada sesuatu yang hangat bukan hanya karena malu, tapi juga karena diam-diam ia merasa senang; ternyata Reyhan memperhatikan dan menghargai usahanya mengajar anak-anak sore itu.
Kini, hanya tinggal Kirana Reyhan dan Tina yang masih berada di masjid
"kak Kirana! ayo kita pulang kak! " ajak Tina.
Kirana pun mengangguk dan ketika ia hendak pergi, Reyhan tiba-tiba mencegahnya. "tunggu! bisa kita bicara sebentar? " tanyanya. Kirana menoleh sambil memasang wajah penasaran mengenai apa yang akan Reyhan katakan padanya.
"ada yang mau aku omongin. " lanjut Reyhan
"em, baiklah." Kirana pun berbicara dengan Tina. " Tina, kamu pulang dulu nggak papa kan? kak Kirana sama kak Reyhan mau bicara sebentar. "
"oh Oke kak aku pulang dulu assalamu'alaikum"
"waalaikumsalam" jawab Reyhan dan Kirana bersamaan.
"apa yang mau kau katakan? " tanya Kirana dengan penasaran.
"aku, sebenarnya mau minta tolong sama kamu. "
"minta tolong apa? "
Reyhan menatap Kirana dan menjawab, "aku lihat sepertinya kamu mempuni dalam ilmu bela diri maka dari itu aku ingin minta tolong agar kamu mau mengajarkannya kepada anak-anak. "
Kirana tampak terkejut mendengar permintaan itu. Alisnya sedikit terangkat, dan untuk beberapa detik ia hanya menatap Reyhan, mencoba memastikan apakah ia tidak salah dengar.
“Bela diri… untuk anak-anak?” ulangnya pelan, seolah ingin memastikan maksud Reyhan. Tatapannya kemudian melembut, tapi masih menyimpan keraguan.
Ia menarik napas sejenak sebelum berkata, “Aku memang bisa sedikit, tapi… apa tidak terlalu berat untuk mereka? Mereka masih kecil.” Nada suaranya menunjukkan kehati-hatian antara ragu dan khawatir jika ia tidak mampu melakukannya dengan baik.
"aku yakin kalau kamu tau bagaimana takaran latihan yang pas untuk mereka. " ucap Reyhan seolah meyakinkan Kirana bahwa ia mampu melakukannya
Kirana masih sedikit ragu namun ketika melihat kesungguhan di mata Reyhan, Kirana tersenyum tipis. “Kalau tujuannya untuk melatih keberanian dan disiplin, aku bisa coba bantu, tapi,aku tidak bisa mengajari semua anak-anak itu sendirian." ujarnya dengan nada lembut tapi mantap, memperlihatkan rasa tanggung jawab sekaligus semangat yang mulai tumbuh di dirinya.
"jangan khawatir aku juga akan ikut melatih mereka. lagipula, latihan ini juga tidak akan kita lakukan setiap hari. hanya saja mereka tetap membutuhkannya untuk menjaga diri mereka. " ucap Reyhan.Kirana menyetujui ucapan tersebut.
"kalau kamu khawatir soal uang, aku akan menjaminnya. "
Kirana langsung menggeleng pelan, ekspresinya berubah bukan marah, tapi jelas menunjukkan bahwa ia agak tersinggung dengan ucapan itu. Tatapannya lembut namun tegas saat menatap Reyhan.
“Aku sama sekali tidak sedang membahas tentang itu,” ujarnya tenang, namun nadanya terdengar sedikit menekan. "Aku cuma ingin memastikan kalau latihan itu benar-benar bermanfaat untuk anak-anak, bukan sekadar kegiatan tambahan.”
Ia kemudian tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana agar tidak terkesan menolak mentah-mentah. “Aku mengajar karena aku senang melihat mereka belajar, bukan karena bayaran.” katanya sambil menunduk sedikit, memperlihatkan ketulusan yang khas dari dirinya — sederhana tapi berprinsip.
Reyhan terdiam dan melihat sekilas gadis itu Dalam hati, ia isa merasakan bahwa Kirana bukan hanya tulus mengajar, tapi juga memiliki harga diri yang kuat dan tidak mudah digoyahkan oleh hal-hal material.
"jadi kamu setuju? " Kirana kembali mengangguk. Reyhan pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Kirana..
"kalau begitu, aku permisi assalamu'alaikum. " Kirana hendak pulang ke kontrakan
"waalaikumsalam."