JURUS TERAKHIR TUANKU/ TUANGKU
Ribuan tahun lamanya, daratan Xianwu mengenal satu hukum: kekuasaan dipegang oleh pemilik teknik bela diri pamungkas.
Tuanku —seorang pewaris klan kuno yang tersisa—telah hidup dalam bayang-bayang kehancuran. Ia tidak memiliki bakat kultivasi, tubuhnya lemah, dan nyaris menjadi sampah di mata dunia persilatan.
Namun, saat desakan musuh mencapai puncaknya, sebuah gulungan usang terbuka di hadapannya. Gulungan itu hanya berisi satu teknik, satu gerakan mematikan yang diwariskan dari para pendahulu: "Jurus Terakhir Tuanku".
Jurus ini bukan tentang kekuatan, melainkan tentang pengorbanan, rahasia alam semesta, dan harga yang harus dibayar untuk menjadi yang terkuat.
Mampukah Tuanku, dengan satu jurus misterius itu, mengubah takdirnya, membalaskan dendam klannya, dan berdiri sebagai Tuanku yang baru di bawah langit Xianwu?
Ikuti kisah tentang warisan terlarang, kehormatan yang direbut kembali, dan satu jurus yang mampu menghancurkan seluruh dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
NOVEL: JURUS TERAKHIR TUANKU
BAB 9: JALUR WAKTU YANG TERPUTUS DAN GERBANG KOSMIS
1. Sisa-sisa Lembah Kaca
Tuanku dan Fatimah meninggalkan Lembah Kaca yang kini berantakan. Tetua Wuyan ditinggalkan, lumpuh oleh Jurus Tongkat Bayangan, sebagai pesan kepada Klan Naga Hitam. Tuanku membawa tongkat kayu tuanya, Jin, dan gulungan peta Fatimah.
Mereka telah berjalan menjauh dari Lembah Kaca, menuju hutan yang lebih lebat, saat Tuanku merasakan Batu Giok di dadanya berdenyut dengan kecepatan gila.
"Qi-nya berfluktuasi lagi," kata Tuanku, menghentikan langkah. "Bukan Qi Yin Mutlak, tetapi sesuatu yang lain. Lebih kuno."
Fatimah, yang memiliki sensitivitas spiritual yang tinggi, juga merasakan getaran itu. "Bukan Qi, Sati. Ini adalah... energi tata ruang. Seolah-olah lapisan udara di sekitar kita sedang robek."
Jin, si kucing oranye, melompat turun dari bahu Tuanku, bulunya berdiri tegak, dan ia mengeong ke arah sebuah formasi batu kuno yang tertutup lumut.
"Itu adalah Formasi Kuno Klan Umbul Sari Jember!" seru Fatimah, bergegas mendekat. "Leluhur kami menyebutnya Gerbang Kosmis. Itu adalah jalan keluar darurat untuk menghindari invasi."
Formasi itu, yang terdiri dari sembilan batu besar, kini memancarkan cahaya biru-hijau yang berdenyut, persis seperti cahaya Batu Giok di dada Tuanku.
"Batu Giok itu mengaktifkannya," Tuanku menyimpulkan. "Mungkin bukan hanya kunci untuk harta karun, tetapi juga kunci untuk Gerbang Kosmis ini."
"Gerbang Kosmis seharusnya mengarah ke dimensi saku," kata Fatimah, wajahnya dipenuhi kekhawatiran dan rasa ingin tahu yang tak tertahankan. "Tapi aku belum pernah melihatnya aktif. Ini adalah kekuatan yang sangat besar, Sati. Mungkin ini warisan terakhir yang sesungguhnya."
2. Langkah ke Dalam Misteri
Saat mereka mendekat, cahaya Gerbang Kosmis semakin kuat. Energi yang dikeluarkan begitu besar sehingga memutar dedaunan dan pasir di sekitar mereka.
"Kita harus pergi. Ini terlalu berbahaya," desak Tuanku.
"Terlambat," bisik Fatimah. "Kita sudah disentuh oleh energi itu."
Tiba-tiba, dari kejauhan, Tuanku merasakan dua aura kuat melesat ke arah mereka. Aura yang satu hangat dan dominan—Sultan Raziqin. Aura yang lain gelap dan penuh amarah—sisa-sisa Master Kultivasi Klan Naga Hitam yang baru tiba.
"Raziqin datang!" teriak Tuanku.
"Jika kita tinggal, kita mati. Jika kita masuk, kita punya kesempatan," kata Fatimah, dengan wajah yang penuh tekad. "Percayalah pada Batu Giokmu, Sati. Itu yang memanggil kita!"
Tuanku mengangguk. Ia meraih tangan Fatimah, memeluk Jin yang melompat kembali ke bahunya, dan melompat ke dalam pusaran cahaya biru-hijau itu.
Sesaat sebelum mereka lenyap, Sultan Raziqin tiba di lokasi. Ia melihat cahaya itu dan berteriak, "Tuanku! Fatimah! Kalian tidak akan lari dari takdir!"
Namun, Sultan Raziqin terlambat. Gerbang Kosmis itu tiba-tiba padam, meninggalkan sembilan batu yang kembali diselimuti lumut.
3. Ruangan Waktu yang Dingin
Tuanku merasakan sensasi jatuh yang panjang, diikuti oleh keheningan total. Ketika ia membuka matanya, ia berada di sebuah ruangan.
Ruangan itu terbuat dari bahan yang tidak ia kenali. Dinding dan lantai terasa seperti kaca hitam pekat yang dingin, tetapi tidak memantul. Langit-langit tinggi, gelap, tetapi dihiasi oleh bintang-bintang kecil yang bergerak lambat—seolah-olah mereka berada di dalam alam semesta.
Udara di sana sangat dingin dan sunyi.
"Dimana kita?" bisik Fatimah, matanya melebar takjub.
"Qi-nya sangat padat, tapi aneh," kata Tuanku. Ia menarik napas. Qi Yin Mutlak di dadanya berputar dengan tenang. Batu giok itu terasa seperti di rumah.
"Ini bukan dimensi saku biasa, Sati. Perhatikan bintang-bintang di atas. Mereka bergerak perlahan... sangat perlahan," ujar Fatimah, yang merupakan Master Spiritual dan ahli dalam energi tata ruang. "Kita berada di sebuah tempat di mana waktu melambat, sebuah Ruangan Waktu."
Ruangan Waktu. Konsep kultivasi tertinggi yang jarang diyakini keberadaannya.
Tiba-tiba, Jin, si kucing oranye, melompat dari bahu Tuanku dan mulai mencakar lantai kaca itu.
"Apa yang Jin lihat?" Tuanku mendekat.
Di lantai kaca itu, di tengah bintang-bintang, terlihat sebuah ukiran hologram yang berdenyut. Ukiran itu berupa sebuah teks yang ditulis dalam bahasa kuno Xianwu.
Fatimah segera menerjemahkannya. "Ini adalah catatan dari Pendiri Klan Umbul Sari Jember. Dia menulis: 'Kami menciptakan tempat ini untuk mengamati dan merencanakan. Di sini, satu hari adalah satu tahun di dunia luar. Namun, tempat ini tidak stabil. Kunci untuk stabilisasinya adalah Kutukan Jiwa Tuanku."
Tuanku merasakan kutukan itu semakin berat. "Batu Giok itu bukan hanya kunci, Fatimah. Ia adalah baterai untuk Ruangan Waktu ini."
4. Petunjuk Masa Depan yang Misterius
Saat mereka membaca, dinding ruangan tiba-tiba menjadi transparan, memperlihatkan sebuah pemandangan yang aneh di luar.
Itu adalah reruntuhan kota yang sangat besar, jauh lebih maju dari Kota Pasir Tandus. Gedung-gedung tinggi, kendaraan yang melayang, tetapi semuanya diselimuti debu dan kehancuran.
"Masa depan," bisik Tuanku.
"Tidak mungkin," kata Fatimah, terkejut. "Ruangan Waktu tidak bisa memproyeksikan masa depan. Mungkin ilusi..."
Saat itulah, mereka melihat sosok di antara reruntuhan. Itu adalah seorang pria yang terhuyung-huyung mengenakan jubah hitam lusuh. Ia berjalan tertatih-tatih, membawa sebatang tongkat hitam pekat.
Wajah pria itu dipenuhi luka dan janggut yang panjang. Di dadanya, Tuanku melihat sebuah giok hitam, bukan putih.
"Tongkat itu... terlihat familiar," kata Tuanku.
Pria tua itu berhenti di tengah alun-alun yang hancur, mengangkat tongkat hitamnya, dan berteriak ke langit.
"Aku telah gagal! Tujuh tahun aku mencarimu! Tapi kau lenyap, Sultan Raziqin!"
Tuanku dan Fatimah terkejut. Pria tua itu memanggil Sultan Raziqin!
"Itu... itu adalah aku," bisik Tuanku, tangannya gemetar. Wajah pria tua itu, meskipun ditutupi luka dan usia, adalah wajah Tuanku. Tongkat hitam itu adalah Tongkat Kayu Lin Kai, yang berubah warna.
"Masa depanku?"
Pria tua itu, Tuanku dari masa depan, menjatuhkan diri, menangis. Lalu, tiba-tiba, matanya yang tajam memandang lurus ke arah mereka, seolah-olah ia bisa melihat melalui dinding kaca.
"Aku tahu kau mengawasiku, Bayangan!" teriak Tuanku masa depan. "Aku tahu kau kembali! Selamatkan dia! Selamatkan Putri Liandra! Dia adalah kuncinya!"
5. Misteri Terakhir dan Pilihan Sulit
Pemandangan itu tiba-tiba padam, dan dinding kembali menjadi kaca hitam. Tuanku kehabisan napas, jiwanya terguncang.
"Tuanku," kata Fatimah, wajahnya pucat. "Masa depanmu... sangat suram. Dan dia menyebut Liandra?"
"Putri Liandra... Dia adalah kuncinya," ulang Tuanku, kebingungan. "Mengapa? Apa yang terjadi antara aku dan dia? Dan mengapa aku gagal menangkap Raziqin?"
Ia menyentuh Batu Giok di dadanya. Batu Giok itu memancarkan cahaya biru-hijau yang tenang, seolah telah menyampaikan pesannya.
"Pilihan," kata Tuanku. "Inilah misteri yang harus kupecahkan. Entah aku harus melawan takdir dengan mencari Liandra, atau aku harus menghadapi Raziqin sekarang dan menghindari kegagalan itu."
Fatimah mengeluarkan gulungan peta, yang kini ia pahami lebih dalam. "Ruangan Waktu ini tidak stabil, Sati. Energi Qi Yin Murni yang kau lepaskan tadi akan membuat Gerbang Kosmis terbuka lagi, mungkin dalam satu jam. Setelah itu, tidak ada yang bisa menjamin kau bisa kembali."
Tuanku menatap Fatimah. "Ruangan Waktu ini memberikan kita waktu, tetapi juga memberikan beban takdir."
Ia memandang Jin yang kembali tertidur pulas di lantai, seolah-olah semua yang terjadi adalah hal yang biasa.
"Hikmahnya?" Tuanku bertanya pada dirinya sendiri. "Masa depan itu misterius, tetapi masa kini adalah tindakan. Aku tidak akan membiarkan masa depan itu terjadi padaku. Aku akan mencari Putri Liandra."
Ia meraih Tongkat Kayu Lin Kai, kini dengan tekad baru. Ia tidak lagi hanya mencari pembalasan. Ia mencari penebusan, dan yang paling penting, ia mencari jawaban: Mengapa Putri Liandra adalah kuncinya?
— AKHIR BAB 9 —