Camelia mengulurkan tangannya untuk Raisa, ketika mereka masih kecil. Camelia meminta orang tuanya mengadopsi Raisa, menjadi kakaknya, karena Raisa sudah menjadi yatim piatu akibat kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan.
Sayangnya setelah dewasa, keduanya jatuh cinta pada pria yang sama. Raisa yang merasa iri dengki pada Camelia yang mendapatkan segalanya. Bahkan tega meracuni kedua orang tua Camelia, juga Camelia. Bahkan membakar rumahnya.
Setelah itu, Raisa melakukan operasi plastik persis seperti wajah Camelia. Rayyan yang baru kembali dari luar negeri, membawa Camelia palsu ke rumahnya, menikahinya.
Tanpa dia tahu, Camelia yang asli tengah berjuang antara hidup dan mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Terungkap
Vania menjelaskan apa yang terjadi, dan Vivian langsung mendengus kesal. Matanya tertuju pada gaun Camelia yang rusak di tangan Vania.
"Cek cctv!" kata Vivian.
Vania cukup terkejut dengan apa yang dikatakan ibu mertuanya.
"Memangnya tikus bisa di lihat dari cctv ya Nyonya besar?" tanya bibi Uni polos.
Namun dengan wajah tegasnya. Vivian segera menjawab pertanyaan bibi Uni itu.
"Biangnya tikus!" katanya dengan wajah yang terlihat kesal sekali.
Sementara Vivian mengajak Vania ke ruangan operator cctv. Vivian minta bibi Uni menjaga Camelia yang masih ada di kamarnya. Sedangkan di ruang makan, Raisa justru sedang dilayani dengan baik oleh pelayan bagian dapur.
"Mbak Sari, ada apa? tadi Emi dengar ada suara tikus! tikus gitu! memangnya ada tikus di rumah ini? baru dengar hal semacam itu?" tanya Emi pada Sari.
Sari yang memang mau ke halaman belakang, langsung mengangguk cepat.
"Iya Emi, besar sekali. Ihh, kayak tikus got. Tapi kalau tikus got kok bisa masuk rumah ya?"
Emi yang mendengar penjelasan Sari pun bergidik geli.
"Ihh, yang bener Mbak Sari. Terus gimana?" tanya Emi.
Apalagi tugasnya di bagian dapur. Dan tikus itu kan kalau mau cari makanan pasti ke arah dapur. Bukannya dia akan bertemu dengan tikus itu? dia takut sekali.
"Eh, ini aku lagi di suruh nyonya buat panggil pak Parjo! ya sudah, aku ke pak Parjo dulu ya. Biar dipanggilkan petugas pengusir tikus" kata Sari yang terburu-buru ke arah belakang.
Emi menghela nafas lega. Setidaknya, masalah ini akan segera teratasi.
"Hanya tikus saja kok pada heboh si bi?" tanya Raisa tanpa rasa bersalah.
"Nona Raisa, di rumah ini. Biasanya tidak ada hewan seperti itu! memangnya nona Raisa tidak geli? tidak jijik? bibi saja merinding baru mendengarnya. Apalagi kalau sampai melihatnya!" kata Emi yang memang sangat ngeri hanya membayangkannya saja.
Raisa diam dan melanjutkan sarapannya.
'Jijik? orang aku yang bawa tikus itu ke dalam rumah ini dan memasukkannya ke dalam lemari Caca. Biar saja, gaunnya yang mau dia pamerkan itu pasti rusak. Suruh siapa pamer di depanku!' batinnya.
Padahal, siapa yang sedang pamer di hadapannya. Tidak ada yang pamer, itu memang hadiah dari Vivian untuk Camelia. Apanya yang disebut pamer di depannya. Tapi, yang namanya seseorang hatinya sudah dengki. Jangankan memakai gaun yang baru dan bagus. Tersenyum saja di depan orang yang sedang dengki hatinya, orang yang dengki itu akan merasa kalau orang itu sedang pamer senyuman padanya. Susah memang kalau berhadapan dengan orang yang hatinya dengki.
Padahal Raisa juga tidak tahu, kalau ulahnya itu sebentar lagi akan ketahuan.
Di ruangan operator cctv. Vivian minta pada operator untuk menunjukkan rekaman di depan kamar Camelia semalam. Kalau di dalam ruangan memang tidak di pasang kamera pengawas. Tapi di luar seluruh koridor dan ruangan terbuka memang di pasang.
"Jam 9 coba..." kata Vivian memberikan instruksi.
Karena sebelum jam 9, mereka masih berada di kamar Camelia untuk bermain. Setelah jam 9, Vivian mengajak cucunya untuk tidur di kamar yang biasanya dia gunakan untuk menginap di rumah ini. Karena memang tempat tidur Camelia ukurannya tidak terlalu besar. Memangnya hanya cukup untuk Camelia saja.
Dan ketika rekaman itu di percepat. Jam sepuluh malam lebih, terlihat ada sosok yang mengendap-endap ke arah pintu kamar.
"Itu dia!" kata Vivian pada operator.
Vania juga lebih mendekatkan lagi pandangannya. Dan wanita yang usianya 32 tahun itu sangat terkejut.
"Raisa" gumamnya tak percaya.
"Perbesar! lihat apa yang ada di tangannya!" kata Vivian lagi.
Operator itu pun segera memperbesar gambar. Dan Vania sampai menutup mulutnya tak percaya. Karena di tangan kiri Raisa. Dia mencengkeram leher seekor tikus yang bahkan ukurannya sangat besar.
Vivian yang melihat itu melah mendengus keras.
"Lihat itu! aku sudah bilang padamu! anak itu tidak semanis yang kamu pikirkan selama ini Vania. Dia belum ada tiga bulan tinggal disini, dan lihat apa yang sudah dia lakukan! dia membawa tikus itu ke kamar Caca. Bagaimana kalau tikus itu melukai Caca?" tanya Vivian.
Vania terdiam, dia benar-benar masih sangat terkejut. Dia tidak menyangka, di depannya Raisa begitu manis. Begitu perhatian, dan pengertian. Tidak tahunya dia yang membawa tikus itu dan memasukkannya ke dalam lemari Caca.
Saat Vania masih sangat terkejut, dan belum bisa mengetakan apapun. Vivian tiba-tiba saja ingat dengan kejadian sup kepitingnya yang asin sekali itu.
"Coba putar rekaman siang harinya. Di dapur!" perintah Vivian pada operator cctv itu.
Vania menoleh ke arah ibu mertuanya itu.
"Ibu cuma mau memastikan!" kata Vivian.
Vania tidak berani berkomentar atau membantah. Di bahkan bingung harus apa sekarang. Raisa kenapa bisa seperti itu? dia masih memikirkan itu? apa semua yang Raisa tunjukkan di depannya semua palsu? atau mungkin dia hanya kebetulan saja punya pikiran itu? Vania masih mencoba memikirkan semuanya dengan tenang.
Tapi dia kembali di kejutkan, ketika Vivian meminta operator itu menghentikan percepatan pemutaran rekaman cctv.
"Berhenti!" kata Vivian.
Vania langsung memperhatikan layar 32" yang ada di depannya itu.
"Lihat itu Vania!" geram Vivian.
Kali ini Vivian terlihat kesal. Ternyata benar, kecurigaannya. Raisa juga yang menuangkan garam di sup kepitingnya.
Vania benar-benar di buat terkejut.
"Lihat anak angkat mu itu! Berani benar dia! aku akan beri dia pelajaran!" kata Vivian kesal.
Vania tidak berani membantah. Dia juga melihatnya sendiri. Dia melihat Raisa mengangkat toples dan menuangkannya ke dalam sup setelah bicara dengan Emi. Dan Emi pergi dari dapur.
Kali ini Vania memegang keningnya.
'Kenapa anak sekecil itu, bisa melakukan hal seperti ini?' batinnya bingung.
Vivian masih tidak puas.
"Coba, coba periksa rekaman beberapa hari yang lalu. Saat Uni menemukan boneka panda Camelia! periksa di luar, pokoknya cari kamera cctv yang menyorot luar jendela kamar anak kurang ajar itu!" kata Vivian sangat emosi.
Vania tidak berani mengatakan apapun. Operator itu segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Vivian. Cukup lama, meski di percepat 4 kali percepatan. Tapi cukup lama juga karena sudah berlalu cukup lama.
Namun Vivian tetap memperhatikan dengan seksama. Sampai dia benar-benar menemukan, kalau yang melemparkan boneka itu ke bawah. Bukan si belang, tapi Raisa.
"Kamu sudah lihat itu Vania! ibu sudah bilang padamu sebenarnya. Tidak mungkin kucing yang ukurannya lebih kecil dari boneka itu bisa merusaknya. Ibu yakin yang merusak boneka itu juga dia. Setelah semua ini apa kamu masih mau membelanya! dia itu bukan anak-anak, otaknya itu otak penjahat!" kesal Vivian.
***
Bersambung...
m...
sulit berpaling dari pesona Camelia 🤭
hatinya Raisa kotor sekali ya, minta di Rinso sepertinya biar bersih tanpa noda 🤣🤣🤭🤭
kok jadi kayak gitu anaknya 🤭