NovelToon NovelToon
Asmara, Dibalik Kokpit

Asmara, Dibalik Kokpit

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Ini adalah kisah tentang Asmara, seorang pramugari berusia 25 tahun yang meniti karirnya di atas awan, tiga tahun Asmara menjalin hubungan dengan Devanka, staf bandara yang karirnya menjejak bumi. Cinta mereka yang awalnya bagai melodi indah di terminal kedatangan kini hancur oleh perbedaan keyakinan dan restu orang tua Devanka yang tak kunjung datang. dan ketika Devanka lebih memilih dengan keputusan orangtuanya, Asmara harus merelakannya, dua tahun ia berjuang melupakan seorang Devanka, melepaskannya demi kedamaian hatinya, sampai pada akhirnya seseorang muncul sebagai pilot yang baru saja bergabung. Ryan Pratama seorang pilot muda tampan tapi berwajah dingin tak bersahabat.
banyak momen tak sengaja yang membuat Ryan menatap Asmara lebih lama..dan untuk pertama kali dalam hidupnya setelah sembuh dari rasa trauma, Ryan menaruh hati pada Asmara..tapi tak semudah itu untuk Ryan mendapatkan Asmara, akankan pada akhirnya mereka akan jatuh cinta ?

selamat membaca...semoga kalian suka yaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10.

Gadis Baik Hati 💘

Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah yang samar di udara.

Asmara berdiri di trotoar depan klinik kecantikan, menatap layar ponselnya yang menampilkan tulisan “Driver dalam perjalanan — 10 menit lagi.”

Namun pandangannya teralihkan saat melihat seorang wanita elegan di seberang jalan tampak limbung.

Wanita itu memegangi pelipisnya, dan beberapa kantong belanjaannya jatuh berserakan di aspal.

Tanpa berpikir panjang, Asmara langsung menyeberang dengan cepat, menyingkirkan rasa lelahnya.

“Tante ! Tante nggak apa-apa?” tanya Asmara sedikit panik.

Wanita itu tampak menahan pusing, tubuhnya hampir kehilangan keseimbangan. Asmara segera menahan lengannya, membantu menopang tubuh sang wanita agar tidak jatuh.

“Ah… kepala saya agak berputar. Tadi mungkin terlalu lama berdiri…” kata Wanita itu dengan suara lemah.

Asmara menatapnya khawatir

“Tidak apa-apa, Tante. Ayo duduk dulu sebentar.”

Asmara membimbing wanita itu menuju kursi beton di pinggir taman kecil dekat jalan.

Ia berjongkok, memunguti belanjaan yang jatuh, beberapa kotak makanan ringan dan bunga segar, lalu menatanya rapi kembali ke dalam kantong.

Ketika ia kembali, wanita itu tersenyum lemah.

Wajahnya menunjukkan wibawa dan kelembutan seorang wanita yang terbiasa hidup dalam lingkungan berkelas.

“Terima kasih ya, Nak. Maaf merepotkan kamu.”

Asmara tersenyum tulus.

“Tidak sama sekali, Tante. Justru saya khawatir Tante kenapa-kenapa. Sepertinya Tante nggak bisa menyetir dalam keadaan begini.”

Wanita itu tampak ragu, matanya menatap ke arah mobil hitam yang terparkir tak jauh.

“Memang… tapi saya tidak bisa juga meninggalkan mobil ini di sini.” katanya pelan.

Asmara berpikir cepat. Ia kemudian mengeluarkan dompet kecilnya, menunjukkan kartu identitas pramugarinya.

Asmara (lembut):

“Tante jangan khawatir. Kalau boleh saya membantu, Saya bisa bantu antar Tante pulang, atau paling tidak, sampai rumah Tante dengan aman. oh ya, ini karti identitas Saya, biar Tante nggak takut, saya benar-benar hanya ingin membantu Tante.” kata Asmara lembut, sambil memperlihatkan kartu identitasnya kerjanya.

Wanita itu menatap wajah Asmara lama, ada ketulusan di sana. Lalu ia melihat kartu identitas itu.

Senyum perlahan muncul di bibirnya.

“Kamu Pramugari di Skyair ya? Pantas… sikap kamu sangat sopan dan sigap.”

Asmara tersenyum kecil, menunduk sopan.

“Sudah kebiasaan di pekerjaan, Tante. Tapi lebih dari itu… saya cuma nggak tega lihat Tante sendirian dalam keadaan begini.”

Wanita itu menghela napas pelan, menyerahkan kunci mobilnya pada Asmara.

“Kalau begitu… boleh. Rumah saya tidak jauh dari sini, di kawasan Green Hills Residence. Terima kasih ya, Nak…” katanya ramah meski masih

“Dengan senang hati, Tante. Ayo saya bantu Tante jalan pelan-pelan.” kata Asmara menopang bahu wanita itu.

Asmara membantu wanita itu berdiri, lalu membukakan pintu mobil dengan hati-hati.

Ia memastikan wanita itu duduk dengan nyaman di kursi penumpang, menutup pintu pelan, dan kemudian duduk di kursi pengemudi.

Mobil pun melaju perlahan di jalan basah, sementara di dalam kabin, suasana terasa hening namun hangat.

Wanita itu melirik Asmara.

“Nama kamu tadi siapa, Nak?”

Asmara tersenyum.

“Asmara, Tante. Asmara Kinara.”

Wanita itu mengulang nama itu pelan, seperti menimbang sesuatu di hatinya.

“Nama yang indah… cantik sama dengan orangnya.”

Asmara tersenyum kecil,

Mobil hitam itu berhenti perlahan di depan sebuah rumah megah bergaya kolonial modern, di kawasan perumahan elit Green Hills Residence.

Lampu taman yang temaram menyoroti halaman luas dengan pepohonan rapi dan aroma melati yang samar di udara.

Asmara mematikan mesin mobil, lalu segera keluar untuk membantu wanita paruh baya yang duduk di sebelahnya.

Ia membuka pintu dengan hati-hati, menunduk sopan.

“Tante, sudah sampai. Pelan-pelan ya, saya bantu.” kata Asmara lembut.

Rosa tersenyum kecil, masih tampak sedikit lemah, tapi wajahnya mulai segar.

Dengan tangan Asmara yang menopangnya, ia melangkah perlahan menuju pintu depan.

Seorang asisten rumah tangga buru-buru muncul dari dalam rumah, terkejut melihat majikannya datang ditemani orang asing.

“Bu Rosa, astaga! Ibu kenapa?”

“Tidak apa-apa, Sri. Ibu cuma sedikit pusing di jalan. Untung ada gadis baik hati ini yang menolong dan bahkan mengantar Ibu pulang.” kata Rosa menenangkan.

Asmara tersenyum sopan, menunduk.

“Saya kebetulan lewat saja, Mba. Senang bisa bantu.”

Setelah memastikan Rosa duduk di sofa ruang tamu yang luas dan hangat, Asmara menyerahkan kunci mobilnya.

“Nah, ini kunci mobil Tante. Saya taruh di sini ya.”

Rosa menerimanya.

“Terima kasih banyak, Asmara. Kalau bukan karena kamu, entah apa jadinya. Kamu benar-benar menolong Tante.”

Asmara tersenyum lembut, tangannya otomatis menyentuh lengan Rosa sejenak.

“Saya senang Ibu sudah sampai rumah dengan selamat. Saya pamit dulu ya, Bu.”

Namun Rosa buru-buru menahannya.

“Tunggu dulu, Nak Asmara. Kamu belum makan malam kan? Ayo, makan di sini saja. Sekalian biar Tante bisa berterima kasih dengan layak.”

Asmara tersenyum malu, menunduk sopan.

“Terima kasih banyak, Tante, tapi saya tidak enak… saya cuma kebetulan lewat. Lagi pula Tante butuh istirahat, nanti malah repot kalau saya ikut makan malam disini.”

Rosa menatap gadis itu sejenak, tatapan keibuan yang lembut, penuh rasa sayang yang muncul begitu saja.

Ada sesuatu dari cara Asmara berbicara yang membuat Rosa merasa nyaman, seperti sedang berbicara dengan anak sendiri.

“Kalau begitu… baiklah. Tapi janji ya, kalau kamu sempat, mampir kesini lagi. Tante ingin berterima kasih dengan cara yang lebih pantas.”

Asmara tersenyum, matanya hangat.

“Kalau ada waktu luang, pasti saya mampir, Tante. Terima kasih sudah mengundang.”

Rosa mengangguk, masih menatap Asmara dengan pandangan lembut yang sulit dijelaskan, seperti hatinya tahu, gadis itu akan berarti lebih dari sekadar penolong di tepi jalan.

“Hati-hati di jalan, Asmara.”

“Iya, Tante. Selamat malam.”

Asmara kemudian melangkah keluar dari rumah besar itu, menuruni anak tangga dengan tenang.

Begitu mobil jemputannya datang, ia menoleh sebentar ke arah rumah yang perlahan menutup pintunya.

Entah kenapa, ia merasakan sesuatu yang aneh, hangat tapi misterius.

Dan di balik pintu yang kini tertutup, Mami Rosa masih duduk di sofa, memandangi kartu nama yang sempat diberikan Asmara saat di jalan tadi.

Ia tersenyum kecil, dan bergumam lirih

“Asmara Kinara… nama yang cantik sekali.”

...⚘️...

Malam itu, suasana rumah keluarga Maheswari Pratama terasa hangat namun hening.

Ryan baru saja pulang dari rapat penerbangan. Ia melepaskan topi pilotnya dan menggantung jaket di sandaran kursi. Mami Rosa yang tengah duduk di ruang makan, menatap anak semata wayangnya dengan senyum lega.

“Kamu baru pulang, Ry?”

Ryan menghela napas.

“Iya, Mi. Rapatnya lumayan lama. gimana keadaan Mami, tadi katanya pusing ?”

Rosa tersenyum lembut, sedikit memegangi pelipisnya.

“Iya, pusingnya sudah agak mendingan. Tadi siang Mami sempat hampir jatuh di jalan, tapi untungnya ada gadis baik hati yang menolong.”

Ryan menoleh dengan dahi berkerut.

“Gadis? Siapa, Mi?”

Rosa tersenyum.

“Namanya Asmara Kinara. Dia pramugari di maskapai SkyAir. Anak itu sopan sekali, halus, dan tanggap. Dia bahkan mengantar Mami pulang karena khawatir Mami kenapa-kenapa.”

Ryan seketika menegang.

Nama itu — Asmara Kinara.

Begitu akrab, begitu menancap di dadanya.

Namun ia berusaha tetap tenang. Ia menunduk, menyembunyikan reaksi wajahnya.

“Oh…iya , ya? Hebat juga, Mami bisa ketemu orang sebaik itu.” Ryan memberi tanggapan datar seperti biasanya.

Rosa tersenyum, menatap Ryan dengan tatapan ingin tahu.

“Kamu nggak mengenal Asmara Ry? masa kamu nggak tau dia.?”

Ryan mengangkat pandangan, sedikit terkejut oleh pertanyaan ibunya.

“Kenal?” ia berdehem pelan, mencoba terdengar biasa

“Hmm… mungkin pernah lihat sekilas, Mi. Tapi nggak begitu tahu orangnya.”

Rosa menatap anaknya lama, seolah mencoba membaca sesuatu di balik matanya.

“Padahal SkyAir kan masih di bawah pengelolaan keluarga kita, Ry. Harusnya kamu tahu sebagian besar awak kabinnya. Tapi ya wajar juga sih, kamu kan lebih sibuk di bagian operasional penerbangan dan pelatihan.”

Ryan menunduk sedikit, menatap meja makan.

Ia tak menjawab, hanya mengaduk supnya perlahan.

Ya, benar, tak banyak orang tahu bahwa SkyAir sebenarnya adalah salah satu aset besar keluarga Maheswari Pratama.

Ayahnya, Arga Pratama, kini sedang di Eropa untuk mengurus perluasan kerja sama bisnis penerbangan. Dan selama sang ayah pergi, Ryan yang mengawasi sebagian urusan internal.

Namun ia memilih merahasiakan hal itu dari banyak orang, termasuk sebagian besar karyawan.

Begitu juga dengan hubungannya, atau lebih tepatnya, perasaannya, terhadap Asmara.

Rosa tersenyum samar.

“Mami suka dengan anak itu. Dia beda, Ryan. Ada aura lembut yang bikin Mami tenang. Mami sampai berpikir… seandainya kamu bisa kenal lebih dekat dengannya, pasti Mami senang sekali.”

Ryan berhenti sejenak. Sendok di tangannya terdiam di udara.

Ia mengangkat kepala, tersenyum tipis, berusaha menutupi debaran di dada.

“Mami suka cepat sekali menilai orang, ya.” kata Ryan pelan.

Rosa menatap anak semata wayangnya penuh kasih

“Bukan cepat menilai, Ry. Mami hanya percaya pada firasat. Dan firasat Mami bilang, gadis itu memang baik hati.”

Ryan menunduk, membiarkan senyum samar lolos di bibirnya.

Kalimat itu begitu tepat, Asmara memang berhati baik.

Terlalu baik, bahkan, sampai ia takut suatu saat gadis itu akan tersakiti karena ketulusannya.

“Iya, Mi… mungkin Mami benar.” kata Ryan singkat.

Rosa memandang anaknya lembut tanpa menyadari nada berbeda di suara Ryan.

Sementara itu, di dalam hatinya sendiri, Ryan berperang dengan rasa yang belum siap ia akui, terutama di hadapan ibunya.

Karena yang tak diketahui Mami Rosa adalah, gadis yang baru saja menolongnya...

adalah perempuan yang diam-diam mulai mengisi ruang hati anaknya.

...✈️...

...✈️...

...✈️...

^^^Bersambung....^^^

1
Siti Naimah
menyimak dulu...kelihatannya bakal seru nih
Marini Suhendar
❤❤❤...lanjut thor
Nursina
semangat lanjutkan👍
Nursina
karya yg menarik semangat
Mericy Setyaningrum
wah Dubai Im in love
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!