seorang pemuda yang di paksa masuk ke dalam dunia lain. Di paksa untuk bertahan hidup berkultivasi dengan cara yang aneh.
cerita ini akan di isi dengan kekonyolan dan hal-hal yang tidak masuk akal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellow street elite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Li Jiu hanya diam memandangi Rynz.
Tak ada rasa terancam. Tak ada kesiapan bertahan. Hanya pandangan tenang yang seolah berkata: "Silakan coba."
Rynz menarik napas.
Lalu, untuk pertama kalinya sejak ia tiba di lembah ini, ia melepaskan balutan kain di lengan kirinya.
Perban kotor itu jatuh ke tanah.
Di baliknya, tangan kirinya telah pulih sepenuhnya… namun kulitnya berwarna hitam legam, seperti arang yang baru membeku dari kobaran api.
Dan dari tengah telapak tangannya, muncul sebuah tato berbentuk nyala api, berwarna hitam mengkilap, yang tampak sedikit berdenyut saat tubuhnya mulai memanas.
Rynz mengangkat tangan kirinya ke udara.
Dari pusaran tipis energi hitam, muncullah sebuah palu.
Bukan palu besar.
Ukurannya tidak lebih dari palu pandai besi biasa. Tapi bentuknya padat, besi hitam seperti batu bara yang dipadatkan oleh waktu, dan gagangnya tampak menyatu dengan tangan Rynz, seolah itu bagian dari dirinya.
Aura dari palu itu tidak mengamuk.
Tidak menyala atau menimbulkan guncangan.
Namun udara di sekitarnya berubah—seolah ada kekuatan menahan sesuatu untuk tidak lepas kendali.
"Akar spiritual senjata," gumam Lu Ban dengan senyum tipis.
"Tipe tak dikenal…
tapi tak berasal dari dunia ini."
Li Jiu sedikit menaikkan alis. Ini pertama kalinya ia menunjukkan ketertarikan pada murid baru itu. Ia maju satu langkah, namun serigala hijaunya tidak bergerak sama sekali.
Seolah pertarungan ini hanya antara manusia…
dan manusia.
"Kau akhirnya mau bertarung," ucap Li Jiu.
Rynz mengangkat bahu.
"Bukan karena aku merasa bisa menang…
Tapi kalau aku harus dihajar, lebih baik dihajar setelah mencoba sesuatu."
Dan tanpa menunggu aba-aba—
Rynz menyerang lebih dulu.
Palu itu diayunkan dari samping, berat namun cepat. Suaranya seperti besi memukul udara kosong, menciptakan tekanan berat dari arah horizontal.
Li Jiu bergerak ke samping, mencoba menghindar—
Namun di saat itu juga, tangan kiri Rynz menyala sekejap, dan palu itu tiba-tiba berubah arah, mengikuti tubuh Li Jiu!
"BRUGHH!!"
Tepat saat palu itu hampir mengenai tubuh Li Jiu—
sebuah tendangan kuat menghantam perut Rynz, membuat tubuhnya terpental ke belakang dan menghantam tanah keras.
"UGHH!!"
Rynz terbatuk, tangan kanannya mencengkeram tanah. Palu itu terlepas dari genggamannya dan menghilang begitu saja, menguap seperti asap. Ia meringis, menahan rasa sakit di bagian perut dan pinggangnya.
Li Jiu tetap berdiri di tempat, tidak mengejar.
Ia hanya berkata pelan,
"Itu bukan senjata untuk bertarung."
Lu Ban tersenyum kecil, lalu berdiri dan berjalan perlahan mendekat.
"Dia benar."
"Itu… adalah akar spiritual tangan kananmu. Sebuah roh senjata, tapi bukan untuk menghancurkan."
"Palu itu, Rynz… adalah alat untuk membentuk, bukan memukul."
Rynz terengah, namun menoleh ke arah gurunya.
Keningnya berkerut, masih mencoba memahami.
"Maksudmu... itu bukan senjata?"
Lu Ban mengangguk pelan.
"Itu adalah palu pandai besi. Akar spiritual dari jenis senjata, tapi bukan untuk bertempur.
Ia ditakdirkan untuk menempa, membentuk, dan menciptakan.
Bukan untuk membunuh."
"Karena itu seranganmu tadi gagal. Kekuatan palu itu tak terbangun dari niat menghancurkan, tapi dari tekad membentuk sesuatu yang lebih kuat."
Li Jiu melangkah pelan ke arah Rynz, namun tidak dengan niat menyerang.
Ia hanya menatap lengan kiri Rynz yang kini menghitam kembali, dan berkata:
**"Yang berbahaya… bukan tangan kananmu."
"Tapi tangan kirimu."
"Dan itu… belum kau pahami."
Rynz menunduk. Matanya menatap kedua tangannya—satu tampak biasa, satu tampak seperti milik iblis.
Untuk sesaat, hening menggantung.
Namun tiba-tiba, Lu Ban menepuk tangan dua kali.
"Cukup. Ujian selesai."
Ia memandang kelima murid itu—yang kini terkapar, terdiam, atau menatap kosong.
"Kalian semua gagal mengalahkan Li Jiu. Tapi bukan berarti kalian gagal menjadi murid sejati."
"Mulai besok… kalian akan masuk ke tahap pelatihan pertama."
"Pelatihan jiwa dan akar spiritual sejati."
Keesokan harinya, langit Lembah Angin diselimuti kabut tipis. Udara terasa dingin, namun segar. Aroma embun pagi bercampur dengan tanah lembah yang masih basah setelah semalaman diguyur hujan ringan.
Kelima murid baru berkumpul di halaman utama, masih dengan pakaian latihan yang sama. Tubuh mereka masih terasa pegal dan luka-luka dari pertarungan kemarin, namun tak ada satu pun dari mereka yang mengeluh.
Di hadapan mereka, Lu Ban berdiri tegak, dengan Li Jiu di sampingnya.
"Mulai hari ini," suara Lu Ban mengalun tegas, "kalian akan memasuki tahap pertama dari pelatihan kultivasi sejati.
Tahap yang paling dibenci, paling menyakitkan, namun juga paling menentukan masa depan kalian."
Ia berhenti sejenak, lalu mengangkat tangan.
"Pembersihan nadi."
Zhou Lan mengernyit. Chen Mo tampak bingung. Fei Rong dan Miya saling melirik, lalu menatap Lu Ban penuh tanya.
Hanya Rynz yang berdiri diam, menyimak.
"Tubuh kalian, seperti tubuh semua manusia biasa, dipenuhi jalur energi."
"Namun sebelum kalian bisa menggunakan roh spiritual dengan benar, jalur itu harus dibersihkan. Setiap racun, hambatan, dan luka yang kalian alami sejak lahir… harus dihapus."
"Dan itu… sakit."
Li Jiu melangkah maju membawa sebuah kotak kayu. Ketika dibuka, tampak di dalamnya lima buah pil berwarna kehitaman, sebesar kelereng, masing-masing mengeluarkan bau tajam seperti ramuan yang telah difermentasi terlalu lama.
"Ini adalah Pil Penyucian Dasar.
Tugas kalian: menelannya, lalu duduk bersila di tepi kolam air es di belakang lembah, dan tahan rasa sakit selama tiga jam tanpa bergerak."
Fei Rong mendengus, "Hanya itu?"
Li Jiu menatapnya datar.
"Kalau kau bergerak sebelum waktunya, energi dalam pil akan meledak dan merusak nadi-mu sendiri. Itu hanya akan menyisakan rasa nyeri… dan kegagalan."
Lu Ban menyambung,
"Ingat baik-baik: tanpa pembersihan nadi, kalian tak bisa menyerap energi langit dan bumi. Kalian akan selamanya jadi orang biasa yang hanya membawa roh spiritual seperti pajangan tak berguna."
Kelima murid menelan ludah bersamaan.
Satu per satu, mereka mengambil pil dari kotak, lalu berjalan menuju bagian belakang lembah—menuju kolam es alami yang airnya bersumber langsung dari pegunungan.
Uap putih mengepul dari permukaan air.
Batu-batu hitam mengelilingi kolam itu, dan di tengahnya ada lantai batu tempat mereka duduk bersila.
Rynz mengambil tempat paling ujung.
Ia mengamati pil itu sejenak, lalu—tanpa berkata apa pun—menelannya dalam sekali dorong.
Rynz duduk bersila di atas batu, tubuhnya tegak, wajahnya datar.
Pil Penyucian yang ia telan perlahan mencair dalam perutnya, menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan jalur nadinya.
Tapi berbeda dengan keempat murid lain yang sudah mulai menggeliat kesakitan, menggertakkan gigi, bahkan menahan tangis karena rasa panas yang menjalar dari dalam ke luar…
Rynz tak merasakan apa pun.
Tidak panas.
Tidak nyeri.
Tidak sensasi tertusuk seperti yang dijelaskan oleh Lu Ban sebelumnya.
Tidak ada ledakan energi.
Hanya… keheningan.
Dalam keheningan itu, Rynz menutup matanya.
Lalu ia mulai merasakan sesuatu yang tak dilihat orang lain.
Di dalam tubuhnya, di balik jalur nadinya…
Ada sesuatu yang terus menyala.
Sebuah bara.
Sebuah nyala hitam legam yang seolah tidak berasal dari dunia ini.
Api itu tak berkedip. Tak berkobar liar. Tapi panasnya terlalu stabil, terlalu dalam, seperti tungku api neraka yang tak pernah padam.
Dan ketika efek Pil Penyucian mencoba memasuki nadi Rynz—
api hitam itu langsung membakarnya dalam sekejap.
Racun yang seharusnya dimuntahkan dari tubuhnya tak sempat muncul.
Energi asing yang hendak membersihkan jalurnya justru terbakar habis sebelum menyentuh lapisan terdalam.
Api itu… tidak menerima apa pun dari luar.
Dan pada saat bersamaan, tak ada yang sanggup melawannya.
---
Sementara itu di sisi lain kolam…
Fei Rong mengerang sambil memukul tanah.
Chen Mo memeluk perutnya, gemetar.
Miya menggigit lengan bajunya untuk menahan jeritan.
Zhou Lan tampak menggigil kedinginan, bahkan mulai berdarah dari telinga.
Li Jiu yang mengawasi dari kejauhan hanya mengangguk.
"Itu wajar. Tubuh mereka sedang disucikan."
Namun saat matanya melihat ke arah Rynz—
ia sempat menyipitkan mata.
"Tidak ada reaksi? Tidak mungkin…"
Ia berjalan pelan ke arah Lu Ban yang masih berdiri di kejauhan.
"Guru…"
"Anak itu… tubuhnya tidak menunjukkan gejala apapun."
Lu Ban hanya tersenyum tipis.
"Memang tidak."
"Karena tubuh anak itu… sudah lama terbakar dari dalam."