Yansya diceraikan istrinya karena dia miskin. Setelah menjadi agent khusus, akankah hidupnya berubah menjadi lebih baik? atau menjadi semakin buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aksi Maya
Ledakan dahsyat yang baru saja terjadi menghempaskan semua orang ke tanah. Itu termasuk Yansya, Lisa, serta kedua tim yang masih terbengong-bengeng karena kaget.
Beberapa pengunjung berteriak histeris, mencoba mencari perlindungan. Kepulan asap tebal mulai menyelimuti area.
Yansya dengan cepat menarik Lisa ke belakang sebuah kios makanan yang roboh, melindunginya dari puing-puing yang berjatuhan. Matanya menyapu sekeliling, mencari sumber kekacauan.
"Semuanya, cari perlindungan!" teriak Yansya melalui komunikatornya, suaranya dipenuhi ketegasan. "Prioritaskan keselamatan warga sipil!"
Ia kemudian meraih tangan Lisa erat, memberikan kode tatapan yang mereka berdua pahami. Dengan gerakan yang cepat serta terkoordinasi, mereka berdua mulai bergerak menuju titik ledakan, meninggalkan tim mereka untuk menangani kekacauan di area taman hiburan.
Di tengah kekacauan, mata Yansya menangkap sebuah bayangan yang bergerak cepat di antara asap. Itu adalah sosok berjubah hitam yang melesat menuju pintu keluar timur taman, arah yang sama dengan tempat ledakan pertama terjadi.
"Lisa, lihat itu!" seru Yansya, menunjuk ke arah sosok misterius tersebut. Tanpa menunggu balasan, Yansya langsung berlari mengejar bayangan itu, diikuti oleh Lisa yang mengangguk paham.
Mereka berdua tahu bahwa sosok itu kemungkinan besar adalah dalang di balik semua kekacauan ini. Mereka harus segera menghentikannya sebelum lebih banyak korban berjatuhan.
Sosok berjubah hitam itu ternyata adalah seorang pria. Ia berlari dengan kecepatan luar biasa, sesekali melepaskan tembakan ke arah Yansya dan Lisa.
Pria itu menembakkan peluru yang melesat lurus ke arah mereka. Tetapi Yansya dengan sigap menarik Lisa ke balik sebuah mobil yang terparkir, menghindari serangan itu.
"Dia bersenjata!" ucap Yansya, rahangnya mengeras. "Kita harus berhati-hati, Sayang!"
Lisa mengangguk, lalu ia membalas tembakan ke arah pria itu, mencoba menghambat pergerakannya. Mereka berdua sadar bahwa pertarungan ini tidak akan mudah, dan mereka harus menggunakan semua kemampuan untuk menghentikan ancaman yang baru saja dimulai.
Pria berjubah itu terus melepaskan tembakan acak ke arah mereka. Ia memaksa Yansya dan Lisa berlindung di balik berbagai objek seperti tong sampah dan bangku taman yang terbalik, sambil terus maju perlahan.
"Kita tidak bisa terus seperti ini!" teriak Lisa, suaranya sedikit teredam oleh suara ledakan kecil lain dari kejauhan yang masih terdengar. "Aku tidak bisa menembaknya dengan jelas karena asap terlalu tebal!"
Yansya melihat celah di antara kepulan asap, menghitung lintasan peluru dan pergerakan pria itu. "Dia mencoba memancing kita ke area terbuka!" balas Yansya, matanya menyipit saat ia melihat pola tembakan pria itu. "Tetap di belakangku, kita akan gunakan ini sebagai keunggulan."
Saat pria itu berhenti sebentar untuk mengisi ulang senjatanya, Yansya segera memanfaatkan momen itu. Dengan gerakan cepat, ia melesat dari balik perlindungan, berlari zig-zag sambil menembak ke arah pria itu, memaksa sang penyerang untuk kembali berlindung.
"Sekarang, Sayang!" seru Yansya, suaranya menggema di tengah kekacauan. Lisa langsung melompat dari persembunyiannya, menembakkan serangkaian peluru tepat ke arah kaki pria berjubah tersebut, membuat pria itu kehilangan keseimbangan dan tersandung.
Yansya dan Lisa segera mengejar, mempersempit jarak di antara mereka. Mereka tahu ini adalah kesempatan emas untuk melumpuhkan pria itu sebelum ia sempat melakukan hal yang lebih berbahaya.
Tepat saat Yansya dan Lisa hampir mencapai pria berjubah itu, pria itu dengan cepat bangkit. Ia melempar sebuah granat setrum ke arah mereka. Itu menciptakan kilatan cahaya menyilaukan dan gelombang suara frekuensi tinggi yang memekakkan telinga.
Yansya segera memeluk Lisa, menariknya ke tanah, melindungi kepalanya dari efek ledakan itu. Tetapi mereka berdua masih sempat merasakan getaran listrik yang mengalir di udara.
"Sial!" umpat Yansya, suaranya serak karena efek setrum. Ia mencoba bangkit dengan sempoyongan, sementara pria berjubah itu sudah melesat pergi, menghilang di balik kerumunan orang-orang yang panik. Itu meninggalkan Yansya dan Lisa dalam kondisi terhuyung-huyung dan disorientasi.
Yansya merasakan pusing yang menusuk kepala. Saat pandangannya mulai fokus, ia meninju udara karena kesal, lalu melontarkan keluhan keras.
"Sialan! Aku sudah hampir menang di arena lempar bola itu, hadiahnya lumayan untuk beli dua porsi sate padang, dan sekarang semuanya hancur berantakan karena ledakan tak berguna ini!" Umpatan itu keluar dari mulutnya, nadanya dipenuhi kekesalan yang mendalam.
Itu tidak hanya karena buronan itu lolos, tetapi juga karena ia merasa dirugikan secara finansial dari kencan yang seharusnya menguntungkan. Lisa, yang juga masih sedikit terhuyung, hanya bisa menggelengkan kepala samar-samar melihat Yansya yang masih sempat memikirkan urusan uang di tengah situasi darurat seperti ini.
"Yansya, ini bukan waktunya memikirkan sate padang!" seru Lisa, suaranya sedikit meninggi karena frustrasi, sambil berusaha menstabilkan diri. "Kita baru saja diserang, dan buronan itu lolos!"
"Apa kamu tidak melihat berapa banyak kerugian yang dia sebabkan di sini, bukan cuma kerugianmu di arena permainan?" Ia menunjuk ke arah puing-puing wahana dan pengunjung yang berhamburan, mencoba membuat Yansya kembali fokus pada gambaran besar, meskipun ia tahu bahwa sifat mata duitan Yansya memang sulit dihilangkan begitu saja.
Yansya mendengus kesal, menyeka darah tipis dari sudut bibirnya akibat benturan. "Tentu saja aku melihatnya, Sayang, dan itulah kenapa aku makin kesal!" balas Yansya, pandangannya beralih ke arah pintu keluar yang kini dipenuhi asap.
"Dia tidak hanya menyebabkan kerugian materi, tetapi juga membuatku kehilangan kesempatan emas untuk membuktikan bahwa aku bisa mengalahkan mesin capit boneka itu! Aku sudah mengeluarkan lima puluh ribu rupiah di sana, lima puluh ribu! Aku bahkan belum sempat menebus kekalahanku!" Yansya mengerang, rasa kesalnya terhadap buronan itu bercampur dengan kekesalan terhadap mesin capit yang seolah mengejek kemampuannya.
Lisa menatap Yansya, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis, meskipun matanya masih memancarkan kelelahan. Wanita itu terlihat sangat cantik meskipun rambutnya sedikit berantakan karena ledakan, dengan beberapa helai menempel di wajahnya yang bersih, menegaskan lekuk pipi dan rahangnya yang tegas.
Kaus hitam yang ia kenakan kini terlihat sedikit robek di bahu, namun itu tidak mengurangi pesonanya. Justru menunjukkan kekuatannya yang tak tergoyahkan.
"Jadi, kamu lebih kesal karena kehilangan lima puluh ribu rupiahmu atau karena aku hampir terkena ledakan, Tuan Ketua Tim?" tanya Lisa dengan nada menggoda, seolah menantang Yansya untuk memilih antara materi dan dirinya, dan ia menanti jawaban dengan tatapan geli yang penuh arti.
Yansya terpaku, matanya menatap Lisa. Ia sejenak melupakan semua kekacauannya karena kecantikan wanita di depannya yang semakin terpancar dalam situasi genting itu. Meskipun kausnya sedikit robek hingga menampakkan garis bahunya yang indah, ia terlihat sangat mempesona, membuat Yansya merasakan jantungnya berdebar kencang.
"Tentu saja karena kamu, Sayang," jawab Yansya cepat, nadanya jauh lebih lembut. "Uang bisa dicari, tapi kehilanganmu... itu kerugian yang tidak bisa tergantikan, apalagi jika itu berarti aku tidak bisa lagi melihat senyum manismu." Ia meraih tangan Lisa, menggenggamnya erat, seolah ingin memastikan wanita itu tetap di sisinya.
Lisa tersenyum malu-malu, pipinya merona tipis mendengar pengakuan Yansya yang tulus. Ia membalas genggaman tangan pria itu dengan kehangatan.
"Kalau begitu, jangan buang waktu memikirkan hal-hal sepele itu," bisik Lisa, nadanya kembali serius. "Kita punya buronan yang harus ditangkap, dan kali ini, pastikan dia tidak lolos dengan alasan apa pun, agar kamu tidak perlu lagi mengeluh soal uang, dan aku tidak perlu lagi khawatir dengan mesin capit bonekamu." Ia mengalihkan pandangannya ke arah pintu keluar timur, di mana asap mulai menipis, siap untuk melanjutkan perburuan yang sempat tertunda.
Yansya mengangguk mantap, sorot matanya kembali tajam, kini sepenuhnya fokus pada misi di depan mereka. Ia mengaktifkan komunikatornya, suaranya dipenuhi otoritas yang baru.
"Reno, David, pantau semua CCTV di area pintu keluar timur! Cari pola pergerakan mencurigakan! Alex, Clara, bentuk unit pengejaran, blokir semua jalur pelarian yang mungkin! Maya, bersiap untuk penyamaran dan interogasi cepat!" Perintahnya mengalir cepat dan presisi, menunjukkan bahwa ia sudah kembali ke mode agen penuh, melupakan sejenak keluhan soal uang yang sempat membuatnya kesal.
Lisa melihat Yansya yang kini sudah kembali serius. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya, bangga melihat kekasihnya bisa mengesampingkan sifat mata duitan demi tugas.
Mereka berdua melangkah maju, melewati puing-puing yang berserakan. Kerumunan orang yang panik mulai berangsur-angsur menyingkir, seolah menyadari aura kuat yang terpancar dari kedua agen itu.
Yansya dengan sigap memeriksa area sekitar, memastikan tidak ada lagi jebakan yang tersembunyi. Sementara Lisa mengamati setiap detail, mencari petunjuk yang mungkin ditinggalkan oleh pria berjubah hitam itu.
Tiba-tiba, suara David terdengar dari komunikator. "Ketua Tim Yansya, kami mendeteksi pergerakan di dermaga timur, sebuah kapal kargo kecil baru saja berlayar tanpa izin! Kami juga melihat sosok berjubah hitam melompat ke kapal itu!"
Ekspresi Yansya langsung mengeras. Ia menatap Lisa dengan pandangan tajam, mengisyaratkan bahwa buronan itu sudah mendekati batas akhir pelariannya, dan mereka harus bertindak cepat sebelum kapal itu terlalu jauh dari jangkauan.
Mendengar laporan itu, Yansya langsung membalas, "Maya, ini giliranmu! Kita butuh informasi dari dalam kapal itu secepatnya!" Tanpa menunggu balasan, Yansya dan Lisa segera berlari menuju dermaga, menyadari bahwa setiap detik sangat berharga.
Di tengah keramaian dermaga yang kacau balau, Maya sudah melesat maju, bergerak cepat dan tanpa suara, seolah-olah dia adalah bagian dari kabut pagi yang menyelimuti area pelabuhan itu.
Dengan kecepatan luar biasa, Maya berhasil menyelinap ke tengah kerumunan pekerja bongkar muat yang panik. Lalu dalam sekejap, penampilannya berubah. Topinya kini menjadi helm proyek, rompi pengamannya muncul entah dari mana, dan ekspresi wajahnya berubah menjadi ekspresi lelah khas pekerja shift malam.
Ia menyatu sempurna dengan latar belakang, bahkan suaranya yang tadinya lembut kini terdengar serak seperti orang yang kurang tidur. Tanpa ada yang menyadari, ia sudah berbaur, seolah selalu ada di sana, siap untuk misi penyusupan yang menegangkan.
Maya memanfaatkan kekacauan di dermaga. Ia bergerak lincah di antara tumpukan kontainer dan tali-temali kapal. Dengan mata elangnya, ia segera menemukan kapal kargo yang disebutkan David.
Dengan langkah tenang namun sigap, ia melompat ke atas kapal, menyamar sebagai salah satu awak kapal yang sedang sibuk mempersiapkan keberangkatan. Ekspresinya datar, menunjukkan sikap profesionalisme tingkat tinggi, sehingga tidak ada seorang pun yang menyadari bahwa ia adalah agen khusus yang sedang dalam misi berbahaya, siap untuk menguak misteri di balik buronan berjubah hitam.
Saat Yansya hendak memberikan instruksi lebih lanjut kepada Maya, suara Maya tiba-tiba terdengar di komunikator, nadanya mantap dan penuh percaya diri. "Ketua, aku bisa menyelesaikan ini sendiri. Berikan aku lima menit untuk mengamankan buronan, dan aku akan mengirimkan sinyal begitu kapal berlabuh."
Meskipun ada sedikit keraguan di wajah Yansya, ia mengangguk samar, mengakui kemampuan Maya yang memang tak tertandingi dalam penyamaran dan infiltrasi. Ia tahu Maya tidak hanya pandai menyamar, tetapi juga memiliki kemampuan bertarung yang mematikan jika diperlukan.
Di dalam kapal kargo, Maya bergerak cepat dan senyap. Ia menyelinap di antara tumpukan peti kemas, matanya tajam memindai setiap sudut.
Ia melihat pria berjubah hitam itu sedang berbicara dengan seorang pria lain yang tampak mencurigakan di area kargo utama. Dengan gerakan secepat kilat, Maya melesat dari balik peti, melumpuhkan pria mencurigakan itu dengan satu pukulan presisi ke titik sarafnya, membuatnya ambruk tanpa suara.
Wajah Maya menampilkan ekspresi tanpa emosi, namun di dalam hatinya, ia sedang menyusun rencana untuk melumpuhkan target tanpa menarik perhatian awak kapal yang lain.
Tepat lima menit kemudian, sinyal dari Maya berkedip di layar komunikator Yansya. Itu adalah kode keberhasilan.
Ekspresi Yansya langsung berubah lega, dan ia menatap Lisa dengan senyum tipis. "Maya berhasil, Sayang. Dia tidak pernah mengecewakan."
Lisa mengangguk, sorot matanya menunjukkan kebanggaan pada anggota timnya yang memang selalu bisa diandalkan dalam situasi paling sulit sekalipun, terutama karena ia tahu setiap agennya memiliki kemampuan bertarung yang mumpuni.