NovelToon NovelToon
Lahir Kembali Di Medan Perang

Lahir Kembali Di Medan Perang

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Balas Dendam / Time Travel / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Penyelamat
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: zhar

Seorang pria modern yang gugur dalam kecelakaan misterius terbangun kembali di tubuh seorang prajurit muda pada zaman perang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Surya dikawal ke markas oleh dua prajurit sinyal, satu di depan dan satu lagi di belakang.

Mayor Wiratmaja ternyata cukup sopan. Ia mempersilakan Surya duduk di kursi, menuangkan segelas air, lalu berkata sambil menenangkan,

"Tenang saja, Nak. Saya cuma mau tanya beberapa hal. Biar jelas untuk kita semua."

"Baik, Mayor," jawab Surya, meski matanya masih gelisah melirik ke arah Komandan Joko yang berdiri di samping Mayor Wiratmaja.

Komandan itu kelihatan puas, jelas dari wajahnya ia merasa sudah membuktikan sesuatu.

"Saranmu itu bagus sekali!" ujar Mayor Wiratmaja sambil mondar-mandir di depannya. "Maksud saya, jarak 500 meter itu. Kami pakai sarannya waktu menahan serangan terakhir Belanda kemarin!"

"Itu memang kewajiban saya, Komandan Mayor," jawab Surya cepat.

Benar juga, pikirnya. Kalau serangan Belanda waktu itu tidak berhasil dihalau, ia sendiri mungkin sudah tewas.

"Tapi..." Mayor Wiratmaja menyipitkan mata, "kenapa kamu bisa tahu detail perlengkapan Belanda? Bahkan soal jangkauan mortir kaliber 50 milimeter mereka, jumlah senapan ringan, sampai posisi senapan mesin?"

Surya terdiam sejenak. Barulah ia sadar letak masalahnya. Saat itu, agresi militer baru saja pecah, mana mungkin seorang prajurit biasa tahu sedetail itu tentang peralatan Belanda? Dari situ saja orang bisa mencurigainya sebagai mata-mata.

Untungnya Surya cepat berputar otaknya. Ia mengernyit lalu berkata,

"Itu saya dapat dari orang Polandia, Komandan Mayor."

"Polandia?" dahi Wiratmaja berkerut.

"Betul, Komandan Mayor," jawab Surya mantap. "Namanya Sergio. Dia bisa bahasa Melayu sedikit, dan kami sempat ngobrol sebentar. Dia yang cerita soal itu semua. Saya juga heran kenapa dia bisa tahu banyak."

Meski kalimat itu terdengar sederhana, sebenarnya banyak informasi yang ia sisipkan. Surya sengaja tidak menjelaskannya dengan gamblang, karena ia tahu semakin samar sesuatu diceritakan, semakin tampak masuk akal di mata orang lain.

Mayor Wiratmaja dan instrukturnya saling pandang, lalu mengangguk kecil.

Yang mereka tangkap hanyalah orang Polandia.

Wajar saja. Saat itu banyak orang Polandia yang melarikan diri ke berbagai wilayah karena perang di Eropa. Tidak mustahil jika ada yang sampai ke Jawa, apalagi lewat jalur pelabuhan. Bahasa mereka pun ada kemiripan dengan bahasa lain di Eropa, jadi komunikasi seadanya masih mungkin terjadi.

Dengan begitu, cerita Surya terasa masuk akal.

Padahal, semua itu hanya bualan yang ia lemparkan begitu saja.

"Baiklah, Surya!" Mayor Wiratmaja kembali melangkah pelan. "Lalu, apa lagi yang dia katakan padamu? Maksud saya, ada nggak informasi berharga lain?"

Surya langsung sadar ini adalah kesempatan. Ia pun menambahkan dengan nada mantap,

"Ada, Komandan Mayor. Dia bilang Belanda itu licik, jangan pernah percaya perjanjian apapun yang mereka tanda tangani. Katanya, cepat atau lambat Belanda akan datang lagi dengan serangan yang jauh lebih besar!"

Surya mengucapkan kalimat itu dengan penuh penekanan, seolah ia benar-benar yakin.

Mayor Wiratmaja berhenti melangkah. Sebuah senyum tipis terbentuk di wajahnya, namun jelas mengandung getir.

Surya langsung paham arti senyum itu. Ia berhasil menyentuh sisi rapuh sang Mayor sebuah kebenaran pahit yang sudah lama ia pendam.

Sebelum perang benar-benar pecah, Mayor Wiratmaja sebenarnya sudah menegaskan pandangannya berkali-kali:

“Perang itu sudah di depan mata,” katanya. “Belanda di seberang sungai bisa kapan saja menyerang. Mereka bisa batalkan perjanjian gencatan senjata, seperti halnya perjanjian lain yang pernah mereka langgar.”

Bagi seorang perwira berpengalaman, wajar saja ia menarik kesimpulan begitu. Sudah seharusnya prajurit siap menghadapi kemungkinan terburuk dari musuh.

Masalahnya...

Pada saat itu, sebagian besar petinggi republik justru yakin Belanda tidak mungkin menyerang. Mereka masih sibuk berunding di meja internasional, juga berhadapan dengan tekanan diplomatik dari pihak luar negeri. Sampai ada yang bilang, isu bahwa Belanda akan menyerang lagi hanyalah akal-akalan intelijen asing untuk bikin hubungan republik dan Belanda makin tegang.

Maka tak heran, pernyataan seperti yang dilontarkan Mayor Wiratmaja dianggap berbahaya. Bahkan sempat ada laporan singkat ke atasan, menuduhnya menyebarkan kabar bohong yang bisa menurunkan moral pasukan.

Tuduhan itu serius. Kalau tidak ada kejadian luar biasa, tanggal 27 ia sudah pasti ditinjau, bahkan bisa kena hukuman berat karena dituduh menebar “teror” di kalangan tentara.

Untunglah sebuah “kebetulan” terjadi. Pukul 4 pagi tanggal 21 Juli 1947, Agresi Militer Belanda I benar-benar meledak.

Ironis. Sesuatu yang nyaris menyeret Mayor Wiratmaja ke hukuman disiplin justru menyelamatkan kariernya. Karena ramalannya terbukti benar.

“Omong kosong!” tiba-tiba si instruktur lapangan menyergah Surya. “Kalau memang kamu dengar informasi penting soal itu, kenapa tidak dilaporkan? Sekarang buktinya Belanda memang menyerang!”

“Komandan instruktur,” jawab Surya dengan wajah polos, “saya kira itu cuma omongan kosong dari orang asing. Kau tahu sendiri, orang-orang dari luar suka bikin kita benci Belanda biar cepat perang. Jadi saya anggap angin lalu.”

Surya sengaja berhenti di situ. Tak perlu menjelaskan panjang-lebar, semua orang sudah paham. Kalau ia benar-benar melapor, bisa-bisa malah menjerumuskan Mayor Wiratmaja dengan tuduhan menyebarkan teror.

Mayor Wiratmaja mengangguk kecil, tanda ia mengerti. Dalam hal ini, ia dan Surya sama-sama saling paham senasib sepenanggungan.

“Jadi...” ucap Mayor Wiratmaja kemudian, “benar kamu tadi bilang pada kawanmu ‘pertempuran belum akan selesai secepat ini’? Juga meminta mereka untuk siap mental?”

Surya sontak kaget. Itu persis yang ia ucapkan beberapa belas menit lalu kepada rekannya, Okta.

Masalahnya, Okta tidak pernah lepas dari pandangannya. Jadi mustahil Okta yang membocorkan. Artinya... ada orang lain yang mendengar, lalu melaporkannya ke komando. Itulah sebabnya ia digiring ke markas sekarang.

Surya merinding juga, meski sebenarnya hal ini bukan hal aneh. Pada masa itu, laporan singkat semacam ini marak sekali. Banyak prajurit yang justru naik pangkat gara-gara rajin melaporkan kawan sendiri.

Instruktur itu makin berapi-api.

“Dengar, Surya! Kau harus sadar betul. Saat Mayor menegaskan di depan pasukan bahwa bala bantuan akan datang besok, lalu kau menyebar kata-kata ‘pertempuran belum selesai cepat-cepat’... Itu sama saja menjatuhkan moral kawan-kawanmu! Perilaku semacam ini berbahaya dan tidak bertanggung jawab!”

1
RUD
terima kasih kak sudah membaca, Jiwanya Bima raganya surya...
Bagaskara Manjer Kawuryan
jadi bingung karena kadang bima kadang surya
Nani Kurniasih
ngopi dulu Thor biar crazy up.
Nani Kurniasih
mudah mudahan crazy up ya
Nani Kurniasih
ya iya atuh, Surya adalah bima dari masa depan gitu loh
Nani Kurniasih
bacanya sampe deg degan
ITADORI YUJI
oii thor up nya jgm.cumam.1 doang ya thor 3 bab kekkk biar bacamya tmbah seru gt thor ok gasssss
RUD: terima kasih kak sudah membaca....kontrak belum turun /Sob/
total 1 replies
Cha Sumuk
bagus ceritanya...
ADYER 07
uppppp thorr 🔥☕
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!