Kevin Darmawan pria berusia 32 tahun, ia seorang pengusaha muda yang sangat sukses di ibukota. Kevin sangat berwibawa dan dingin ,namun sikapnya tersebut membuat para wanita cantik sangat terpesona dengan kegagahan dan ketampanannya. Banyak wanita yang mendekatinya namun tidak sekalipun Kevin mau menggubris mereka.
Suatu hari Kevin terpaksa kembali ke kampung halamannya karena mendapat kabar jika kakeknya sedang sakit. Dengan setengah hati, Kevin Darmawan memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, Desa Melati, sebuah tempat kecil yang penuh kenangan masa kecilnya. Sudah hampir sepuluh tahun ia meninggalkan desa itu, fokus mengejar karier dan membangun bisnisnya hingga menjadi salah satu pengusaha muda yang diperhitungkan di ibukota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Alya dan Kevin
Kevin terus saja menatap Alya. Terpaku melihat gadis itu berada dihadapannya. Andy menghampiri mereka, melihat Alya yang terdiam Andy menawarkan bantuan pada Kevin.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?."
Kevin tersentak pelan, seolah baru sadar ada orang lain di sana selain Alya. Ia menoleh ke arah Andy yang kini berdiri di samping Alya, dengan sikap sopan. Tatapan Kevin bergeser dari Andy ke Alya lagi, seolah memastikan gadis itu benar-benar nyata di hadapannya.
"Aku..."
Kevin berusaha mencari kata-kata. Tenggorokannya terasa kering. Andy melihat Kevin tampak kebingungan, mengulangi pertanyaannya, suaranya tetap ramah meski ada sedikit rasa penasaran terhadap sikap Kevin.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"
Kevin menghela napas, berusaha menenangkan diri. Ia melirik Alya sekilas sebelum menjawab,
"Aku hanya... mencari seseorang," katanya pelan.
Alya menatap diam lalu kembali menundukkan wajahnya,ia tak ingin menatap Kevin lebih lama. Tak berapa lama Kevin menyodorkan sebuah kartu nama pada Andy.
"Aku ingin mencari alamat ini, katanya didekat sini."
Alya merasa lega ternyata bukan dirinya yang Kevin cari. Andy segera mengambilnya,membaca cepat isi kartu nama itu. Ia mengangguk kecil, lalu menunjuk ke arah seberang jalan.
"Oh...Pak Dimas, Anda tinggal lurus saja sampai lampu merah, lalu belok kanan. Bangunan besar dengan pintu kaca. Tak jauh dari sini."
Kevin mengangguk, menerima kembali kartu nama itu. Namun sebelum ia berbalik pergi, tatapannya sekali lagi jatuh pada Alya. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, namun mulutnya seperti terkunci.
Sementara itu, Alya tetap menunduk, pura-pura sibuk merapikan apron di pinggangnya. Ia bisa merasakan tatapan Kevin yang berat dan penuh sesal itu, tapi ia tak ingin lebih lama untuk menghadapinya sekarang.
"Terima kasih," ucap Kevin pada Andy, suaranya berat.
Andy hanya mengangguk sopan, namun tetap berdiri di antara Alya dan Kevin. Setelah kevin pergi, Andy menatap heran pada Alya.
"Ada apa, Alya? Kau mengenal pria itu?."
Alya menggigit bibirnya berusaha menyembunyikan kegelisahannya.
"Tidak...aku tidak sama sekali."
Jawaban sarkas itu membuat Andy mengangguk lalu menepis keraguannya.
"Baiklah, Al. Jika kau sudah selesai dengan pekerjaan mu,kau bisa beristirahat."
Alya mengangguk cepat, merasa lega karena Andy tidak bertanya lebih jauh. Ia segera kembali sibuk merapikan rak bunga, mencoba mengalihkan pikirannya. Namun, dadanya terasa sesak, pikirannya terus dipenuhi bayangan Kevin tatapan matanya yang penuh sesal, wajahnya yang tampak lebih lelah dari yang ia ingat.
Sementara itu, di luar toko, Kevin berdiri di trotoar, membiarkan hujan gerimis membasahi jasnya. Ia menatap kosong ke arah toko bunga tempat Alya berada, namun tak berani melangkah masuk kembali. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ia merasakan sesal menggerogoti dirinya perlahan.
"Dia benar-benar di sini... sendiri... apa yang aku lakukan." pikir Kevin pedih.
Ia menarik napas panjang, lalu mengusap wajahnya yang dingin oleh hujan. Dengan langkah berat, Kevin akhirnya memutuskan pergi, membiarkan dirinya larut dalam rasa bersalah yang makin dalam.
***
Di kamarnya yang yang berukuran tiga kali empat itu,Alya duduk dipojokan. Ia mengingat tatapan Kevin barusan yang seolah menyimpan sesal dan lelah yang bersamaan. Namun Alya membuang semua pikiran-pikiran tentang Kevin. Ia tak ingin lagi bersinggungan dengan pria itu.
Cukup baginya menjadi beban seseorang. Kali ini Alya memutuskan akan hidup mandiri tanpa belas kasih siapapun . Alya akan bekerja keras untuk dirinya sendiri.
Alya meremas ujung selimut di tangannya, matanya memerah namun tak ada air mata yang jatuh. Ia sudah lelah menangis untuk orang-orang yang tidak pernah benar-benar tinggal untuknya.
"Aku bisa sendiri. Aku harus bisa," gumamnya lirih, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Hening menyelimuti kamar sederhana itu. Hanya terdengar suara hujan di luar jendela, mengiringi keputusannya yang perlahan menguat. Dalam hati, Alya membangun tembok yang tinggi, sebuah pertahanan untuk melindungi dirinya dari luka yang sama.
Sementara Kevin kembali ke mobil. Bane yang sejak tadi menunggunya langsung bangkit begitu melihat kehadiran Kevin. Ia langsung membuka pintu belakang untuk majikannya itu.
"Ayo jalan!." titah Kevin.
Kevin semakin diam membuat Bane bertanya-tanya. Namun setelah melewati beberapa toko yang berjejer di sana,tatapan Kevin tertuju pada toko tempat Alya tadi berada. Ia pun meminta Bane untuk berhenti sejenak lalu berjalan lagi.
Bane menurut, namun melihat keanehan sikap Kevin tersebut hingga membuatnya semakin bertanya-tanya. Tak berapa lama ,Kevin kembali meminta Bane untuk berhenti di depan.Tujuan mereka sudah di depan mata.
Kevin langsung turun, sementara Dimas sudah menunggu kedatangannya.Rekan bisnis yang mengajaknya untuk bekerjasama.
Dimas, pria berpenampilan rapi dengan setelan jas abu-abu muda, segera menghampiri Kevin begitu melihatnya. Ia tersenyum lebar, meski sedikit heran melihat wajah Kevin yang terlihat letih dan kusut.
"Kevin! Akhirnya kau datang juga," sapa Dimas sambil menjulurkan tangan untuk bersalaman.
Kevin menyambutnya seadanya, hanya menggenggam tangan Dimas sekilas sebelum menariknya kembali. Sorot matanya kosong, pikirannya masih berantakan memikirkan pertemuan tak terduga nya dengan Alya.
"Aku tidak mau buang banyak waktu, Dim. Langsung saja ke intinya," ucap Kevin dingin.
Dimas sedikit mengernyit, namun segera menyembunyikan ketidaksenangannya. Ia tahu, dalam dunia bisnis, Kevin terkenal keras dan langsung pada tujuan.
"Baiklah," jawab Dimas, lalu memberi isyarat pada Kevin untuk mengikutinya ke dalam bangunan megah itu.
Mereka memasuki sebuah lobi dengan desain modern, aroma kopi dan kayu memenuhi ruangan. Dimas membawa Kevin ke ruang meeting yang sudah disiapkan sebuah ruangan luas berdinding kaca dengan pemandangan kota.
Sepanjang jalan, Kevin hanya diam. Ia tidak fokus mendengarkan penjelasan Dimas tentang proyek baru yang akan mereka jalankan bersama. Pikirannya terus berputar, kembali pada sosok Alya wajah sendunya dan sikap dinginnya.
Sesampainya di ruang meeting, Dimas mulai memaparkan rencana kerjasama mereka. Tentang ekspansi baru, peluang keuntungan besar, dan langkah-langkah strategis. Namun, di tengah-tengah presentasi itu, Kevin tiba-tiba berdiri, menyela pembicaraan Dimas.
"Aku ingin menunda pembahasan ini, Dim," katanya, suaranya tenang namun tegas.
Dimas tertegun.
"Kenapa? Ini peluang besar, Kev. Kita bisa.."
"Aku bilang, tunda," potong Kevin tanpa memberi ruang untuk bantahan.
Dimas menghela napas berat, tahu percuma memaksa.
"Oke, terserah kau. Tapi jangan menyesal kalau kesempatan ini lepas."
Kevin hanya mengangguk datar, lalu melangkah keluar dari ruang meeting, meninggalkan Dimas yang menatap punggungnya dengan geram.
Di sisi lain, Alya selesai dengan pekerjaannya di toko bunga. Malam mulai turun, dan ia berjalan untuk mencari stok makanannya yang sudah habis. Jalanan basah oleh hujan yang baru reda, dan lampu-lampu jalanan memantulkan cahaya kekuningan di atas aspal.
Saat itu, tanpa ia sadari, dari kejauhan, sebuah mobil hitam memperlambat lajunya, seolah mengikuti langkah kakinya. Di dalam mobil, Bane semakin merasakan keanehan mendengar perintah Kevin untuk berjalan pelan .
Cinta datang tanpa qta sadari,, dia tumbuh d dlm hati dlm kelembutan dan kasih sayang...,, bila kau memaksanya utk tumbuh dan d sertai dgn ancaman atwpun kebohongan ,, cinta itu akan berbalik menjauhimu.... Jangan lakukan sesuatu yang akan semakin membuatmu menyesal lebih dalam lagi tuan Kevin.
Tapi,, ga ap2 sih biarlah semua mengalir apa adanya,, biar waktu yg akan mengajarkan kedewasaan,, kebijaksanaan dan kesabaran serta keikhlasan utk Alya dan tuan Kevin. Karna aq yakin...,, mau kemana pun kaki melangkah,, dia tetap tau dimana rumahnya,, kemana pun hati akan berselancar,, dia akan tetap tau dimana rumah utk kembali.
Trus,, pelan2 dekati alyanya...,, jangan maksa2....,, ntar Alya kabur lagi.
Tapi,, Alya jangan mau d ajak pulang sama tuan Kevin yaaa,, Krn masih ad si ular Soraya d rumah.