NovelToon NovelToon
Dinikahi Nenek 60 Tahun

Dinikahi Nenek 60 Tahun

Status: tamat
Genre:Misteri / Cinta Beda Dunia / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:14.4k
Nilai: 5
Nama Author: Sablah

Hidup Danu berubah total ketika ia menemukan sebuah amplop misterius di depan pintu kosnya. Di dalamnya, terselip sepucuk surat dengan kertas usang dan bau kayu basah yang aneh.
“Untuk Danu Setyawan. Baca saat sendirian.“
Awalnya Danu mengira surat itu hanyalah lelucon dari dosen atau senior iseng. Tapi rasa penasaran mengalahkan logikanya. Sampai ia benar-benar membaca isinya…
“Kepada Danu,
Aku tahu ini terdengar aneh, tapi kamu telah menjadi suamiku secara sah sejak 7 hari yang lalu.
Aku, Nyai Laras, menyerahkan seluruh harta dan rumahku kepadamu, sebagaimana tertulis dalam surat wasiat ini.
Datanglah ke Desa Pagarjati dan tinggallah bersamaku, sebagaimana janji yang pernah kamu buat,
meski kamu mungkin tidak mengingatnya.
Hormatku,
Nyai Laras.“
***

Lalu, siapakah sebenarnya Nyai Laras? Apakah Danu hanya korban lelucon terencana? Atau justru kebenaran mengarah ke sesuatu yang jauh lebih mengerikan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sablah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

hidup jomblo

Beberapa minggu telah berlalu sejak Danu memutuskan tinggal di rumah. Hari-harinya terasa lebih tenang. Ia mulai terbiasa bangun pagi tanpa rasa was-was, mulai membantu Papa di kebun belakang, dan sesekali ikut Mama ke pasar. Rutinitas sederhana itu sedikit demi sedikit menenangkan batinnya.

Suatu sore, ketika Mama sedang menyiram tanaman di halaman depan, Danu keluar dari rumah sambil memainkan kunci mobil Papa di tangannya.

"Ma," panggilnya sambil sedikit tersenyum.

"Iya, Nu?" Mama menoleh, menyipitkan mata karena sinar matahari.

"Aku boleh main ke kota sebelah, nggak? Besok Bima ulang tahun. Kami rencananya mau kumpul kecil-kecilan di kos Galang. Nggak nginep lama kok, cuma dua harian aja."

Mama menatap Danu sejenak. Wajah anaknya jauh lebih segar dari sebelumnya, meski masih ada sedikit bayang kecemasan di sorot matanya. Tapi permintaannya terdengar ringan, dan Danu terlihat sungguh-sungguh ingin bertemu teman-temannya.

"Hmm, ya udah, boleh. Tapi jangan malam-malam perginya. Sekarang saja"

Danu mengangguk cepat. "Siap, Ma. Lagian aku bawa mobil Papa, biar aman."

Saat itu juga Papa keluar dari dalam rumah, membawa kotak perkakas.

"Mau kemana? Tumben mau bawa mobil?" tanyanya datar, meski ada gurat senyum di wajahnya.

"Ke kota sebelah, Paa. Main ke kos Galang. Mau ngerayain ulang tahun Bima," jawab Danu sopan.

Papa mengangguk singkat. "Ya udah sana lekas prepare"

"Siap, Paa. Makasih!" ucap Danu sambil tersenyum, lalu masuk ke dalam rumah, menuju kamarnya dengan semangat yang hampir tak bisa ditahan. Di dalam kamar, ia langsung membuka lemari, mengambil beberapa pakaian ganti, handuk kecil, dan memasukkan satu bungkusan kecil berisi kado ulang tahun untuk Bima. Ia memasukkan semuanya ke dalam ransel hitam yang sudah setia menemaninya sejak awal kuliah dulu.

Sambil bersenandung kecil, Danu merapikan ranselnya di atas kasur. Tapi belum sempat ia menutup resleting, sebuah suara kecil dan lembut terdengar dari arah pintu.

"Mas Danu mau ke mana? Kok bawa ransel segala? Naik gunung?" tanya Nadia, yang sudah berdiri di ambang pintu dengan ekspresi curiga dan mata yang berbinar penasaran.

Danu menoleh dan tertawa kecil. "Nggak, Nad. Mas mau main ke kos Kak Galang. Hari ini mau rayain ulang tahun Bima."

Nadia langsung melangkah masuk ke kamar dan duduk di pinggir kasur. "Nadia ikut dong, Mas!"

"Heh, kamu besok masih sekolah," balas Danu sambil menggeleng, lalu duduk di sebelah adiknya.

"Bolos sehari aja, loh… masa nggak boleh?" rengek Nadia sambil menggelayut di lengan kakaknya.

"Gabisa. Dan gaboleh juga ya," ucap Danu dengan suara tegas namun lembut. "Nanti, kalau kamu udah liburan, Mas janji ajak kamu ke sana. Bisa nginep juga kalau mau."

Nadia cemberut, pipinya mengembung sedikit. Tapi ia tahu Mas Danu nggak pernah main-main soal janji. Setelah beberapa detik diam, ia pun akhirnya mengangguk pelan.

"Yaudah deh… Tapi Mas Danu harus beneran ajak nanti."

"Janji," jawab Danu sambil mengacungkan kelingkingnya.

Nadia tertawa kecil dan menyambut jari kelingking itu. "Yey… Tapi Mas hati-hati ya. Mau berangkat sekarang?"

Danu mengangguk, sambil berdiri dan menyampirkan ranselnya ke bahu. "Iya, biar nggak malem-malem nyampe sana. Udah ya, Mas berangkat dulu. Nanti kalo Mas mau pulang ke sini, Nadia mau oleh-oleh apa?"

Mata Nadia langsung berbinar. "Hmm… Nadia mau… Baju baru dan boneka kecil yang lucu, tapi bisa digantungin di tas! Sama... kalau bisa bawa snack dari sana juga!"

"Siap, Bos kecil!" Danu memberi hormat ala tentara, membuat Nadia tertawa puas.

Ia mencium kening adiknya lalu berjalan ke pintu, melambaikan tangan, dan disambut lambaian tangan juga.

"Mas Danu berangkat dulu ya!" teriaknya sambil melangkah cepat ke luar kamar.

Danu kembali turun dan segera berjalan keluar rumah, langkahnya ringan, wajahnya cerah. Ketika sampai di ruang depan, Mama masih duduk di bangku rotan sambil mengelap tangan dari tanah sisa berkebun, sementara Papa kini duduk di teras, memeriksa selang air yang tadi sempat bocor.

Danu menghampiri mereka, berdiri tegap di ambang pintu, lalu bersuara, "Ma, Paa, Danu berangkat dulu ya."

Mama menoleh, tersenyum lembut. "Udah siap semua?"

"Udah, Ma. Kan cuman nginep 2 harian, jadi gaperlu bawa banyak barang"

Papa mengangguk pelan. "Hati-hati ya di jalan. Jangan buru-buru. Kalau ngantuk, istirahat."

"Iya, Paa" Danu menghampiri papanya, mencium tangannya. "Makasih ya."

Lalu ia mendekat ke Mama, memeluk sebentar sambil berbisik, "Doain Danu selamat sampai balik ke rumah lagi."

Mama mengelus kepala anaknya pelan. "Amin. Hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa, langsung kabarin."

"Iya, Ma." Danu tersenyum lebar.

Setelah semua pamit selesai, ia pun berjalan menuju mobil hitam milik Papanya yang terparkir di garasi. Ia membuka pintu, meletakkan ransel di jok belakang, dan duduk di kursi kemudi. Dari balik kaca, ia sempat melambai pada Mama dan Papa yang berdiri di teras. Mama membalas dengan senyum dan anggukan, sementara Papa hanya mengangkat tangan sedikit, ekspresinya tenang tapi hangat.

Mesin mobil pun dinyalakan. Suara mesin mengisi halaman rumah yang tenang sore itu. Dengan perlahan, Danu melajukan mobil keluar dari pekarangan rumah, membawa serta semangat baru dan rasa rindu pada teman-teman nya yang sebentar lagi akan terobati.

*****

Di beberapa jam selanjutnya, dan beralih ke sebuah cafe pusat kota.

Sementara Danu masih dalam perjalanan, di sebuah kafe yang hangat dengan nuansa kayu dan lampu gantung temaram, Galang duduk menyender santai di kursi rotan sambil menyeruput es kopi. Di depannya, Bima dan Naya duduk berdampingan, tampak akrab, bahkan terlalu akrab hingga Galang beberapa kali hanya bisa melirik tanpa kata.

"Lo yakin kan, kalau Danu bakal kesini?" tanya Bima sambil menyikut lengan Galang.

Galang mendengus pelan, lalu menoleh santai. "Iya, bawel. Danu tadi udah nge-pap di jalan, bentar lagi nyampe."

Bima mengangguk dengan senyum yang tak bisa disembunyikan. "Syukurlah… Gue udah gak sabar ngasih Danu kejutan bertubi-tubi."

Ucapannya diiringi lirikan cepat ke arah Naya yang duduk di sampingnya. Tatapan itu bukan sekadar isyarat, tapi penuh maksud, dan Naya menangkapnya. Ia langsung tersipu, menunduk sambil tersenyum malu, memainkan sedotan minumannya.

Melihat adegan itu, Galang langsung mengangkat alis dan berdecak kecil. "Yaelah… mentang-mentang sekarang udah jadian, ngelirik-lirik manja depan umum. Gak inget gue di sini kayak obat nyamuk jumbo."

Naya spontan menutup mulut menahan tawa, sementara Bima hanya menyeringai bangga.

"Maaf Gal," kata Bima sambil menepuk bahu Galang, "yang jomblo harap bersabar, ya."

Galang mengangkat gelasnya tinggi-tinggi. "Untuk para jomblo tangguh seperti gue… mari kita rayakan malam ini dengan kopi dan rasa iri yang mendalam"

Mereka semua tertawa bersama. Keakraban itu terasa menyenangkan, dan meski Galang menggoda, ia sebenarnya ikut bahagia melihat kedua sahabatnya akhirnya bisa bersama dengan damai, setelah lama nya zona friend zone mereka lalui.

Tak lama, suara notifikasi dari HP Galang berbunyi.

"Eh, Danu udah nyampe. Dia nanya parkiran deket mana."

"Biar gue aja yang keluar nyamperin dia," kata Bima sambil berdiri dari kursinya. "Kalian tunggu di sini,"

"Siap, Komandan," jawab Galang dengan gaya hormat main-main, membuat Naya tertawa kecil.

Begitu Bima melangkah keluar menuju parkiran, Naya bersandar ke meja dan menoleh ke Galang. Suaranya diturunkan sedikit, memberi kesan bahwa ini sesuatu yang penting.

"Lang, kita ada perubahan rencana dikit soal ulang tahun Bima.”

Galang mengernyit. "Hah? Gimana maksud lo?"

"Kita nggak jadi ngerayain di kos. Gue udah booking bar favorit dia, yang tempat kita pernah nongkrong bareng itu. Gue juga udah setting di sana, ada kue, hadiah, sama temen-temennya yang lain. Surprise kedua."

Galang terdiam sejenak, lalu menyeringai lebar. "Widih, gila… Temen gue pada mode bucin semua sekarang."

Naya menatap Galang sambil senyum geli. "Ya namanya juga sayang."

Galang mengangkat kedua tangan, seolah pasrah. "Gue sih setuju-setuju aja. Apalagi kita udah lama banget gak party bareng. Bisa sekalian ngelepas stress hidup."

Tak lama, pintu kafe terbuka lagi. Bima muncul di ambang pintu sambil tersenyum lebar, di belakangnya, sosok yang mereka rindukan: Danu.

"Danunya dateng, ges!" seru Bima riang sambil menepuk bahu Danu dan mengarahkannya masuk.

Naya langsung berdiri, dan Galang ikut berdiri setengah berdiri sambil membelalakkan mata lebay.

"What?? Lo abis ngapain, Nu? Badan lo makin oke aja!" serunya. "Gue curiga lo di rumah nyambi kerja jadi kuli angkut karung!"

Semua langsung tertawa mendengar celetukan khas Galang. Bahkan Danu sendiri tak bisa menahan senyum malu-malu, walau jelas ia kini tampil beda. Tubuhnya lebih tegap, dada bidang, dan otot lengannya terlihat mengisi kaus hitam yang dikenakannya. Rambutnya juga lebih gondrong dari terakhir mereka lihat, tapi justru itu membuatnya terlihat lebih dewasa.

"Bukan kuli angkut, Lang," jawab Danu santai. "Tukang gali kolam koi di kebun belakang."

Setelah semua duduk kembali dan pesanan minuman datang, mereka ngobrol santai di meja sudut kafe. Sinar lampu remang dan aroma kopi hangat mengisi suasana.

"Gimana kabar lo, Nu?" tanya Galang sambil menyandarkan punggung ke kursi. "Udah oke? Udah gak mimpi aneh-aneh lagi, kan?"

Danu tersenyum kecil, mengaduk es kopinya pelan. "Udah nggak, Lang. Sejak hari itu, semuanya kayak... hilang aja. Tenang."

"Syukurlah," timpal Bima dengan lega. "Jujur, kemarin-kemarin gue masih kepikiran. Tapi ngeliat lo sekarang, udah beda auranya."

Danu mengangguk pelan. "Makasih ya kalian… udah tetap temenin gue."

"Yaelah, sentimental amat," ledek Galang. "Ini kita lagi nongkrong santai atau masuk acara perpisahan sih?"

Mereka tertawa lagi. Bima lalu mencondongkan tubuh ke depan, menggenggam gelas plastiknya.

"Yaudah, kalo gitu… Kita lanjut aja ke kos yuk?" ajaknya. "Sekalian prepare buat party kecil kita."

Naya langsung melirik Galang, memberi kode halus dengan alis dan anggukan kecil.

Galang yang semula masih nyantai, akhirnya nyambung juga dengan sinyal itu. "Eh, gimana kalo sebelum kita ke kos… anterin gue dulu ke bar biasa kita nongkrong?"

Danu menoleh cepat. "Hah? Ke bar? Ngapain?"

Bima ikut menyipitkan mata curiga. "Lah, buang-buang waktu aja, Lang. Kita langsung ke kos lah, kan party nya disana"

Galang tak kehilangan akal. "Gue mau nemuin temen bentar. Motor gue mau gue tuker ke mobil. Dipinjem Rendy soalnya. Gue takut ntar kalau udah rame, malah repot bawain stok minuman."

Bima mendecak pelan, tapi mengangguk juga akhirnya. "Yaudah deh, sekalian aja. Tapi jangan lama-lama. Gue gak mau pulang kemaleman."

Saat mereka bersiap berdiri, Danu nyeletuk sambil berdiri dan mengambil kunci mobil Papa dari saku jaketnya. "Ini yakin gue gak disizin sekadar pesen cemilan kek?"

Galang nyengir dan menepuk bahu Danu. "Udah, nanti lo bebas minum apa aja di kos. Gue punya semua stok, dari soda sampe yang bisa ngilangin beban hidup."

Danu menatap Galang heran. "Emangnya kos lo sejak kapan berubah jadi supermarket keliling?"

"Udah nurut aja," potong Galang santai. "Kuy cabut, Bim."

Bima dan Naya melangkah lebih dulu ke arah pintu, berbincang kecil sambil tertawa ringan. Tapi langkah Danu melambat, matanya menatap aneh ke arah tangan Bima, yang kini menggenggam tangan Naya dengan begitu natural.

Langkahnya langsung tertahan. Ia mengangkat alis, sedikit bingung. "Eh… itu tadi… Bima...?"

Baru saja Danu mau menyusul mereka dengan langkah cepat, Galang langsung menarik lengannya pelan. "Lu mau kemana, tong?"

Danu menatap Galang tak percaya. "Lo liat mereka, kan? Nggak sadar sama kelakuan Bima? Itu anak tumben-tumbenan pegang cewek, cuy! Apalagi ini Naya!"

Galang menahan tawa dan menarik Danu kembali ke tempat duduk. "Makanya diem dulu, biarin mereka jalan duluan. Sini gue jelasin."

Setelah memastikan Bima dan Naya sudah cukup jauh, Galang mulai bicara.

"Mereka udah resmi jadian, Nu."

Danu mengerutkan dahi. "Sejak kapan? Kok tiba-tiba?"

Galang mendengus pelan sambil menggeleng. "Lo aja yang gak peka, Woy. Dari dulu juga udah jelas mereka saling suka. Cuman sama-sama gengsi, nunggu siapa yang duluan nyerah."

Danu masih bengong beberapa detik, mencerna kabar itu. "Wah, gue nggak nyangka sih. Tapi… cocok sih. Tapi serius, Bima? Genggaman tangan? Itu kan kayak... bukan dia banget."

"Makanya dibilang cinta itu ngubah orang, Nu," jawab Galang sok bijak. "Bima jadi manis, gue jadi tukang ngeles, dan lo jadi petani kolam koi."

Danu nyengir geli.

Sembari mereka berjalan ke arah mobil, Galang melanjutkan. "Oh iya, satu lagi. Acara ulang tahun Bima diganti di bar. Nggak jadi di kos. Jadi tadi gue cari-cari alasan biar kita mampir dulu ke sana."

"Lah? Serius?"

"Seriuslah. Naya yang setting semua. Kue, hadiah, temen-temennya juga udah diundang. Lo pikir dia rela ngerayain ultah pacarnya cuma di kosan yang dindingnya rembes air hujan?"

Danu tertawa kecil. "Buset. Si Naya kalo bucin ga tanggung-tanggung"

"Dua arah, Bro. Tenang. Lo juga tetap dapet pelukan kok... nanti di bar, hahaha" candanya sambil menepuk pundak Danu dan berjalan keluar cafe.

Mereka pun akhirnya berjalan kearah kendaraan masing-masing. Danu masuk ke mobil dan Galang berjalan kearah motor kesayangan nya.

1
Nur Habibah
ceritax bagus membawa qt ikut berimajinasi. good job thor
Nur Habibah
kok jd yura anindita thor??
Nur Habibah
dua bab yg isix sama dgn judul/tema yg beda?
Nur Habibah
typo thor. Ayah bima atau danu kali
Nur Habibah
danu kali thor
Nur Habibah
posisi naya dan nadia kebalik./Smile/
Nur Habibah
bisa ya knci motor dpake buat mobil/Shy/
Elli Surita
mampir thor..slm knl..
Akbar Aulia
Luar biasa
Mega Arum
lumayan bagu
Mega Arum
sulit di mengerti.. di luar ekspetasi crta misteri... tp ttp Ok lah, makasih Author..
kalea rizuky
di luar expectation
gaby
Bagus bgt ka awal critanya. Penuh misteri & beda dr crita novel lain. Aq baru nemu neh, makanya baru baca
Ikhsan Adriansya
keren kk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!