Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 ( Surga Yang Terenggut )
Dari dulu Dirga tidak memperbolehkan Amira bekerja, apalagi tradisi keluarga Cakra dinata tidak memperbolehkan seorang perempuan bekerja.
"Kenapa kamu ingin bekerja? Apa jatah bulanan dari Mas masih kurang? Sayang, Mas masih mampu menafkahi kamu," ucap Dirga mencoba menahan emosinya.
Amira menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, apalagi jatah bulanan dari Suaminya lebih dari cukup.
"Uang bulanan dari Mas tidak kurang, bahkan lebih dari cukup, tapi aku ingin mencari kesibukan, apalagi ketika tiba jatah Mas menemani Regina," jawab Amira.
Amira beberapa kali menarik serta mengembuskan napas sebelum melanjutkan perkataannya.
"Mas, aku tidak sekuat itu untuk menyaksikan bagaimana Mas Dirga melewati hari-hari indah bersama Istri kedua Mas, apalagi kalau sampai nanti Regina hamil. Aku yakin Mas akan mudah berpaling dariku," ucap Amira dengan mengelap air mata yang kembali jatuh membasahi pipinya.
Dirga menghela napas panjang mendengar perkataan Amira, karena untuk Dirga selamanya Amira akan menjadi nomor satu di dalam hatinya.
"Sayang, tolong jangan berpikir yang tidak-tidak. Mas janji tidak akan ada yang berubah di antara kita. Meski pun nanti Regina hamil, Anak dia akan menjadi Anak kamu juga, apalagi hanya kamu perempuan yang akan selamanya selalu menjadi nomor satu yang Mas cintai," ucap Dirga dengan menghapus air mata yang masih menetes pada pipi Amira.
Mendengar suara parau sang Suami, hati Amira menjadi luluh. Dia tersadar jika akhir-akhir ini dia menjadi overthinking.
"Maafkan aku Mas. Aku tidak bermaksud membuat Mas Dirga sedih," ucap Amira dengan menghapus air mata yang terlihat membasahi pipi Dirga juga.
Dirga terus berusaha meyakinkan Amira, apalagi dia tidak ingin Amira sampai sakit karena terlalu banyak pikiran.
"Sayang, Mas mohon percaya sama Mas. Jangan pernah menduga sesuatu yang belum terjadi. Bukannya kamu sendiri yang selalu bilang kalau kita harus berbaik sangka? Jangan bebankan pikiranmu dengan hal-hal buruk, karena segala penyakit bermula dari pikiran," ucap Dirga dengan memeluk erat tubuh Amira.
Tanpa Dirga dan Amira sadari, dari tadi Regina masih bertahan di depan pintu untuk mendengar percakapan di antara Dirga dan Amira.
Regina merasa kecewa karena Dirga ternyata tidak memarahi Amira, padahal dia berpikir jika Dirga akan memarahi Istri pertamanya tersebut, apalagi saat masuk ke dalam kamar, Dirga terdengar membentak Amira.
"Tidak seharusnya aku mengharapkan Mas Dirga memarahi Mbak Amira, apalagi Mas Dirga ternyata sangat mencintai Mbak Amira. Aku tidak menyangka jika cinta Mas Dirga untuk Mbak Amira begitu besar," gumam Regina dengan menitikkan air mata.
Ada rasa sesak dalam hati Regina ketika dia mendengar Dirga memanggil Amira dengan panggilan sayang, bahkan Dirga memanggil dirinya dengan sebutan Mas kepada Amira, sedangkan kepada Regina, Dirga masih memanggil dirinya dengan sebutan Aku.
Hanya dari sana, Regina sudah mengetahui siapa pemenangnya. Padahal sebelumnya dia berpikir jika dirinya tidak akan pernah merasakan sakitnya terbakar api cemburu, tapi pada kenyataannya rasa itu hadir karena dalam satu rumah tidak bisa memiliki dua Ratu.
Padahal aku berpikir jika semuanya akan berjalan dengan lancar, tapi sekarang aku menjadi ragu apakah aku bisa membuat Mas Dirga jatuh cinta kepadaku? Ucap Regina dalam hati dengan mengelap air mata yang terus menetes membasahi pipinya.
Pada akhirnya Regina memilih pergi sebelum ketahuan jika dirinya telah menguping percakapan Dirga dan Amira.
......................
Keesokan paginya, Amira baru turun dari kamarnya setelah pukul tujuh pagi. Dia sengaja menghindari acara sarapan bersama, apalagi sebelumnya Dirga meminta Amira supaya tidak memasak untuk sarapan.
Setelah berada di bawah tangga, Amira membalikan badannya untuk kembali ke kamar. Dia ingin mengurungkan niatnya untuk sarapan, karena ternyata sarapan baru saja akan dimulai, padahal sebelumnya Amira berpikir jika semuanya telah selesai sarapan.
"Kak Amira mau kemana? Yuk sarapan bareng," ucap Vania yang terlebih dahulu melihat Amira.
Amira sebenarnya ingin menolak ajakan Vania, tapi dia merasa tidak enak, apalagi ketika dia melihat Dirga menghampirinya.
"Sayang, apa kamu sudah sehat? Padahal tadinya Mas mau membawakan makanan ke kamar untuk kamu," ucap Dirga dengan menggandeng Amira menuju meja makan.
Regina terbakar api cemburu ketika melihat perhatian yang Dirga berikan terhadap Istri pertamanya, begitu juga dengan Bu Meri dan Sinta yang terlihat kesal, tapi mereka mencoba menahan emosi karena Dirga pasti akan membela Amira.
"Aku udah baikan kok Mas," jawab Amira yang merasa canggung.
Amira mengira jika Dirga marah terhadap dirinya, apalagi semalam dia menolak ketika Dirga ingin menyentuhnya.
Amira beralasan jika minggu ini masih jatah Regina, jadi dia tidak ingin mengambil jatah Istri keduanya Dirga.
"Duduk di sini sayang," ucap Dirga dengan menarik kursi yang berada di sebelah kanan tempat duduknya untuk Amira, sedangkan Regina sudah duduk di sebelah kiri Dirga.
Bu Meri dan Sinta menatap sinis terhadap Amira, lain hal nya dengan Vania yang terus tersenyum ketika melihat kedatangan Kakak iparnya tersebut.
Setelah selesai sarapan, Bu Meri berdehem pelan. Dia sengaja membuka obrolan untuk menyakiti hati Amira.
"Regina sayang, bagaimana rasanya malam pertama kamu? Dirga pasti bisa memuaskan kamu kan?" tanya Bu Meri yang sengaja ingin membuat Amira terbakar api cemburu.
"Mas Dirga sangat hebat Ma_" jawab Regina dengan semangat, tapi perkataan Regina langsung terhenti karena Dirga memotongnya.
"Ma, tidak selayaknya hal seperti itu menjadi bahan perbincangan. Bila dibahas, hal tersebut bisa menjadi aib. Regina, kamu juga sebaiknya mulai belajar tentang Agama kepada Amira, supaya kamu paham apa yang boleh di ucapkan serta yang tidak boleh di ucapkan," peringat Dirga yang masih memegang teguh adab baiknya.
Amira tersenyum dalam hati. Sejauh ini Suaminya itu belum pernah melanggar syari'at, oleh karena itu dia tidak mungkin menggugat cerai Suaminya meski pun terpaksa harus menerima di poligami, apalagi Dirga terus berusaha bersikap adil terhadap kedua Istrinya.
"Dirga, sekarang kamu sudah mulai berani menasehati Mama ya," teriak Bu Meri yang tidak terima mendengar perkataan Putra sulungnya.
Amira menghela napas lelah. Dia memilih beranjak lebih dulu, apalagi dia tidak ingin mendengar drama yang dibuat oleh Ibu mertuanya di pagi hari. Semua itu sudah membuat Amira merasa jengah, karena ujung-ujungnya pasti dia akan disangkut pautkan serta disalahkan.
"Dirga, pasti otak kamu sudah di cuci oleh Istri kamu yang mandul itu kan? Gara-gara dia kamu mulai berani melawan perkataan Mama. Kenapa kamu selalu saja membela ayam yang tidak bisa bertelur itu?" teriak Bu Meri lagi sehingga menghentikan langkah Amira yang baru beberapa langkah menjauh dari meja makan.
"Ma, kenapa selalu Amira yang Mama salahkan?"
*
*
Bersambung