Gyantara Abhiseva Wijaya, kini berusia 25 tahun. Yang artinya, 21 tahun telah berlalu sejak pertama kali ia berkumpul dengan keluarga sang papa. Saat ia berusia 5 tahun, sang ibu melahirkan dua adik kembar laki - laki, yang di beri nama Ganendra Abhinaya Wijaya, dan Gisendra Abhimanyu Wijaya. Selain dua adik kembarnya, Gyan juga mendapatkan sepupu laki-laki dari keluarga Richard. Yang di beri nama Raymond Orlando Wijaya. Gracia Aurora Wijaya menjadi satu-satunya gadis dalam keluarga mereka. Semua orang sangat menyayanginya, tak terkecuali Gyan. Kebersamaan yang mereka jalin sejak usia empat tahun, perlahan menumbuhkan rasa yang tak biasa di hati Gyan, yang ia sadari saat berusia 15 tahun. Gyan mencoba menepis rasa itu. Bagaimana pun juga, mereka masih berstatus sepupu ( keturunan ketiga ) keluarga Wijaya. Ia pun menyibukkan diri, mengalihkan pikiran dengan belajar. Mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin Wijaya Group. Namun, seiring berjalannya waktu. Gyan tidak bisa menghapus
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Sudah Bosan Bersembunyi.
Cia semakin di buat geram oleh kelakuan Gyan. Setiap harinya, ada saja yang pemuda itu kirimkan ke kubikelnya.
Tidak hanya makan siang, camilan, kopi, bahkan buket bunga. Silih berganti petugas kebersihan datang membawa kiriman untuk gadis itu. Hingga mengundang perhatian para rekan kerjanya, dan membuat Cia kesulitan untuk mencari jawabannya.
"Pasti dari kekasih kamu ya, Cia?"
Pertanyaan yang enggan untuk ia jawab! Karena, meski dikatakan tidak. Mereka juga tidak akan percaya.
Jadi Cia cukup menjawab sekali saja. Dari saudaranya!
Tak jarang Cia pun membagi makanan yang Gyan kirim dengan rekan kerjanya. Agar tidak terbuang begitu saja, karena gadis itu tidak sanggup menghabiskan sendiri.
Nampaknya Gyan benar - benar tidak ingin jika Cia pergi makan siang dengan pak Bima lagi.
Karena itu, meski Gyan tidak menampakkan batang hidungnya dihadapan Cia, ia akan tetap mengirimkan makanan untuk sang pujaan hati.
Seperti siang ini, Cia memilih memberikan makanan yang Gyan kirim kepada OB yang datang mengantarkan padanya.
"Tapi, mbak. Nanti kalau pak Gyan tau makanannya di berikan pada saya--
"Katakan saja sudah saya terima." Potong Cia dengan cepat.
Siang ini ia ingin makan bakmie di kafe depan gedung Wijaya Group. Gadis itu tidak perduli jika Gyan melihatnya keluar dari ruangan.
Cia sudah sangat bosan bersembunyi dari pria itu.
"Senja."
Mata Cia berbinar ketika mendapati sang sahabat tengah makan seorang diri di kafe itu. Ia pun memilih ikut bergabung dengannya.
"Kak Cia."
"Kamu sendirian?" Tanya Senja sembari meletakkan nampan berisi mangkok bakmie dan segelas es jeruk di atas meja.
Senja mengangguk pelan. Gadis itu menggeser sedikit piring dan gelas miliknya, agar Cia mendapatkan tempat lebih banyak.
"Kak Cia bukannya sudah di belikan makan siang oleh kak Gyan?" Tanya Senja saat Cia sudah duduk di hadapannya.
Cia yang baru saja membuka bungkus sumpit, seketika menatap Senja dengan penuh tanya.
"Darimana kamu tau?" Tanya gadis itu penasaran.
Apa Gyan memberitahu Senja? Atau Senja yang memesankan makanan - makanan itu?
"Ya. 'Kan setiap jam makan siang, kak Gyan selalu pergi untuk membeli makanan." Jawab Senja dengan polos.
Ia tau hubungan Gyan dan Cia sedang merenggang. Mungkin, setelah memberitahu hal ini pada Cia, gadis itu mau memaafkan Gyan.
"Gyan yang pergi membelinya? Bukan memesan lewat ojek online?" Tuntut Cia.
"Waktu itu sempat memesan dari aplikasi, kak. Tetapi, akhir - akhir ini kak Gyan sendiri yang pergi membelinya." Jelas Senja lagi.
"Apa kak Gyan tidak memberikan langsung pada kak Cia?" Tanya gadis itu lagi.
Cia hanya mampu menghela nafas berat. Sembari menggeleng pelan. Pantas saja OB tadi menyinggung nama Gyan. Ternyata pria itu sendiri yang menitipkannya.
"Lalu bagaimana dengan kalian?" Tanya Cia mengalihkan pembicaraan.
Kening Senja berkerut halus mendengar pertanyaan lawan bicaranya.
"Kalian siapa maksud kak Cia?" Tanyanya tak mengerti.
"Kamu dan Gyan. Apa hubungan kalian sudah lebih santai? Apa dia masih bersikap kaku sama kamu?" Cecar Cia.
"Masih, kak. Kami hanya bicara seperlunya." Jelas Senja. Gadis itu kemudian meletakkan piring dan gelas kosong di atas nampan miliknya.
"Padahal kalian sudah hampir sebulan bersama. Kenapa belum ada perubahan?" Gumam Cia, namun masih bisa di dengar oleh gadis yang duduk dihadapannya.
'Padahal aku ingin mendekatkan kalian berdua. Tetapi ternyata Gyan malah terobsesi padaku.'
"Sen, pulang kerja nanti, bagaimana jika pergi ke mall?" Ajak Cia kemudian.
"Ke mall, kak?" Senja nampak berpikir. Ia sudah bekerja hampir sebulan, tetapi belum mendapatkan gaji.
"Kamu tenang saja. Biar aku yang traktir." Ucap Cia yang mengerti maksud di balik ucapan Senja.
"Tapi, kak---
"Aku tidak menerima penolakan, Senja." Potong Cia dengan tegas.
Seperti yang Cia katakan pada Senja saat makan siang, sepulang dari kantor, mereka pun mampir ke salah satu pusat perbelanjaan.
Selain ingin membelikan beberapa baju untuk Senja, Cia juga ingin melepas penat.
Memikirkan Gyan yang begitu terobsesi padanya, sungguh mengganggu pikiran Cia.
Ternyata kebersamaan mereka selama dua puluh satu tahun ini, melahirkan rasa yang tak biasa di hati pemuda yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri.
"Kita mau kemana, kak?" Tanya Senja saat mereka sudah berada di dalam gedung berlantai tujuh itu.
"Beli baju. Kamu perlu membeli baju yang baru, untuk menunjang penampilan. Ingat Senja, kamu itu sekretaris calon Direktur Utama. Penampilan kamu harus selalu segar, dan menarik." Ucap Cia panjang lebar. Ia tak memberikan kesempatan untuk Senja menyela ucapannya.
Gadis itu kemudian mengajak Senja menaiki tangga berjalan untuk pergi ke lantai empat. Tempat toko merk ternama langganan Cia berada.
Ia akan merubah penampilan Senja. Mungkin dengan begitu, Gyan bisa berpaling pada gadis itu.
"Tolong carikan setelan kerja terbaru untuk temanku." Ucap Cia ketika disapa oleh salah seorang pramuniaga.
Mereka pun di arahkan menuju tempat setelan kerja wanita berada. Tanpa melihat label harga, Cia mengambil beberapa setel dan meminta Senja untuk mencobanya.
"Ini terlalu banyak, kak." Senja merasa tidak enak hati. Cia memberikan empat setel atasan dan rok padanya.
Senja melirik sekilas, harga satu setel senilai setengah gajinya.
Cia tak menjawab, namun memberikan delikan tajam. Membuat Senja mau tak mau harus mencobanya.
Selama Senja berada di ruang ganti, Cia kembali melihat - lihat koleksi tas toko itu.
"Maaf. Aku sudah melihatnya lebih dulu." Ucap Cia kepada seorang wanita yang ikut mendekati tas tangan yang ia pegang.
"Tidak masalah. Aku hanya ingin melihatnya." Ucap wanita yang sepertinya lebih tua beberapa tahun dari Cia.
"Sepertinya, ini lebih cocok untuk kamu." Ucap wanita itu lagi sembari menunjuk tas tangan yang lebih kecil dari yang Cia pegang.
"Apa anda bermaksud merebut tas ini?" Tanya Cia tak percaya.
"Tidak. Untuk apa aku merebutnya? Aku hanya memberi saran. Tas ini sesuai dengan usia kamu."
Cia berdecak pelan mendengar ucapan wanita itu. Menang ia tau berapa usia Cia?
"Tetapi aku menginginkan yang ini." Ucap Cia dengan tegas. Ia memeluk tas tangan berukuran cukup besar itu.
Lawan bicaranya hanya membalas dengan mengedikkan bahu pelan.
"Apa kamu sudah selesai, Princess?" Seorang pria dewasa datang mendekat kearah mereka.
Cia sempat terpana melihat wajah tampan pria itu.
'*Ternyata ada yang lebih tampan daripada papi*.' Monolog batin gadis itu.
"Aku belum mendapatkan tas untuk mama." Ucap wanita itu sembari melihat kearah Cia.
"Kamu menginginkan tas itu?" Tanya pria itu yang juga ikut melihat ke arah Cia.
Sementara itu, Cia menatap keduanya dengan tatapan tak acuh. Ia masih mendekap erat tas pilihannya.
"Maaf, apa bisa--
"Tidak bisa. Tas ini aku yang lebih dulu melihatnya." Potong Cia dengan cepat.
"Ar, Sudah. Kita cari yang lain saja." Wanita itu menarik lengan sang pria.
"Tapi, Princess-- Sang wanita menggeleng pelan.
Dan pria itu pun menurut. Membuat Cia mencibir dalam hatinya.
'*Tampan sih. Tetapi sayang, begitu menuruti omongan wanita*.'
"Mungkin kamu mau mempertimbangkan saranku untuk memilih tas itu." Ucap wanita itu sebelum mengajak sang pria keluar dari toko.
"Menyebalkan." Cia menghetakkan kakinya.
"Ada apa, kak?" Tanya Senja yang baru kembali dari ruang ganti.
"Tadi ada dua manusia menyebalkan berdebat denganku." Ucap Cia dengan kesal.
"Bagaimana? Apa ukurannya sudah pas? Atau kamu mau pilih yang lain?" Tanya Cia kemudian.
Senja menggeleng dengan cepat. Ia tidak mau lagi jika Cia memilihkan baju untuknya.
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
cepet Lapor sama papi mu gadis bodoh...
gyan memang kelewatan. gak ada tanggung jawab nya.