Warning 21+
Aku masih suci sebelum kejadian itu. Aku masih ranum dan bersih seperti namaku, Ayu.
Semuanya berubah. Kebahagiaanku runtuh. Aku harus meninggalkan laki-laki yang mencintaiku demi laki-laki lain yang bahkan tidak kukenal.
Sanggupkah aku melewati kehidupan baruku. Kehidupan bak roller coaster yang kadang menjungkirbalikkan hidupku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Aku dan Dewa sudah sampai di cafe dekat kantorku. Tempatnya cozy dan enak banget buat nongkrong. Design interiornya juga unik. Beda dengan cafe lainnya.
Seorang pelayan menghampiri kami setelah kami mendapatkan tempat duduk yang kami inginkan. Tenang dan tidak banyak orang yang akan mendengar percakapan kami berdua.
"Kami pesan es kopi gula aren 2 dan kentang gorengnya 1." Dewa memesan pada pelayan setelah kami membaca menu yang disajikan. Aku memang tidak berniat makan malam di sini. Aku yakin selera makanku tidak akan ada seteleh mengungkapkan kebenarannya pada Dewa.
"Kamu sehat saja kan Sayang?" Dewa seperti ada feeling kalau aku tidak dalam keadaan baik-baik saja.
"Aku baik-baik saja. Tapi...."
Perkataanku terputus ketika pelayan datang membawakan menu makanan kami.
"Tapi apa? tapi kangen sama aku?"
Aku menatap Dewa, pacarku yang seharusnya 6 bulan nanti akan menjadi suamiku. Ganteng. Bulu di jenggotnya yang belum sempat dicukur menambah kesan maskulin padanya.
"Maafin aku, Wa." aku menunduk. Air mata spontan keluar membasahi wajahku. Aku terisak dalam tangisku.
"Kamu kenapa Sayang? Sst.. jangan nangis.. cerita dulu ada apa?" Dewa yag awalnya duduk di depanku lalu pindah ke sampingku. Dibelainya lembut rambut panjangku. Dewa tampak khawatir dengan perubahan sikapku ini.
"Aku..... aku sudah melakukan hal bodoh, Wa. Maaf..." kataku dengan bibir bergetar.
"Hal bodoh apa? Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Kamu tenang dulu." Dewa mengambilkanku tissue dan memberikanku minum. "Cerita kalau sudah tenang ya."
Aku kembali memandang wajah Dewa yang teduh dan menanangkan. Ku hapus air mataku dan setelah kuhirup nafas dalam keberanianku pun datang.
"Aku sudah menikah, Wa."
Dewa tertawa. "Yu...Yu.. kalau mau nge-prank gak usah sampai sebegininya kali." Dewa masih saja tertawa namun tawanya hilang ketika aku hanya menatapnya dalam diam. Tak ada senyum di wajahku. Dan itu artinya aku tidak nge-prank Dia.
"Jangan becanda, Yu." masih tidak percaya ternyata.
"Aku serius, Wa."
"Kapan? Dengan siapa? Mana buktinya?" pertanyaan beruntun mulai Dewa ajukan.
"Hari sabtu kemarin." aku mengeluarkan Hp dan menunjukkan foto saat menikah kemarin.
Dewa diam. Masih tidak percaya. "Kamu becanda kan, Yu?"
Aku menggeleng. "Aku serius, Wa. Aku sudah menikah sekarang."
Wajah Dewa merah padam. Terlihat sorot kemarahan di wajahnya. "Bagaimana ini bisa terjadi, Yu. Kita kan baru akan menikah 6 bulan lagi. Bagaimana bisa... kamu malah menikah dengan orang lain!" aku mulai takut dengan nada bicara Dewa yang mulai tinggi.
"Aku minta maaf, Wa. Aku juga tidak mau semua ini terjadi." Air mata kembali menggenangi mataku.
"Katakan padaku apa yang sudah terjadi!" Mata Dewa memerah. Aku tahu Ia sudah amat marah sekarang.
"Aku... aku.. melakukan one night stand dengan seseorang saat aku mabuk hari jumat kemarin." Dewa mengepalkan tangannya dengan kesal. Terlihat buku jarinya memerah.
"Lalu?" Dewa masih berusaha menahan amarahnya.
"Kedua orang tua laki-laki itu memergoki kami di pagi hari... Lalu kami dinikahkan oleh orang tuanya sebagai bentuk tanggung jawab atas perbuatan yang kami lakukan." suaraku bergetar saat menjelaskannya. Air mata tak hentinya mengalir di pipiku. Sudah banyak tissue yang kupakai untuk menghapusnya.
"Kenapa kamu mau? Kamu kan bisa menolaknya? Kamu kan bisa menolak pernikahan itu!" kata Dewa dengan suara bernada tinggi. Beberapa pengunjung cafe mulai memperhatikan dan membicarakan kami.
"Aku gak bisa Wa. Kalau aku nolak lalu bagaimana? Aku udah gak suci lagi. Apa kamu mau menerimaku yang tidak suci lagi? Aku merasa diriku tuh kotor Wa." kataku sambil berderai air mata.
Dewa memukul meja cafe dengan keras. Meluapkan segala amarahnya. Untunglah mejanya kuat dan suara musik di cafe yang akhirnya di setel agak kencang setelah mendengar kami bertengkar membuat pengunjung tidak memperhatikan pertengkaran kami lagi.
Dewa terdiam. Aku tahu Ia sedang berpikir keras. Aku pun diam. Kesunyian di antara kami terasa begitu kentara. Seperti ada gencatan senjata yang akan terjadi. Dewa mengambil minumannya lalu diteguknya sampai habis. Aku tahu Ia berusaha meredam emosinya dan berpikir jernih.
"Siapa laki-laki itu?" tanya Dewa akhirnya.
"Dio namanya. Aku baru mengenalnya di diskotek hari itu juga."
"Kenapa kamu mau Yu melakukan hal itu? Selama kita pacaran aku selalu menjaga kamu. Agar apa? Agar kamu tetap suci sampai kita menikah nanti. Aku yang menjaga kesetiaan cinta kita tapi kamu dengan mudahnya menghianatinya." ucapan Dewa terasa menyayat hatiku. Setetes air mata kembali menetes di pipiku.
"Aku juga tidak mau melakukannya. Aku mabuk." Aku menyembunyikan fakta bahwa Dio belum terlalu mabuk saat melakukan hal itu padaku. Aku tidak mau mereka bertengkar hebat. "Saat aku tersadar kami..." Aku tak melanjutkan lagi perkataanku. Mengingat kejadian itu seperti membuka luka lama yang belum sembuh.
"Aku kecewa Yu sama kamu." Dewa lalu berdiri dan meninggalkanku. Aku hanya bisa tertunduk meratapi kesalahanku.
Suara langkah kaki berjalan mendekat ke arahku. Apakah Dewa kembali lagi dan memaafkanku? Tapi tiba-tiba ada yang menendang kecil kakiku. Aku mengangkat kepalaku.
"Heh.. udah cepet pulang. Udah malam nih!" Dio? Kenapa Dio yang datang? Bagaimana bisa Ia tahu aku disini?
"Kamu?" tanyaku heran.
"Iye. Udah cepetan pulang. Jangan kelamaan nangis disini. Di rumah aja lanjutinnya."
"Tapi... darimana kamu tahu aku ada disini?"
Dio akhirnya duduk di depanku. Ia mengambil minumanku yang belum kusentuh sama sekali. Diteguknya es kopi boba kesukaanku tanpa permisi.
"Ya aku ikutin kamulah. Pas kamu dijemput naik mobil fortuner aku ikutin aja dari belakang. Eh tenyata kamu dicampakkin ya sama pacarmu." Dio tersenyum mengejek. Ih bener-bener ngeselin ya itu laki.
"Ini tuh karena kamu juga aku sampai mengalami hal kayak gini!" semprotku. "Kamu yang udah merusak hubunganku dengan pacarku tau!"
"Enak aja nyalahin aku seorang. Kamu juga saat disuruh nikah denganku tidak nolak." Dio membela dirinya yang makin membuat aku semakin kesal.
"Ya karena kupikir kamu harus bertanggung jawab sama aku. Kita udah buat dosa ya harus mempertanggungjawabkannya."
"Sudahlah. Tinggalin aja laki-laki kayak gitu. Kok ya gak mau menerima kekurangan pacarnya, hanya tahu yang indah-indahnya saja. Kalaupun kamu waktu itu tidak jadi menikah denganku, apa Dia akan menerima kamu yang sudah tidak suci lagi?" Dio menatap ke dalam mataku. "Kamu sendiri tidak yakin kan Ia akan menerima kamu? Karena itulah dari pada tidak pasti lebih baik kamu menerima menikah denganku yang sudah jelas-jelas mau menikahimu dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Iya kan?"
Deg... perkataan yang Dio ucapkan memang benar adanya. Aku terlalu takut kalau Dewa tidak akan menerimaku yang tidak suci lagi, karena itu aku menerima pernikahan paksa kami.
"Gak usah ditangisin laki-laki kayak gitu mah. Ayo pulang, sudah mau hujan nih!" aku melihat awan mendung mulai menutupi langit sore. Dengan tanpa perlawanan aku mengikuti langkah Dio.
Dio membuka jok motornya dan ternyata kosong. "Shitt... jas hujannya ketinggalan lagi. Ayo cepat naik keburu hujan!" Aku cepat-cepat memakai jaket. Dio membantuku memakaikan helm. Kami pun ngebut untuk agar sampai rumah sebelum hujan.
Pada akhirnya kami kehujanan juga. Beberapa kali Dio mengajakku menepi menunggu hujan berhenti namun aku tolak. Sudah terlanjur kehujanan biarlah sesekali main hujan-hujanan. Sebagai penghibur hatiku yang luka karena sudah dicampakkan.
****
Pilih mundur✊️
ntar papanya meninggal kan akhirnya warisan buat dia juga
Smoga Ceritanya Yg Bagus...😘👍🏻
Namanya Ayu 👍🏻👍🏻