Cerita cinta seorang duda dewasa dengan seorang gadis polos hingga ke akar-akarnya. Yang dibumbui dengan cerita komedi romantis yang siap memanjakan para pembaca semua 😘😘😘
Nismara Dewani Hayati, gadis berusia 20 tahun itu selalu mengalami hal-hal pelik dalam hidupnya. Setelah kepergian sang bunda, membuat kehidupannya semakin terasa seperti berada di dalam kerak neraka akibat sang ayah yang memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. Tidak hanya di situ, lilitan hutang sang ayah yang sejak dulu memiliki hobi berjudi membuatnya semakin terpuruk dalam penderitaan itu.
Hingga pada akhirnya takdir mempertemukan Mara dengan seorang duda tampan berusia 37 tahun yang membuat hari-harinya terasa jauh berwarna. Mungkinkah duda itu merupakan kebahagiaan yang selama ini Mara cari? Ataukah hanya sepenggal kisah yang bisa membuat Mara merasakan kebahagiaan meski hanya sesaat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rasti yulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TCSD 10 : Berpisah
Mara, Pramono dengan menggendong Baskara berlari tunggang langgang menembus pekatnya malam ini, mencoba menjauh dari kediaman Baskara. Mereka menuju sebuah alas roban yang mereka yakini akan menjadi tempat paling aman untuk bersembunyi dari kejaran juragan Karta atau mungkin anak buahnya. Suasana gelap menyelimuti karena memang tidak ada tanda-tanda kehidupan di tempat ini. Jelas tidak ada karena di sini yang ada hanyalah hamparan hutan yang hanya berpenghuni binatang-binatang malam dan mungkin makhluk tak kasat mata.
"Tolong, tolong berhenti sejenak! Saya benar-benar sudah tidak kuat untuk berlari!"
Mara sedikit membungkuk, memegang kedua lututnya yang terasa begitu pegal. Tidak hanya lutut, betisnya pun juga terasa begitu kebas, karena mungkin sedari tadi otot-otot di kakinya ia forsir habis-habisan untuk dapat berlari dari kejaran juragan Karta. Kain jarik yang ia pakai seakan semakin menyulitkannya untuk berlari cepat, alhasil ia harus menyingsingkan kain itu tinggi-tinggi agar langkah kakinya dapat bergerak bebas. Beruntung Mara memakai legging warna hitam, sehingga ia tidak perlu khawatir jika harus menyingsingkan kain jarik itu tinggi-tinggi.
Mara mencoba untuk mengatur nafasnya. Ia benar-benar merasa kehilangan banyak oksigen, hingga ia harus mengambil udara melalui mulutnya, yang ia yakini bisa lebih banyak yang masuk ke paru-parunya daripada bernapas menggunakan hidung.
Pramono mendudukkan Baskara di sebuah batu besar yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Lelaki itu sepertinya juga merasa begitu lelah. Nafasnya juga terdengar tiada beraturan. Mungkin itu semua efek dari beban tubuh Baskara yang ia gendong.
"Kita harus segera lari dari tempat ini. Aku khawatir sebentar lagi juragan Karta atau anak buahnya bisa mengetahui keberadaan kita."
"Tunggu, sebenarnya Anda ini siapa? Dan mengapa Anda mau menolongku dan juga ayahku?"
Sedari tadi ada sebuah pertanyaan yang menggelayuti hati Mara tentang siapa sebenarnya lelaki baik yang menolongnya ini. Karena selama tinggal di desa ini, Mara tidak pernah melihat laki-laki ini berkeliaran di sekitarnya. Entah karena lelaki itu tidak pernah berkeliaran di sekitar tempat tinggalnya atau karena Mara yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga membuatnya acuh terhadap orang-orang yang berada di sekelilingnya.
Pramono mengulas sedikit senyumnya. "Aku Pramono, orang kepercayaan juragan Karta."
Mata milik Mara terbelalak dan membulat sempurna. Mulutnya sedikit menganga seperti menandakan seseorang yang tengah terkejut setengah mati. "Orang kepercayaan juragan Karta? T-tapi mengapa Anda malah mengkhianati juragan Karta dengan membantu saya untuk lari dari juragan Karta?"
"Jika kamu bertanya hal itu, bisa jadi sampai esok hari aku baru selesai bercerita Ra. Dan pastinya akan sangat berbahaya untuk kita."
"Tolong ceritakan garis besarnya saja. Mengapa Anda mau menolong saya?"
Meskipun lelaki ini sudah menolongnya, namun dalam hati Mara masih sedikit ketakutan. Mara takut jika ada sesuatu yang terselubung di balik kebaikan yang telah Pramono lakukan ini.
Pramono menghela nafas dalam. "Ini merupakan salah satu caraku membalas kebaikan ibumu Ra!"
Dahi Mara sedikit mengernyit. "Ibuku? Apa yang pernah ibuku lakukan kepada Anda?"
Pandangan mata Pramono sedikit menerawang. Ia seperti mengingat-ingat sesuatu. Karena memang pada dasarnya peristiwa itu terjadi sudah sangat lama. "Dulu ibumu pernah membayarkan hutang almarhum ibuku kepada salah satu lintah darat yang ada di sini. Ibuku dan ibumu berteman baik Ra. Karena beliau berdua sama-sama seorang sinden."
"Lalu, bagaimana Anda bisa menjadi kaki tangan juragan Karta?"
"Saat itu aku benar-benar membutuhkan pekerjaan. Sebelumnya aku bekerja di rumah juragan Karta sebagai tukang bersih-bersih. Aku berusaha sebaik mungkin menjalankan pekerjaan itu. Juragan Karta begitu mengapresiasi hasil pekerjaanku, hingga akhirnya aku diangkat menjadi tangan kanan juragan."
"Lalu bagaimana Anda bisa tahu kalau juragan Karta akan menikahi saya? Dan saya ini adalah putri dari Paramitha Andadari, yang pernah membantu ibu Anda?"
Pramono tersenyum simpul. "Juragan Karta selalu bercerita tentang apa saja kepadaku. Dari sanalah aku tahu, gadis belia yang ingin dipersunting oleh juragan Karta adalah kamu, anak dari wanita yang pernah membantu ibuku untuk keluar dari permasalahan yang ia hadapi." Pramono sejenak menjeda ucapannya untuk menghela nafas dalam. "Maka dari itu, aku memiliki rencana ini untuk bisa membawamu lari dari jeratan juragan Karta."
Hati Mara sedikit menghangat. Di pelupuk matanya sudah menggenang bulir-bulir bening yang siap jatuh menghujani pipinya. Tidak pernah ia duga, bahwa kebaikan sang ibu di masa lalu, kini mendapatkan imbalannya. Tentunya sebuah imbalan keselamatan Mara sendiri.
"Terimakasih banyak Anda sudah menolong kami."
Pramono terkekeh kecil. "Jangan berbicara formal seperti itu. Usia kita mungkin hanya terpaut sekitar lima tahun, jadi mulai sekarang kita bisa berteman."
"Baiklah mas Pram!"
Pramono tersenyum tipis mendengar Mara memanggilnya dengan sebutan 'mas'. Entah apa yang dirasakan di dalam hati lelaki itu, namun nampaknya ia teramat bahagia bisa lebih dekat dengan Mara.
Sebuah sorot lampu senter, mengusik indera penglihatan Mara, Pram dan juga Baskara. Mereka saling melempar pandangan seolah memikirkan hal yang sama. Bahwa keberadaan mereka sudah diketahui oleh juragan Karta atau mungkin anak buahnya.
"Ra, sepertinya bahaya semakin mendekat ke arah kita," ucap Pram sambil berancang-ancang untuk menggendong tubuh Baskara.
"Ayo kita lekas pergi dari tempat ini Mas!" Mara pun juga sudah bersiap untuk berlari lagi.
"Tunggu Ra! Kita berpencar! Kamu berlari ke kanan, dan aku dan ayahmu berlari ke kiri!"
Mara terperangah. "Tapi Mas, bagaimana mungkin kita berpencar? Aku takut berada di tempat ini sendirian Mas!"
"Ra percayalah kepadaku, dengan kita berpencar, peluang untuk kita selamat akan semakin besar. Kamu berlari lah ke kanan, tidak jauh dari sini ada rumah penduduk yang bisa kamu jadikan tempat sementara untuk berlindung."
"T-tapi bagaimana dengan kamu dan juga ayah Mas?"
Pramono tersenyum. Ia mengambil sesuatu dari kantong celananya. "Ini untuk kamu pegang. Di dalam sini ada beberapa lembar uang dan juga nomor ponselku. Jika keadaan sudah aman, kamu bisa menggunakan uang ini untuk ke kota. Kita akan kembali bertemu di sana, paham kamu Ra?"
"T-tapi ke kota mana Mas? Kemana aku harus pergi dari kejaran juragan Karta?"
Pram terlihat sedikit berpikir. "Kita akan ke kota Bogor. Di sana nanti kita akan kembali bertemu."
"T-tapi Mas...."
"Ra, percayalah padaku. Aku akan berusaha semampuku untuk bisa menyelamatkan ayahmu. Dan kamu juga harus percaya bahwa keajaiban dari Tuhan, akan kembali mempertemukan kita."
Mara menatap tubuh sang ayah yang berada di punggung Pram dengan tatapan sendu. Mara meneteskan air matanya, karena untuk sementara waktu, ia harus berpisah dari sang ayah.
"Ayah berjanjilah pada Mara bahwa Ayah harus selamat. Sebentar lagi, kita akan kembali berkumpul Yah!"
Baskara sudah tidak mampu berkata apa-apa lagi. Kejadian demi kejadian yang ia alami hari ini hanya membuatnya semakin tertegun dengan kebaikan dari Tuhan yang diberikan kepadanya. Baskara pun hanya bisa menangis dan mengangguk sebagai isyarat bahwa ia akan selamat dari kejaran juragan Karta.
Mara menghapus sisa-sisa air matanya. "Mas Pram, aku titip Ayah. Di kota Bogor nanti, kita akan bertemu bukan?"
Pram mengangguk mantap. "Itu sudah pasti Ra! Kita akan kembali bertemu!"
"Wooiiii itu mereka!!! Ayo kejar!!!".
Dari kejauhan terdengar teriakan beberapa orang laki-laki yang tak lain adalah anak buah dari juragan Karta.
"Ayo cepat lari Ra!" Ucap Pram memberi instruksi.
Pada akhirnya Mara berlari ke arah kanan sedangkan Pram dan Baskara ke arah kiri. Di tempat ini mereka berpisah. Beberapa orang suruhan juragan Karta mulai mengejar Mara dan juga Pram.
Seolah melawan rasa takutnya, Mara berlari menembus gelapnya malam yang hanya diterangi oleh sedikit cahaya dari sang rembulan. Ia berlari sekencang mungkin, tidak menghiraukan apapun yang ada di kanan kirinya. Yang menjadi tujuannya hanya satu yaitu rumah penduduk seperti yang dikatakan oleh Pram yang tidak jauh dari tempat ini untuk bisa ia jadikan sebagai tempat berlindung.
Namun naas, sepertinya ia mengambil jalur yang salah. Kini ia terjebak di sebuah tempat di mana ada sebuah curug yang berada tepat di depan matanya.
"Ya Tuhan, sekarang aku harus kemana? Orang-orang suruhan dari juragan Karta sudah semakin dekat, jika aku berbalik arah pasti aku akan tertangkap!"
Mara sibuk bermonolog lirih sembari memutar otaknya. Ia melihat tidak jauh dari tempatnya berdiri ada sebuah pohon besar yang cukup rindang. Mara pun bermaksud untuk memanjat pohon itu. Ia mendekat ke arah pohon dan sekilas memperhatikannya dengan seksama.
"T-tapi bukankah aku tidak bisa memanjat pohon?" Mara menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak Mara! Kamu harus bisa memanjat pohon ini. Kamu harus bersembunyi!"
Pada akhirnya, Mara mulai memanjat untuk berlindung dari kejaran anak buah juragan Karta.
.
.
. bersambung..
Hai, hai, hai kakak-kakak tersayang... Bagaimana kabarnya? Sehat? Semoga sehat semua ya... Alhamdulillah 10 chapter sudah berhasil saya buat. Kira-kira Mara akan tertangkap atau tidak ya?? Hehehe sabar, kita lihat chapter selanjutnya ya...🤗🤗
Oh iya... jika ada yang bertanya "Thor gimana sih kok Mara sama Dewa belum juga bertemu?" Saya hanya bisa menjawab, sabar sebentar lagi ya Kak.. Tidak akan lama, Mara dan Dewa akan bertemu. Untuk novel ini semoga alurnya tidak membuat bingung kakak-kakak semua ya. Karena saya memang merancang sebuah alur cerita dari kehidupan Mara dan Dewa masing-masing yang akan menjadi takdir pertemuan mereka.
Nah, saya juga minta maaf sekali, karena semenjak jalan dua novel, saya jadi jarang membalas komentar kakak-kakak semua. Mohon dimaklumi ya Kak. Tapi percayalah jika saya membaca semua komentar-komentar kakak semua, dan hal itulah yang membuat saya semakin bersemangat untuk menulis. 😘😘😘
Terimakasih banyak sudah berkenan singgah ke cerita Terjerat Cinta Sang Duda ini ya kak.. jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak like juga komentar di setiap episodenya ya. dan bagi yang punya kelebihan poin bolehlah kalau mau disumbangin ke author dengan klik bunga atau yang lainnya. jika punya tiket vote boleh juga jika ingin disumbangin ke author remahan kulit kuaci ini, hihiihii. dan jika menurut kakak-kakak cerita ini menginspirasi, boleh juga jika di share kepada teman-teman kakak semua..🤗🤗
Happy reading kakak..
Salam love, love, love❤️❤️❤️
🌹Tetaplah yakin setiap cerita yang ditulis sepenuh hati, akan mendapatkan tempat di hati masing-masing para pembaca
mengecewakan😡