NovelToon NovelToon
Jejak Janda Di Jantung Duda

Jejak Janda Di Jantung Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Identitas Tersembunyi / Bullying dan Balas Dendam / Duda
Popularitas:275
Nilai: 5
Nama Author: Elena A

Elena hanya ingin menguji. Setelah terbuai kata-kata manis dari seorang duda bernama Rd. Arya Arsya yang memiliki nama asli Panji Asmara. Elena melancarkan ujian kesetiaan kecil, yaitu mengirim foto pribadinya yang tak jujur.

Namun, pengakuan tulusnya disambut dengan tindakan memblokir akun whattsaap, juga akun facebook Elena. Meskipun tindakan memblokir itu bagi Elena sia-sia karena ia tetap tahu setiap postingan dan komentar Panji di media sosial.

Bagi Panji Asmara, ketidakjujuran adalah alarm bahaya yang menyakitkan, karena dipicu oleh trauma masa lalunya yang ditinggalkan oleh istri yang menuduhnya berselingkuh dengan ibu mertua. Ia memilih Ratu Widaningsih Asmara, seorang janda anggun yang taktis dan dewasa, juga seorang dosen sebagai pelabuhan baru.

Mengetahui semua itu, luka Elena berubah menjadi bara dendam yang berkobar. Tapi apakah dendam akan terasa lebih manis dari cinta? Dan bisakah seorang janda meninggalkan jejak pembalasan di jantung duda yang traumatis?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terperangkap di Apartemen

Elena tidak menunggu respons dari Panji. Begitu kalimat tentang kebenaran Renata keluar dari bibirnya, ia berbalik. Ia berjalan cepat keluar dari ballroom yang gemerlap, merasakan tatapan tajam Ratu Widaningsih Asmara menempel di punggungnya seperti belati yang siap untuk menusuknya.

Ia tahu, informasi yang ia lemparkan ke Panji  adalah bom nuklir. Itu bukan hanya sekedar mengungkap Renata adalah mata-mata Ratu, tetapi juga meruntuhkan pondasi trauma Panji, yaitu keyakinan bahwa Renata mengkhianatinya karena nafsu. Jika Renata berkhianat demi bisnis dan atas perintah ibu angkatnya (ibu Ratu), itu adalah pengkhianatan yang kejam, terencana, dan jauh lebih menyakitkan bagi Panji daripada tuduhan perselingkuhan biasa.

Di luar ballroom, di area lobi yang lebih sepi, Elena meraih ponselnya, memanggil taksi online. Tangannya gemetar, bukan karena ketakutan pada Panji, tetapi karena realisasi betapa berbahayanya Ratu Widaningsih Asmara. Ratu tidak hanya menginginkan Panji, tapi Ratu juga menginginkan kehancuran total Panji sebagai bagian dari dendam keluarga yang diwarisi.

Saat Elena menunggu taksi yang dipesannya, ia melirik ke belakang. Panji tidak mengejarnya. Ia masih berdiri terpaku di tengah kerumunan, menatap kosong ke suatu titik, sementara Ratu Widaningsih Asmara mulai bergerak mendekatinya. Ratu, seperti singa betina yang mencium bau darah, tahu bahwa Panji  sedang lumpuh karena informasi Elena.

“Aku sudah memberikan kebenaran yang paling jujur, Aa Panji. Terserah kamu mau percaya atau tidak,” batin Elena.

Di dalam ballroom, Panji merasa dunianya terbalik. Tubuhnya dingin, tetapi pikirannya terbakar. “Renata adalah mata-mata Ratu?”

Tuduhan perselingkuhan dengan ibu mertuanya selalu menyakitkan. Tetapi tuduhan pengkhianatan bisnis dengan saingan keluarga? Itu menghancurkan harga dirinya sebagai seorang owner cafe.

Ratu Widaningsih mendekat, mengaitkan tangannya di lengan Panji. "Jangan dengarkan kebohongan wanita gila itu, Akang. Dia hanya mencoba memecah belah kita karena dia tahu bahwa kamu memilihku."

"Kamu putri dari ibu angkat Renata?" ujar Panji, suaranya pelan dan tanpa emosi.

Ratu Widaningsih Asmara terkejut, tetapi segera menguasai diri kembali. "Ya. Ayahku dan ayahmu... ada sedikit persaingan. Tapi Renata dan aku adalah saudara tiri. Aku hanya ingin melindungi reputasi keluarga. Dan aku nggak akan membiarkan wanita asing sepertinya merusak semuanya."

"Dan kata sandi Renata? Apa yang kamu lihat di sana?" Panji mendesak, matanya menuntut kebenaran.

Ratu tersenyum, senyum yang kini terlihat sangat jahat. "Aku akan tunjukkan, Akang. Aku akan tunjukkan semua bukti bahwa aku benar dan dia salah. Tapi nggak di sini. Ayok kita tinggalkan ballroom ini. Kita harus bicara di tempat yang lebih santai."

Panji, yang kini bingung dan putus asa, membiarkan Ratu menariknya menjauh dari kerumunan. Ia terlalu terluka untuk berpikir jernih. Trauma masa lalu selalu menjadi senjata Ratu untuk mengendalikan Panji, dan kali ini, Ratu berhasil menguasainya secara total.

Elena sudah masuk ke dalam taksi online yang dipesannya. Ia menyandarkan kepalanya ke jendela, merasakan getaran lega karena berhasil keluar dari sarang lebah itu. Namun, perasaan lega itu segera digantikan oleh kecemasan.

Ratu kini tahu segalanya. Ia tahu Elena adalah musuh yang menyamar. Ratu tidak akan menggunakan laporan keuangan lagi. Ratu akan menyerang Elena secara pribadi.

Elena menyadari, ia harus menghilang untuk sementara. Menghilang dari kota tahu Sumedang, dari jangkauan Panji, dan dari jangkauan Ratu Widaningsih Asmara. Ia perlu menyusun rencana balasan yang lebih besar, dan kali ini, ia akan mengungkap motif dendam keluarga Ratu sepenuhnya.

Saat taksi melaju di jalan tol yang sepi, Elena mengeluarkan ponselnya. Ada sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.

Pesan itu berisi sebuah foto. Foto apartemennya. Di foto itu, terlihat pintu apartemennya terbuka sedikit, dan di ambang pintu, ada sepasang sepatu hak tinggi berwarna ungu lavender. Persis seperti warna gaun Ratu Widaningsih Asmara.

Jantung Elena berdetak cepat. Bagaimana bisa Ratu secepat ini sampai di apartemennya?

Di bawah foto itu, ada pesan singkat.

“Rumahmu adalah rumahku. Dan aku sudah menunggu untuk mengobrol santai, Nona Elena. Aku ingin membicarakan tentang pembunuh yang seharusnya kamu kubur selamanya.”

Napas Elena tercekat. Ratu tidak hanya mengintai, Ratu sudah menyusup ke tempat perlindungannya. Ratu bergerak jauh lebih cepat dan lebih kejam daripada yang Elena bayangkan. Ratu bukan hanya ratu sosialita, dia adalah ratu intelijen.

Elena segera menghubungi pengelola apartemennya.

"Tolong, segera periksa unit saya! Ada penyusup!" seru Elena panik.

"Maaf, Bu. Kami tidak melihat ada tanda-tanda kerusakan atau paksaan. Tetapi, seorang wanita cantik dengan gaun pesta masuk dengan lancar beberapa waktu lalu. Dia bilang Ibu yang mengizinkan karena Ibu lupa membawa kunci," jawab petugas pengelola, nadanya santai.

“Ratu pasti menyuap atau memanipulasi petugas itu,” pikir Elena, gemetar.

Elena membatalkan taksinya. Ia harus kembali. Ia tidak punya apa-apa lagi di kota Sumedang ini, selain apartemen itu dan beberapa dokumen penting, termasuk berkas kematian almarhum suaminya. 

Ia kembali memanggil taksi online, memberikan alamat apartemennya.

Dua puluh menit kemudian, Elena berdiri di depan pintu apartemennya. Pintu itu tertutup, tetapi ia tahu Ratu Widaningsih Asmara ada di dalamnya, menunggu seperti laba-laba.

Elena mengeluarkan kunci cadangan, tangannya berkeringat dingin. Ia tidak punya senjata, hanya keberanian yang dipicu oleh kemarahan.

Ia membuka pintu pelan-pelan. Ruangan itu gelap. Hanya ada cahaya rembulan yang masuk dari jendela, memantulkan bayangan samar di lantai marmer.

"Ratu Widaningsih! Aku tahu kamu ada di sini! Apa maumu sebenarnya?!" seru Elena, suaranya bergema di ruang apartemen.

Dari sudut ruangan, Ratu muncul. Ia tidak lagi mengenakan gaun pestanya yang elegan. Ia kini mengenakan pakaian kasual, seolah-olah ia memang penghuni apartemen itu. Di tangannya, ia memegang sebuah bingkai foto yang dulunya adalah foto pernikahan Elena dan almarhum suaminya.

"Aku hanya ingin mengambil apa yang menjadi milikku, Elena," kata Ratu, suaranya tenang dan mengerikan.

"Apa maksudmu? Apartemen ini milikku!"

Ratu tertawa, tawa yang menusuk telinga. Ia meletakkan bingkai foto itu, lalu mengambil amplop cokelat besar dari atas meja kopi.

"Tidak, Sayang. Apartemen ini dulunya adalah hadiah dari ibuku untuk Renata, sebelum ia menikah dengan Panji. Ketika Renata, saudara tiriku, bercerai dengan Panji, ibuku memintaku untuk melacaknya. Dan aku menemukannya, di tanganmu."

Ratu membuka amplop itu, menunjukkan isinya kepada Elena. Itu adalah dokumen kepemilikan apartemen, tetapi namanya sudah diubah.

"Aku sudah menanamkan namaku sebagai pemilik baru sejak dua hari lalu. Kamu tidak punya apa-apa lagi di sini, Elena. Tidak ada rumah, tidak ada bukti, tidak ada Panji," kata Ratu, tersenyum lebar.

Elena maju selangkah, amarahnya meluap. "Kau wanita gila! Aku akan melaporkanmu!"

Ratu menggelengkan kepala, senyumnya menghilang, digantikan oleh sorot mata yang penuh kebencian.

"Oh no, kamu nggak bakal melakukannya. Karena aku sudah menemukan ini."

Ratu mengangkat tangannya. Di tangannya, ia memegang sebuah buku catatan kecil berwarna merah, yang dulunya adalah milik almarhum suami Elena. Itu adalah buku catatan rahasia yang berisi semua kode bank dan daftar aset mereka.

"Kamu mencuri buku itu! Kembalikan!" seru Elena, mencoba merebutnya.

Ratu dengan cepat melempar buku catatan itu ke dalam perapian kecil di sudut ruangan. Api langsung melahap buku itu dalam hitungan detik.

"Aku nggak mencuri. Aku mengambil kembali properti keluarga," kata Ratu, mengarahkan tatapannya yang kejam ke Elena. "Dan sekarang, aku akan memastikan kamu nggak akan pernah mengganggu Akang Panji lagi."

Tiba-tiba, pintu apartemen terbuka dengan paksa. Seorang pria bertubuh besar masuk, wajahnya bengis. Dia menatap Elena, lalu beralih menatap ke Ratu.

"Dia milikmu, Pak. Lakukan apa yang harus kamu lakukan. Aku ingin wanita ini menghilang, dan semua jejaknya dalam Panji terhapus. Aku ingin kamu buat dia menyesal pernah menjadi janda pembawa sial," perintah Ratu, suaranya dingin dan tanpa ampun. Ratu melangkah pergi, meninggalkan Elena sendirian dengan pria asing yang mengancam itu, terperangkap di apartemennya sendiri yang kini bukan lagi miliknya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!