Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke kantor Kaivan
"Jadi benar dugaan saya,"
Kaivan menopang dagunya di atas meja ruang kerjanya, walaupun ia tidak bisa melihat, tapi ia tetap di butuhkan di perusahaannya karena otaknya yang pintar.
"Dugaan apa?" tanya Bianca mengerutkan dahinya bingung.
"Jika kamu bermain di belakang saya,"
Mendengar itu, ada rasa khawatir di dalam diri Bianca, tapi ia segera menepisnya dan kembali mengingat jika Kaivan sudah lebih dulu tahu itu akan lebih bagus dan tidak perlu repot-repot membawa kekasihnya ke hadapan Kaivan.
"Memangnya kenapa jika aku bermain di belakangmu? Apa itu masalah untukmu? Kamu keberatan dengan ini semua?" tanya Bianca tersenyum miring, merasa dirinya sebentar lagi akan memenangkan ini.
"Bagaimana tanggapanmu jika saya mengatakan saya keberatan dengan kamu yang selingkuh?" tanya balik Kaivan masih dengan wajah datarnya.
"Apa hakmu merasa seperti itu?"
"Kamu lupa apa status kita, Bianca?" tanya Kaivan dengan suara tajamnya.
"Status? memangnya apa status kita? Kita tidak saling mencintai, tidak juga kita menyukai pernikahan ini," balas Bianca tak kalah tajam.
"Saya rasa, hanya kamu, tidak dengan saya,"
Bianca menyipitkan matanya menatap Kaivan curiga, ia tidak salah dengar? Kaivan bilang dia bukan termasuk dari orang yg tidak menyukai pernikahannya, itu artinya dia menyukai pernikahan dengan dirinya? Bukankah malam waktu mamanya datang dia mengatakan hanya menjadikan Bianca sebagai alat atas rasa sakit hatinya kepada mantan calon istrinya?
"Jadi kamu mulai menyukaiku?" tanya Bianca mendekat.
Kaivan diam, tidak berniat menjawab pertanyaan Bianca, dan Bianca membaca tindakan Kaivan itu sebagai jawaban jika dia benar bahwa Kaivan menyukainya.
"Jadi benar kau menyukaiku? Hei, kita belum ada sebulan memiliki status suami istri, kau juga tidak bisa melihat, jadi? Bagaimana caramu menyukaiku? Apa karena suaraku? atau apa?" tanya Bianca dengan pertanyaan mengejeknya.
"Saya mengatakan saya menyukai pernikahan kita bukan berarti saya menyukaimu, Bianca," balas Kaivan yang langsung membuat Bianca terdiam.
"Itu tidak masuk akal,"
"Apanya yang tidak masuk akal?" tanya Kaivan.
"Apa yang kau sukai dari pernikahan ini? Statusmu yang sudah berubah menjadi tidak single lagi? Atau karena ingin membuktikan sesuatu kepada Della jika dengan perginya dia di hari pernikahan tidak membuatmu harus membatalkan acaranya? Hei, sadarlah, kau pikir pernikahan ini akan bertahan lama? aku sendiri tidak yakin jika hari ini aku akan tetap bertahan di rumahmu itu," ucap Bianca panjang, ia yakin jika kali ini perceraian dengan Kaivan akan terjadi.
"Tidak akan ada perceraian diantara kita," tolak Kaivan tegas, ia memang tidak menyukai Bianca, tapi dengan adanya Bianca, suara Bianca di sekitarnya, ia merasa seperti ada seseorang yang menerimanya setelah ia kehilangan penglihatannya.
Walaupun jelas-jelas Bianca menghina dirinya dan mengatakan tidak menginginkan suami yang cacat sepertinya, itu tidak membuat Kaivan serta merta langung sakit hati dan memaki Bianca, ia biarkan Bianca menghinanya, ia biarkan Bianca menjadi dirinya sendiri, bahkan ia biarkan Bianca melakukan hal-hal ia disukainya, itu semua agar Bianca mau bertahan dengannya.
"Tapi aku akan tetap mengajukan surat perceraian ke pengadilan," balas Bianca.
"Silakan, Bianca!"
Kaivan tahu, Bianca tidak akan berhasil. ia mungkin terdengar jahat memaksa Bianca agar mau tetap dengannya, tapi sungguh, ia tidak akan melakukannya jika ia tidak sakit hati atas sikap Della kepadanya. Ia hanya ingin menunjukkan kepada Della jika dirinya tetap bisa berdiri dengan kakinya sendiri walaupun dengan kedua mata yang tidak bisa melihat dengan wanita yang tetap berada di sampingnya.
Kaivan memang terlihat tenang, tapi di dalam dirinya yang terdalam, Kaivan merasakan sakit sebagaimana pria pada umumnya yang memiliki cinta yang tulus kepada gadis pujaannya.
"Hari ini aku akan mengambil barang-barangku yanga da di apartemen, lalu aku tinggal di rumah orang tuaku dan tidak akan pernah kembali kepadamu, selamanya," ucap Bianca menekankan kata 'selamanya' agar Kaivan mendengar dengan jelas ucapannya.
Kaivan diam tidak membalas ucapan Bianca, lalu ketika suara sepatu mulai terdengar melangkah menjauhi dirinya, senyum Kaivan mulai terbit, ia tahu ini salah, tapi kembali ke awal, bagaimana pun caranya, Bianca harus tetap berada di sisinya.
"Sekarang!"
***
Bianca membalas tatapan orang-orang yang menatap dirinya sepanjang jalan di lobi, entah apa yang salah dengan dirinya sehingga tatapan mereka seperti akan mengulitinya hidup-hidup. Bianca benar-benar tidak menyadari jika dirinya di tatap dengan tayapan tidak enak karena mereka melihat dirinya berjalan bersama Kaivan dan memasuki ruangan Kaivan. Bianca tidak tahu jika Kaivan putra dari pemilik gedung tinggi yang sedang ia injak sekarang, ia hanya mengira jika Kaivan hanya sekedar karyawan biasa, tidak lebih.
"Ada apa dengan mereka semua, memangnya aku seorang narapidana yang baru keluar dari penjara," ucap Bianca dengan nada kesalnya, ingin rasanya ia mencolok satu-satu mata mereka agar berhenti menatap dirinya dengan tatapan yang membuat Bianca kesal.
Tiba-tiba saja dirinya merasa seseorang menabraknya dari belakang, ia menoleh dan mendapati seorang wanita dengan napas naik turun sedang berusaha berdiri, karena ia terjatuh begitu menabrak punggung Bianca.
Bianca hendak mengulurkan tangannya, tapi wanita itu langsung bangkit dan kembali berlari menjauhi Bianca, Bianca menatap aneh wanita itu, ia berfikir jika wanita itu baru saja dikejar oleh hantu.
"Gedung ini banyak orang-orang aneh,"
Bianca hendak kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, tapi sepatunya seperti menginjak sesuatu, ia menunduk, dan mendapati dompet sedang berwarna merah dengan tampilan yang sangat cantik juga terlihat elegan.
Menyadari jika dompet itu milik wanita yang menabraknya, Bianca segera mengambilnya dan berlari mengikuti jalan yang wanita itu lewati, ia melihatnya kemana wanita itu pergi, jadi ia tidak kesulitan untuk menemukan wanita itu sedang berjongkok di depan toilet perempuan dengan wajah pucatnya.
Bianca menghampirinya, dan memperhatikan wajah wanita itu yang terlihat sangat kelelahan, perlahan ia mendekat dan ikut mensejajarkan tubuhnya dengan wanita berwajah pucat itu.
"Ini milikmu?" tanya Bianca to the point seraya menunjukkan dompet yang ada di tangannya.
wanita itu mengangkat wajahnya dan terkejut melihat benda miliknya ada di tangan wanita asing di depannya.
"Jangan salah paham dulu, kamu menjatuhkannya tepat saat kamu menabrakku tadi," ucap Bianca sebelum wanita itu menuduhnya yang tidak-tidak.
Wanita itu mengangguk, lalu tiba-tiba menatap Bianca dengan tatapan yang Bianca sendiri tidak tahu maknanya.
"Bisakah kamu membawaku ke restoran depan?" tanya wanita itu dengan suara lirihnya.
"Restoran depan?" tanya Bianca.
Wanita itu mengangguk lagi, "di depan kantor ada restoran, jadi bisakah kamu membawaku ke sana, gerdku kambuh dan aku harus mengisi perutku,"
Mendengar itu, rasa simpati Bianca muncul, tanpa ragu ia menganggukkan kepala, setuju untuk membawa wanita pucat itu ke restoran.
"Ayok, aku bantu berdiri!" ucap Bianca setelah ia berdiri lebih dulu dan mengulurkan tangannya untuk membantu wanita itu berdiri.
Sepanjang perjalanan ia menuju restoran depan yang hanya tinggal menyebrang, perasannya tiba-tiba tidak nyaman, ada sesuatu yang membuat Bianca merasa khawatir, tapi ia berusaha mengalihkannya perasaan itu, karena bagaimana pun, ia tidak tahu perasaan itu datang karena apa, ia merasa semuanya baik-baik saja dan berjalan sesuai dengan keinginannya.