"Tapi Kek, aku tak mengenalnya. Dan dia pria kota, mana cocok denganku yang hanya seorang gadis desa."
"Kamu hanya belum mengenalnya, dia anak yang baik. Jika Kakek tiada, kamu tak sendiri di dunia ini. Jadi Kakek mohon, kamu harus mau di jodohkan dengannya."
Aruna hanya diam, dia tak bisa membantah permintaan sang Kakek. Sedari kecil dia dirawat oleh Kakek Neneknya, karena orang tuanya mengalami kecelakaan dan tewas ketika dia berusia 5 tahun. Sejak saat itu hidup didesa, dan membantu Kakek Neneknya bertani diladang adalah kehidupan bagi Aruna.
Tapi ksetelah kepergian Nenek satu bulan lalu, jujur membuatnya kesepian walaupun ada Kakek juga asisten rumah tangga yang sedari dulu sudah bekerja di tempat sang Kakek.
Waktu pernikahan tiba, dua orang asing menikah tanpa ada rasanya cinta dihati mereka. Pria itu anehnya juga tak menolak perintah dari Kakeknya, setuju dan menjalani perjodohan yang sangat mendadak.
"Kita sudah menikah, tapi ada batasan antara aku dan kamu. Dan akan aku je
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SecretThv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjengkelkan
Akhirnya Aruna ikut ke mobil milik Nova, dia memilih pria itu karena tak mau satu mobil dengan Sagara. Pria itu akan mengoceh dan menyalahkannya terus menerus, jadi dia memilih pulang dengan pria yang tidak dia kenal tapi sahabat Sagara dekat dengannya.
"Kamu ini siapanya Sagara? Kenapa dia begitu khawatir mencarimu?" tanya Nova sembari menyetir.
"A-aku ... Nanti saja Kak Sagara yang menjawabnya, aku tak mau menjawabnya. Ada batasan yang harus aku jaga, jadi tanya saja Kak Sagara langsung." Aruna tanpa menatap atau menoleh pada Nova.
"Oh begitu, tapi jika dilihat kalian ini dekat. Tapi jangan mau ya sama om-om, atau bisa saja kami panggil dia itu Paman. Kamu masih sangat muda, dia sudah kepala tiga, sudah tua." Ujar Nova.
'Jika bukan karena terpaksa aku juga tidak mau dengannya, tapi mau bagaimana lagi. Semua perjodohan tak bisa aku tolak, aku tak ingin membuat Kakek sedih.' batin Aruna.
Nova melihat Aruna seperti melamun, dia pun memanggil Aruna dan menepuk punggung telapak tangannya.
"Hei, jangan melamun. Oh iya, siapa namamu aku lupa," tanya Nova.
"Aruna." Singkatnya Aruna.
"Tidak melamun, hanya sedang memikirkan omelan apa yang akan Kak Sagara berikan kepadaku." Ujar Aruna, hingga membuat Nova tertawa.
"Jangan pikirkan, ada aku. Dia tidak akan berani memarahimu, aku memang sengaja ikut agar kamu tak kena omelannya." Senyum Nova, dia merasa tertarik pada Aruna.
Akhirnya mereka sampai di gedung apartemen tempat tinggal Sagara, Sagara sendiri segera turun dari mobil setelah memarkirkan mobilnya dan menuju ke mobil milik sahabatnya yaitu Nova yang satu mobil dengan istrinya.
Saat Aruna turun dari mobil dia segera menggandeng tangan gadis itu, dan menariknya dengan langkah kaki yang cepat.
"Kak, jangan terik begini. Tanganku bisa sakit," pinta Aruna, dimana Sagara tak peduli. Dia seperti sedang menahan amarahnya, dan ingin segera membuat gadis itu jera dengan hari pertamanya yang buat dirinya panik.
"Sagara, jangan kasar pada seorang gadis. Tidak seharusnya kamu begini, dia juga memiliki waktu juga haknya. Kamu hanya seorang Kakak yang menjaganya, jadi jangan terlalu keras dan kasar padanya." Nova memperingatkan.
Sagara berhenti dari langkahnya di ikuti Aruna, dan dia berbalik pada Nova dengan tatapan tajamnya.
"Kenapa? Ini bukan urusanmu, dia sudah menjadi tangung jawabku. Atau kamu memiliki perasaan padanya, atau pandangan pertamamu tadi membuat jatuh cinta dengannya?" tanya Sagara dengan tatapan tajamnya.
"I-itu ... Kamu salah, aku hanya kasihan melihat dia di perlakukan seperti ini. Kamu tak biasanya seperti ini Saga, jadi ..."
"Pulanglah, aku tak mau kita berdebat atau sampai ribut hanya karena gadis ini. Biar aku yang atur sepupuku, jadi jangan ikut campur. Tapi terimakasih atas bantuannya, dia harus aku disiplinkan dengan baik agar tak membuatku khawatir. Dan juga agar Kakek tak memarahiku." Menatap ke arah Aruna dengan dingin.
Aruna hanya menatap datar, dia menghembuskan nafas kasarnya merasa tak tahan karena selalu saja di sangkut pautkan dengan Kakek.
"Bisakah tidak membawa Kakek? Urusan kita ya urusan kita, jangan sangkut pautkan tentang Kakek. Jangan selalu egois tanpa memikirkan perasaan orang, kamu orang dewasa Kak bukan seperti diriku yang masih belia." Mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Sagara.
"Kak Nova, pulanglah. Terimakasih sudah mengantarku, aku akan masuk kerumah. Jangan khawatir tentang Kak Sagara yang marah padaku, aku akan menghadapinya." Menatap ke arah Nova, lalu menoleh kemudian ke arah Sagara dengan tatapan dinginnya.
"A-apa! Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Sagara gugup di tatap oleh Aruna.
"Paman yang menjengkelkan." Lirihnya lalu berjalan pergi lebih dulu ke lift.
Sagara terpaku saat mendengar kata Paman dari mulut Aruna, Nova yang mendengarnya pun menahan tawa karena sahabatnya di panggil paman oleh Aruna.
"Jangan terlalu keras padanya, bisa-bisa kamu kalah. Selesaikan dengan baik, aku pulang dulu. Aku percaya padanya bisa mengendalikan mu." Melambaikan tangannya, lalu masuk kedalam mobil.
Setelah Nova pergi Sagara tersadar, dia segera menyusul Aruna yang sudah pergi kerumah beberapa menit yang lalu.
Di unit Aruna menyapa Bibi, bibi tentu saja khawatir karena Aruna baru saja tiba setelah dari pagi siang pergi.
"Non, tidak terjadi apa-apa kan?" tanya Bibi.
"Tidak Bi, aku kembali dengan keadaan baik. Aku akan mandi dulu, dan jika nanti ada keributan mohon maklum ya Bi. Kak Sagara pasti akan mengomeliku," ucapnya sambil tersenyum.
"Baik Non, Bibi akan menasehati Tuan agar tidak marah. Mandilah, Bibi siapkan makan malam dulu."
"Baik Bi."
Saat Aruna masuk ke kamar dan baru menutup pintunya, Sagara tiba dan berteriak memanggil Aruna.
"Aruna! Keluar kamu, Aruna!" Dengan suara lantang.
"Tuan, Nona sedang membersihkan diri. Jadi tunggu saja nanti, Tuan juga sebaiknya membersihkan diri, agar pikiran fresh dan bisa menenangkan amarah." Bibi menasehati Sagara.
"Astaga dia itu, huh! Baiklah Bi, aku akan mandi dulu."
Bibi mengangguk, lalu Sagara pergi menuju kamarnya. Sungguh hatinya dibuat kesal oleh Aruna hari ini, untung saja gadis itu ketemu dengan cepat, jika sampai larut malam dia yang sangat kerepotan nantinya.
Aruna sudah ada di meja makan, dia menunggu Sagara datang untuk makan malam bersama. Saat pria itu datang, Aruna hanya melirik sejenak saja lalu kembali ke arah ponselnya.
"Makan dulu, baru kita bicara diruang kerjaku," kata Sagara dengan nada datar tanpa menatap ke arah Aruna.
Aruna hanya mengangguk, mereka lalu makan bersama tanpa adanya pembicaraan. Bibi hanya memperhatikan mereka berdua, semoga saja tak ada pertengkaran diantara mereka berdua.
Usai makan malam Aruna membantu Bibi membereskan semuanya, setelahnya Bibi meminta Aruna untuk menemui Sagara di ruang kerjanya. Karena Sagara sudah masuk kesana, tentu pria itu sudah menunggu kedatangan Aruna.
"Non, datangi Tuan Muda. Nona kan gadis baik, jadi nurut sama Tuan Sagara ya. Temui dia." Perintah Bibi.
"Baik Bi." Senyumnya tanpa memiliki rasa takut tentang hal yang akan terjadi.
Aruna mengetuk pintu ruang kerja Sagara, setelah ada jawaban dari dalam dia langsung masuk kedalam. Dia melihat pria yang berstatus sebagai suaminya itu tengah berdiri dengan menatap ke arah jendela, menatap ke arah luar dimana pemandangan malam terlihat jelas.
"Ada apa?" tanya Aruna santai.
"Aku ingin memastikan, apa kamu sudah memutuskan untuk kuliah kembali?" tanya Sagara.
"Belum, tidak bisa secepat itu. Aku butuh waktu." Jawab Aruna.
"Sampai kapan? Akh, baiklah itu hak mu. Aku tak memaksa, aku pikir kamu adalah wanita yang sangat mementingkan pendidikan, ternyata tidak."
"Bukan seperti itu, setiap wanita ingin memilki pendidikan tinggi. Tapi bukan itu yang terpenting, karena pendidikan bisa dikalahkan dengan kemampuan juga kepintaran. Dan terkadang berpendidikan tinggi tapi tidak memiliki attitude yang baik, percuma saja." Jelas Aruna.
"Kamu menyindir ku?" tanya Sagara menatap ke arah Aruna.
"Siapa yang menyindirmu Kak, jika Kakak merasa berarti memang Kakak tidak memiliki attitude. Seperti tadi memarahiku didepan umum, apa begitu caramu pada seorang gadis. Benar-benar pria yang menjengkelkan." Kesal Aruna.
"Ke-kenapa malah kamu yang kesal padaku. Harusnya aku yang kesal, karena kamu keluar tanpa ijinku!" Meninggikan suaranya.
"Sudahlah, aku lelah berdebat. Aku salah tak menghubungimu, karena aku mencari sesuatu juga. Lain kali aku akan memberitahumu Kak, aku pergi ke kamar."
Aruna lalu pergi keluar, dan Sagara di buat mematung karena ucapan dari gadis itu.
"Padahal aku ingin bertanya, kenapa dia tak memakai kartu ku. Dia terlihat membeli sesuatu, tapi apa yang dia cari."
"Akh! Sangat menjengkelkan gadis itu," ucap Sagara.