Yun Sia, gadis yatim piatu di kota modern, hidup mandiri sebagai juru masak sekaligus penyanyi di sebuah kafe. Hidupnya keras, tapi ia selalu ceria, ceplas-ceplos, dan sedikit barbar. Namun suatu malam, kehidupannya berakhir konyol: ia terpeleset oleh kulit pisang di belakang dapur.
Alih-alih menuju akhirat, ia justru terbangun di dunia fantasi kuno—di tubuh seorang gadis muda yang bernama Yun Sia juga. Gadis itu adalah putri kedua Kekaisaran Long yang dibuang sejak bayi dan dianggap telah meninggal. Identitas agung itu tidak ia ketahui; ia hanya merasa dirinya rakyat biasa yang hidup sebatang kara.
Dalam perjalanan mencari makan, Yun Sia tanpa sengaja menolong seorang pemuda yang ternyata adalah Kaisar Muda dari Kekaisaran Wang, terkenal dingin, tak berperasaan, dan membenci sentuhan. Namun sikap barbar, jujur, dan polos Yun Sia justru membuat sang Kaisar jatuh cinta dan bertekad mengejar gadis yang bahkan tidak tahu siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Pagi itu mereka pergi ke sebuah pasar Yun Sia terpesona melihat keramaian.
“WAH! Banyak makanan! Banyak orang! Banyak ayam panggang!!”
A-yang memandangnya lembut.
“Jangan teriak.”
“Tapi AYAM PANGG—”
A-yang menutup mulut Yun Sia cepat.
Liyan terbatuk untuk menahan tawa.
Di tengah keramaian itu, tiba-tiba…
BRUK! BRUK! BRUK!
Suara derap kaki kuda terdengar cepat dari arah utara.
Orang-orang menyingkir.
Seorang pria tinggi, gagah, wajahnya dingin seperti batu giok, melompat turun dari kudanya.
Pakaian hitam kerajaan.
Jubah peringkat tinggi.
Sorot mata tajam seperti elang.
Liyan langsung pucat. “…Mochen?”
Yun Sia mengedip. “Itu siapa? Mantanmu, Liyan?”
Liyan langsung tersedak.
“T-T-TIDAK!”
A-yang menutup wajah dengan tangan. “…sudah selesai hidup tenangku.”
Mochen menatap tajam A-yang.
“TUANKU!”
Sebelum siapapun bisa bereaksi, Mochen…
LANGSUNG MEMELUK A-YANG ERAT.
A-yang tersedak.
“Mochen… lepaskan.”
Mochen tidak peduli.
“Tuanku! Aku mencarimu ke tujuh kota! Aku pikir Anda mati! Istana kacau! Para menteri panik! Hamba—”
A-yang mendorong wajah Mochen menjauh.
“Lepaskan.”
Mochen akhirnya melepaskan pelukan, lalu berlutut di depan A-yang dengan hormat mendalam.
“Tuanku… mengapa Anda kabur tanpa perintah?”
Yun Sia mengangkat tangan. “Maaf! Ayang tidak kabur! Dia hanya tersesat!”
Mochen menatap Yun Sia dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Dan… siapa gadis ini?” Liyan cepat berdiri di depan Yun Sia seakan melindungi.
“Mochen! Jaga mulut! Jangan sembarangan bicara!” ujar Liyan
Mochen mengerutkan dahi.“Kau… kenapa membela gadis ini?”
Liyan gelagapan. “Karena… dia… dia adalah… orang yang Tuan… sangat—”
A-yang menatap Liyan dengan tatapan “kau-hilang-kepala”
Liyan langsung tutup mulut.
“Orang yang apa?” Mochen bertanya lagi.
Yun Sia dengan polosnya menjawab, “Ayang itu kan nempel aku melulu. Mungkin aku favorit dia.”
A-yang mendecak kecil.“Aku tidak menempel.”
“Kamu tidur di depan pintu kamarku.”
“Itu untuk keamanan.”
“Kamu suapin aku bubur.”
“Itu karena kau malas makan.”
“Kamu—”
“Diam.”
Liyan pura-pura batuk menutupi tawanya.
Mochen menatap mereka berdua dengan sorot tak percaya.“Tuanku… Anda… menyuapi seorang gadis?”
A-yang menghindari tatapannya. “Itu bukan urusanmu.”
Mochen menatap Yun Sia.“Nona… apakah Anda tahu siapa Tuan—”
CET!
A-yang menjitak kepala Mochen.
“Tidak satu kata pun keluar dari mulutmu.”
Mochen mengusap kepalanya, tersinggung. “Tapi Tuanku… dia harus tahu identitas Anda sebagai—”
CET!
A-yang menjitak lagi.“Tidak.”
Yun Sia mengangkat alis.
“Eh? Identitas apa? Ayang itu apa? Ayam panggang elit?”
A-yang, Liyan, dan Mochen terdiam.
Mochen memandang A-yang dengan mata shock.
“Tuanku… dia bahkan tidak tahu Anda siapa?” bisik Mochen
A-yang menatap lurus Mochen. “Aku tidak ingin dia tahu.”
Mochen menahan mulutnya agar tidak membuka rahasia kerajaan.
Liyan menepuk bahu Mochen. “Percayalah… diam adalah jalan keselamatan.”
Mochen berdiri, menarik A-yang sedikit menjauh.
“Tuanku, ini bukan lelucon. Anda harus kembali ke istana sekarang. Kita tidak tahu seberapa jauh pengkhianat itu bergerak!”
A-yang menggeleng. “Aku pergi untuk mencari petunjuk.”
“Petunjuk apa?” tanya Mochen
A-yang melirik Yun Sia yang sedang bermain dengan seekor ayam di pinggir jalan.“…sesuatu yang penting.”
Mochen menutup muka dengan dua tangan. “Tolong jangan katakan gadis itu petunjuknya.”
A-yang terdiam.
Mochen menatapnya horor.
“TUANKU??!”
A-yang mengalihkan pandangan. “Dia… penting.”
Mochen ingin menjerit,
KAISAR JATUH CINTA SAMA GADIS POL—
Liyan menendang pelan kaki Mochen agar diam.
Mereka berempat menuju penginapan, penginapan mereka ini seperti rumah biasa yang memiliki dapur sendiri.
A-yang berjalan santai. Yun Sia memeluk ayam liar yang ia temukan. Liyan sibuk mengatur barang. Mochen berjalan paling belakang dengan tampang trauma.
Yun Sia membuka pintu penginapan dengan bahagia.
“Ayo masuk! Kita makan! Aku masak!”
Mochen tersentak.“Nona masak?”
Liyan tersenyum bangga, “Dia jago sekali.”
A-yang mengangguk pelan.
“Dia yang terbaik.”
Mochen melongo. "Kapan terakhir kali kaisar memuji seseorang…?
MOCHEN MULAI CURIGA
Saat Yun Sia mulai memasak, aroma makanan memenuhi ruangan.
Mochen membelalak.
“Nona ini… bukan orang biasa.”
A-yang memandangnya tajam.
“Memangnya kenapa?”
“Ada aura… aneh. Bukan buruk. Tapi… seperti takdir.”
A-yang menoleh ke arah Yun Sia yang sibuk membolak-balik daging panggang sambil bersiul.
“…mungkin begitu.”
Liyan menepuk pelan lengan Mochen lalu berbisik .“Pokoknya jangan bocorkan identitas Tuan. Kalau Yun Sia tahu dia kaisar, dia pasti lari.”
A-yang melirik panik. “Lari?”
“Siapa yang lari ?" tanya Yun Sia
Mochen tidak menjawab iya justru bertanya pada Yun Sia, "Nona apa anda akan jika tuanku itu orang berpengaruh?"
"Tentu saja lari " jawab Yun Sia sambil mengaduk sup. “Kalau Ayang itu orang penting banget, aku bisa kena masalah. Aku mau hidup santai.”
A-yang langsung menegang.
Mochen menatap A-yang, “Tuanku… saya rasa benar, Nona itu akan kabur.”
A-yang menutup muka.“…jangan sampai dia tahu.”
----
Selesai makan, A-yang menarik Liyan dan Mochen ke sudut terpencil di belakang rumah
Mochen langsung jongkok dan bersujud. “MAAFKAN HAMBA KARENA BERSUARA TADI—”
“Diam.”
A-yang menatapnya dingin.
Mochen membeku. “Sesuai perintahmu, aku tidak akan menyebut statusmu. Tapi tolong jelaskan, Tuanku… siapa gadis itu?”
A-yang menoleh, melihat Yun Sia yang sedang mengejar kucing liar untuk dipegang.
“…calon perempuan yang akan kucintai,” jawab A-yang lirih.
Liyan tersenyum sedangkan nMochen tersedak napas.
“Tu-tuan?! Nona itu menghin— dia menyebutmu lem!!”
A-yang datar. “Bagus.”
“Bagus??” heran Mochen
“Dia tidak memandangku sebagai kaisar. Itu yang membuatku bisa bernapas.” jawab A-yang
Liyan dan Mochen menatapnya lama, pertama kalinya mereka melihat sisi manusia Tuannya.
“…Baik, Tuanku. Tapi bagaimana jika nona itu tahu siapa Anda?” tanya Mochen
A-yang menatap langit. “Sebelum hari itu datang, aku akan membuatnya jatuh cinta padaku.”
Liyan menutup mulut, hampir pingsan karena manisnya kalimat itu.
KEMBALI KE YUN SIA
“Ayang! Ayang!”
Yun Sia berlari sambil mengangkat seekor kucing.
“Kucing ini mirip kau!”
A-yang: “…”
Liyan: “…”
Mochen: “…”
“Mirip apanya?” tanya A-yang pasrah.
“Wajahnya jutek tapi kalau dipeluk jadi hangat.”
A-yang menatap Mochen “Jaga kucing ini.”
“T-tapi Tu—”
“Aku bilang jaga.”
Mochen pun menggendong kucing itu seperti bayi manusia.
Bersambung