NovelToon NovelToon
Seharum Cinta Shanum

Seharum Cinta Shanum

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Selingkuh / Cinta Terlarang / Ibu Mertua Kejam / Pelakor jahat
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Shanum dan Wira Wiguna sudah menikah selama 6 tahun dan memiliki seorang anak bernama Mariska namun kebahagiaan mereka harus diuji saat Niar, mertua Shanum yang sangat benci padanya meminta Wira menikah lagi dengan Aura Sumargo, wanita pilihannya. Niar mau Wira menikah lagi karena ingin memiliki cucu laki-laki yang dapat meneruskan bisnis keluarga Wiguna. Saat itulah Shanum bertemu Rivat, pria yang membuatnya jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelukan Anak

Suasana di ruang tamu keluarga Wiguna membeku. Niar dan Sheila, yang tadinya duduk santai, kini mematung. Mata mereka terbelalak, raut wajah mereka menunjukkan keterkejutan yang luar biasa. Mereka tak menyangka Shanum, yang seharusnya berada jauh dari Jakarta, bahkan mungkin sudah tidak ada, kini berdiri di sana, di ambang pintu, tampak pucat namun nyata. Rencana jahat mereka telah gagal total, dan konsekuensinya kini di depan mata.

Wira, dengan mata menyalang penuh amarah, melangkah maju. "Mama!" bentaknya, suaranya menggelegar. Ia berhenti tepat di depan Niar, menatap ibunya dengan sorot mata penuh kekecewaan yang mendalam. "Apa yang sudah Mama lakukan pada Shanum?! Apa Mama sudah gila?!"

Niar, yang biasanya dominan dan penuh percaya diri, kini terdiam seribu bahasa. Wajahnya pucat pasi, tak ada kata yang keluar dari bibirnya. Ia hanya bisa menatap Wira, lalu beralih ke Shanum, lalu kembali ke Wira, seolah berusaha mencari jawaban atau jalan keluar dari situasi yang mengerikan ini.

Sheila, yang juga terkejut, mencoba menyela. "Mas Wira, apa-apaan ini? Kenapa Mas marah-marah seperti itu?" Namun, suaranya terdengar ragu, tidak sekuat biasanya.

Wira tak mengacuhkan Sheila. Fokusnya hanya pada Niar. "Aku tidak menyangka Mama bisa sekeji ini!" ucap Wira, nada suaranya bergetar menahan tangis. Rasa sakit dan pengkhianatan dari ibunya sendiri terasa menusuk. "Mama menculik istriku! Mama mengurungnya di tempat terpencil! Mama menyakitinya! Apa yang sebenarnya Mama inginkan?!"

Air mata mulai menggenang di mata Wira, bercampur dengan kemarahan yang membara. Ia tidak bisa membayangkan betapa takut dan tersiksanya Shanum selama ini. "Ini bukan lagi soal Mama tidak setuju dengan pernikahanku! Ini sudah kriminal, Ma! Kriminal!"

Niar masih diam, tidak mampu menjawab. Ia hanya bisa menunduk, menghindari tatapan tajam putranya. Rasa bersalah, meskipun samar, mulai merayapi hatinya, bercampur dengan ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Mama tahu betapa aku mencari Shanum? Betapa Mariska menangis mencarinya?" Wira melanjutkan, suaranya kini lebih lirih namun penuh kepedihan. "Dan Mama tahu siapa dalangnya? Mama sendiri! Aku tak menyangka Mama melakukan tindakan keji seperti ini!"

Shanum, yang berdiri di ambang pintu, kini melangkah masuk dan mendekati Wira, menepuk lengannya, mencoba menenangkan. Namun, amarah Wira sudah di puncak.

"Aku sudah tidak tahu harus berkata apa lagi, Ma," ucap Wira, kekecewaan tergambar jelas di wajahnya. "Mama sudah menghancurkan kepercayaanku. Mama sudah menghancurkan keluarga ini."

Sheila, melihat betapa marah dan kecewanya Wira, akhirnya memilih untuk diam. Ia tahu kakaknya tidak akan main-main kali ini. Niar, yang terpojok dan tak berdaya, hanya bisa menelan ludah, menerima semua kemarahan putranya yang meledak.

****

Setelah drama menegangkan di rumah Wiguna, Wira dan Shanum akhirnya kembali ke rumah mereka sendiri. Mariska, yang tadinya tertidur pulas, terbangun dan kini duduk di karpet ruang keluarga, sibuk dengan buku gambarnya. Kehadiran Mama di sisinya memberikan rasa aman dan nyaman yang selama ini ia rindukan.

Shanum duduk di sofa di samping putrinya, mengamati Mariska dengan senyum tipis. Hatinya masih perih mengingat kejadian barusan, namun melihat Mariska yang kembali ceria, sedikit mengobati luka itu. Wira, yang duduk di seberang mereka, menghela napas lega. Rumahnya kembali hidup.

"Mama, lihat!" seru Mariska bangga, mengangkat tinggi buku gambarnya. Sebuah gambar pensil berwarna yang cerah terpampang di halaman. Itu adalah gambar sebuah rumah besar dengan dua orang dewasa dan seorang anak kecil di depannya. Di atasnya, awan berbentuk hati melayang-layang.

Shanum tersenyum tulus. "Wah, bagus sekali, Sayang. Ini gambar apa?"

"Ini rumah kita, Mama!" jawab Mariska antusias, menunjuk setiap detail dengan jari mungilnya. "Ini Papa, ini Mama, dan ini Riska! Kita bertiga tinggal di rumah ini, senang sekali!" Matanya berbinar, memancarkan kebahagiaan yang polos.

Hati Shanum menghangat. Ia mengusap rambut Mariska lembut. "Pintar sekali anak Mama."

Mariska lalu meletakkan buku gambarnya di pangkuan Shanum dan mulai bercerita banyak padanya, meluapkan semua hal yang terjadi selama Shanum tidak ada. "Tadi pagi Papa cari Mama ke mana-mana. Papa sedih sekali. Riska juga sedih, Mama. Riska nangis terus," katanya polos, matanya sedikit berkaca-kaca.

"Tapi Papa bilang Mama pasti pulang. Kata Papa, Mama itu superhero Riska," lanjutnya, menatap Shanum dengan mata berbinar. "Terus tadi Riska ketemu Mbak Siti, katanya Mama pergi kerja. Tapi Riska kangen Mama."

Shanum memeluk Mariska erat. "Maafkan Mama, Sayang. Mama tidak akan pergi lama-lama lagi."

Wira yang mendengarkan dari seberang, ikut tersenyum tipis. Ia lega melihat Shanum dan Mariska kembali berinteraksi seperti biasa. Mariska kemudian bercerita tentang aktivitas sekolahnya. "Di sekolah, Riska belajar bernyanyi. Gurunya bilang suara Riska bagus. Nanti Riska mau menyanyi untuk Mama dan Papa."

"Wah, pasti bagus sekali," puji Shanum, mengusap pipi Mariska.

"Terus, tadi siang Riska makan siang sama Papa. Papa ajak Riska makan es krim cokelat. Enak sekali, Mama!" Mariska tertawa riang, seolah melupakan semua kesedihan yang ia alami beberapa hari terakhir.

Shanum mendengarkan setiap kata-kata Mariska dengan penuh perhatian, sesekali tertawa mendengar celotehan putrinya yang menggemaskan. Kehadiran Mariska dan cerita-ceritanya yang polos adalah obat terbaik bagi hati Shanum yang lelah. Di tengah badai yang melanda keluarga mereka, momen sederhana ini adalah pengingat bahwa ada cinta dan kebahagiaan yang harus ia perjuangkan.

****

Di rumah mewahnya yang megah, Niar kembali dihantui amarah yang tak terbendung. Setelah tahu Shanum telah kembali ke Wira bagaikan bara api yang membakar habis sisa kesabarannya. Ia tidak bisa menerima kenyataan itu. Langkah kakinya mondar-mandir di ruang tamu, napasnya memburu, dan tatapan matanya menyalang penuh dendam.

"Maulida!" teriak Niar, suaranya melengking tajam, memanggil asisten rumah tangganya dengan nada penuh ancaman.

Tak lama, Maulida muncul dari dapur, langkahnya gontai dan wajahnya pucat pasi. Ia tahu betul, setiap kali Niar memanggilnya dengan nada seperti itu, berarti ia akan menjadi pelampiasan kemarahan sang nyonya rumah.

"Iya, Nyonya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Maulida, suaranya bergetar ketakutan.

Niar berbalik dengan cepat, menatap Maulida dengan sorot mata membara. "Bantu?! Kau ini tidak becus! Semua orang tidak becus! Bagaimana bisa wanita itu kembali?! Aku sudah membayar mahal kalian semua untuk menyingkirkannya!"

Tanpa peringatan, Niar meraih gelas air minum yang ada di meja kopi di dekatnya. Dengan kekuatan penuh, ia melempar gelas itu pada Maulida. Gelas itu melesat cepat dan menghantam dinding di samping kepala Maulida, pecah berkeping-keping dengan suara nyaring. Airnya memercik, dan pecahan kaca berhamburan di lantai. Maulida terlonjak, menunduk ketakutan, tangannya menutupi wajah.

"Kau lihat?! Ini semua gara-gara kalian!" teriak Niar, dadanya naik turun karena emosi yang meluap. "Aku sudah bilang, aku tidak mau melihat wanita itu lagi! Tapi sekarang dia kembali! Dia mempermalukan aku!"

Maulida tidak berani mengangkat kepala. Ia hanya bisa terdiam, pasrah menjadi sasaran amukan Niar yang brutal. Niar terus melontarkan makian, kata-kata kasar keluar dari mulutnya tanpa henti.

"Dasar bodoh! Kalian ini semua tidak berguna! Pecundang!" Niar mendekat, menunjuk-nunjuk Maulida dengan jari telunjuknya. "Aku sudah bersumpah! Wanita itu tidak akan pernah bisa hidup tenang!"

Niar mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Matanya menyalang penuh kebencian. "Dengar baik-baik, Maulida! Aku tidak akan pernah menyerah! Aku akan memastikan dia lenyap! Aku bersumpah akan menghabisi Shanum! Tidak akan kubiarkan dia menikmati kebahagiaan dengan anakku! Dia akan tahu siapa Niar Wiguna!"

Ancaman itu terdengar dingin dan mengerikan, membuat Maulida merinding. Ia tahu, ketika Niar sudah bersumpah seperti itu, ia akan melakukan segala cara untuk mewujudkannya. Suasana di rumah mewah itu dipenuhi oleh aura gelap amarah dan dendam Niar yang tak ada habisnya.

1
Rohmi Yatun
dari awal cerita kok wira sama Bpk nya tu gk pinter jdi laki2.. heran aja🤔
Hatus
Shanum yang sabar ya.. terkadang mendapat suami baik ada aja ujiannya, apalagi jika ujian itu dari mertua 🥹
Hatus
Padahal, senang itu di puji🤭
Hatus
Romantisnya 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!