Lady Seraphine Valmont adalah gadis paling mempesona di Kekaisaran, tapi di kehidupan pertamanya, kecantikannya justru menjadi kutukan. Ia dijodohkan dengan Pangeran Pertama, hanya untuk dikhianati oleh orang terdekatnya, dituduh berkhianat pada Kekaisaran, keluarganya dihancurkan sampai ke akar, dan ia dieksekusi di hadapan seluruh rakyat.
Namun, ketika membuka mata, ia terbangun ke 5 tahun sebelum kematiannya, tepat sehari sebelum pesta debutnya sebagai bangsawan akan digelar. Saat dirinya diberikan kesempatan hidup kembali oleh Tuhan, mampukah Seraphine mengubah masa depannya yang kelam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Celestyola, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Racun
...**✿❀♛❀✿**...
Dentuman keras gelas pecah memenuhi aula, membuat seisi ruangan sontak menoleh. Musik biola yang semula mengalun lembut berhenti seketika, dan suara obrolan bangsawan pun lenyap.
Semua mata tertuju pada pelayan malang yang berlutut di lantai, tangannya gemetar saat mencoba mengumpulkan pecahan kaca.
Namun perhatian Seraphine tidak terarah pada pelayan itu. Perhatiannya justru terfokus pada noda hitam pekat yang merembes di atas permadani merah tua.
Sekilas orang-orang mungkin mengira itu sekadar anggur merah yang terlalu kental, namun mata Seraphine langsung menangkap kebenaran yang jauh lebih menyeramkan. Cairan itu terlalu gelap untuk disebut Wine, itu jelas-jelas sebuah...
“...Racun,” bisiknya lirih.
Di kehidupan sebelumnya, ia telah melalui peristiwa ini, semua orang mengabaikan kejadian gelas yang dijatuhkan oleh pelayan itu, dan menganggapnya sepele. Setelah beberapa saat berlalu barulah diketahui bahwa kejadian hari ini berkesinambungan dengan peristiwa kematian salah satu bangsawan muda dari faksi bangsawan.
Kematian bangsawan muda kala itu menjadi awal dari pertumpahan darah antar faksi, dan berujung pada perang suksesi yang menghancurkan separuh negeri.
Racun itu bukanlah racun biasa, melainkan Noctis Venenum, ramuan terlarang yang hanya bisa diracik oleh alkemis tingkat tinggi. Saking berbahayanya, satu tetesannya bisa membunuh seekor kuda perang hanya dalam hitungan menit.
"Jadi, permainan sudah dimulai lebih cepat dari yang kukira," batin Seraphine.
Ia mengangkat wajah dengan tenang, meskipun jantungnya berdegup cepat. Senyum sopan tetap menempel di bibirnya, seolah noda hitam di lantai itu juga bukan apa-apa baginya.
Namun matanya menajam, mengikuti gerak-gerik sang pelayan. Wajah pelayan itu tampak terlalu panik, wajahnya pucat pasi, peluh membasahi pelipisnya. Seraphine menyipitkan mata. Dalam sekali lihat, ia jelas tahu bahwa itu bukan pelayan biasa.
Pesuruh dari Faksi Putra Mahkota.
Di kehidupan sebelumnya, ia sering menjadi sasaran permainan busuk faksi itu. Mereka licik dan berani mengorbankan siapa pun demi mengamankan jalan suksesi. Jika racun ini digunakan kembali, maka jelas mereka sedang menyiapkan panggung besar untuk menjatuhkan lawan politik mereka dan mungkin juga akan menjebaknya.
Seraphine menyadari, jika ia hanya diam, racun ini akan membawa kekacauan seperti dulu. Tapi kini ia berbeda. Ia bukan lagi gadis naif yang hanya tahu menunduk sopan di pesta kerajaan. Ia adalah seseorang yang sudah pernah mati, sudah pernah melihat kehancuran, dan kini kembali dengan satu tujuan, yaitu mengubah takdirnya.
“Apakah nona baik-baik saja?” suara seseorang memecah lamunannya.
Seraphine menoleh. Putra Mahkota, Wilhelm, berdiri tak jauh darinya. Tatapannya tajam dan wajahnya pun tampak datar seperti biasa. Wilhelm … pria yang dahulu menjadi satu-satunya cahaya bagi dirinya, sebelum semuanya direnggut paksa.
Seraphine menunduk sopan, menyembunyikan keterkejutan kecil yang sempat melintas di wajahnya. Tangan gadis itu sedikit gemetar, karena jujur saja ia belum siap untuk berhadapan langsung dengan sosok itu.
“Saya hanya terkejut, Yang Mulia. Tidak setiap hari seseorang menjatuhkan nampan dengan cara yang begitu dramatis.” Seraphine terkekeh ringan, berusaha menguasai dirinya sendiri agar tak terlihat gentar di hadapan Putra Mahkota.
Wilhelm menarik senyum tipis, matanya mengikuti arah pandang Seraphine, menatap noda hitam di lantai. Ada kilatan kesadaran singkat di iris matanya, tapi ia memilih untuk tidak berkata apa-apa.
Senyum dingin kembali muncul di bibirnya. Ia melangkah anggun mendekati pelayan yang masih berlutut. Seisi aula terdiam, bingung melihat seorang debutante dengan berani maju ke tengah kerumunan.
“Berhenti,” ujar Seraphine, suaranya tenang dan penuh wibawa.
Pelayan itu terhenti, tangannya masih gemetar memegang pecahan kaca. Seraphine berjongkok sedikit, mengangkat salah satu pecahan gelas yang basah oleh cairan hitam. Ia mendekatkannya ke hidung, pura-pura menghirup aromanya.
“Hmm … ini anggur yang aneh. Rasanya anggur ini terlalu pahit untuk diminum,” katanya ringan.
Seisi aula terdiam. Kata-kata Seraphine terdengar biasa, namun ada sesuatu dalam intonasinya yang membuat semua orang merasa ada yang janggal. Bangsawan-bangsawan mulai berbisik pelan, bertanya-tanya apakah benar anggur itu tercemar.
Pelayan itu semakin pucat, keringat sebesar biji jagung mengalir di pelipisnya.
Seraphine menatapnya dalam-dalam, lalu meletakkan pecahan itu kembali. “Kau … siapa yang memerintahkanmu membawa anggur ini?” tanyanya lembut.
Pelayan itu terperangah. “Sa-saya … saya tidak—”
“Jangan bohong.” Senyum Seraphine menajam. “Kalau ini benar anggur biasa, mengapa kau terlihat seolah-olah nyawamu sedang dipertaruhkan?”
Bisikan semakin ramai. Bangsawan-bangsawan mulai menoleh satu sama lain, wajah-wajah mereka dipenuhi rasa ingin tahu. Beberapa bahkan menatap ke arah Putra Mahkota yang berdiri di sisi lain aula.
Seraphine bisa merasakan tatapan menusuk dari arah itu. Wajah Putra Mahkota yang berdiri di sisi lain aula tampak tenang. Namun dari kilatan matanya, Seraphine tahu ia sedang mengukur situasi.
"Ya, tataplah aku. Kali ini aku bukan lagi pionmu, aku adalah pemain yang akan berbalik menjadikan dirimu pionku." batinnya menyeringai.
Pelayan itu gemetar hebat, matanya liar mencari jalan keluar. Ia tahu dirinya sudah tersudut. Jika ia bicara, faksi Putra Mahkota akan membungkamnya. Jika ia diam, Seraphine bisa menjeratnya di depan semua orang.
Dan sebelum ia sempat memilih, Seraphine menepuk tangannya ringan, lalu berkata dengan nada ramah, “Yahh ... Tapi tentu saja, pesta sebesar ini tidak pantas dikotori dengan kecurigaan. Mungkin Saya saja yang terlalu sensitif, maaf semuanya sudah membuat suasana menjadi tak enak.”
Tawa kecilnya terdengar ringan, namun cukup untuk membuat bangsawan lain semakin curiga.
Wilhelm melangkah maju, suaranya tenang dan membawa bobot otoritas. “Pelayan itu, bawa ke penjaga istana. Periksa darimana ia mendapatkan anggur itu.”
Pelayan itu meronta, wajahnya pucat pasi. “Tidak! Yang Mulia Saya hanya—” ucapan pelayan itu terputus begitu saja ketika tatapan tajam Putra Mahkota mengarah padanya.
Dua prajurit segera menyeretnya keluar, sementara para bangsawan tenggelam dalam bisikan-bisikan heboh.
Seraphine tersenyum tipis, menegakkan tubuhnya kembali. Ia tahu, malam ini ia sudah mengirim pesan yang jelas pada faksi Putra Mahkota, bahwa ia tak akan mudah untuk mereka jadikan pion semata.
Tentu saja, setelah dikhianati habis-habisan bagaimana mungkin ia kembali rela menjadi kacung mereka?
...**✿❀♛❀✿**...
...TBC...
...haloo mantemann, tolong bantu support novel ini yaaa, Terima kasiihh🥰...