NovelToon NovelToon
Jatuh Cinta Pada Kakak Ipar

Jatuh Cinta Pada Kakak Ipar

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Tukar Pasangan
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: nurliana

Dilahirkan dari pasangan suami istri yang tak pernah menghendakinya, Rafael tumbuh bukan dalam pangkuan kasih orang tuanya, melainkan dalam asuhan Sang Nini yang menjadi satu-satunya pelita hidupnya.
Sementara itu, saudara kembarnya, Rafa, dibesarkan dalam limpahan cinta Bram dan Dina, ayah dan ibu yang menganggapnya sebagai satu-satunya putra sejati.

"Anak kita hanya satu. Walau mereka kembar, darah daging kita hanyalah Rafa," ucap Bram, nada suaranya dingin bagai angin gunung yang membekukan jiwa.

Tujuh belas tahun berlalu, Rafael tetap bernaung di bawah kasih sang nenek. Namun vidhi tak selalu menyulam benang luka di jalannya.

Sejak kanak, Rafael telah terbiasa mangalah dalam setiap perkara, Hingga suatu hari, kabar bak petir datang sang kakak, Rafa, akan menikahi wanita yang ia puja sepenuh hati namun kecelakaan besar terjadi yang mengharuskan Rafael mengantikan posisi sang kakak

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

jatuh cinta pada kakak ipar

“Bagaimana dengan bisnis yang kau janjikan padaku? Apakah kita bisa memulainya minggu depan?” tanya Daniel sambil menyantap masakan Viola, sesekali menoleh ke arah Rafa dengan tatapan penuh harap.

Namun Rafael hanya menunduk, matanya terpaku pada layar ponsel. Sebuah pesan baru masuk,

“Saya menemukan jasad lagi, Pak. Tapi identitasnya belum bisa dipastikan. Apakah Bapak ingin melihatnya langsung?” pesan dari Marsel.

Daniel kembali memanggil, suaranya meninggi sedikit. “Rafa?”

Barulah Rafael tersadar, ia meneguk segelas air, lalu menjawab datar, “Masalah bisnis yang sudah kujanjikan... kita tunda dulu. Aku sedang menghadapi urusan yang lebih penting.”

Viola sontak menahan lengannya. Ia terkejut sekaligus kecewa atas sikap dingin suaminya itu. “Rafa, kau yang mengajarkan padaku dulu... kita tidak boleh bersikap dingin pada tamu, apalagi pada klien. Daniel adalah teman lamamu. Dia datang malam ini khusus untuk bicara denganmu.”

Rafael tersenyum tipis, mencoba mengelabui. Sikap kakakku yang paling sulit kutiru adalah sifat seenaknya ini. Ia kembali duduk. “Baiklah, aku akan makan lagi. Hanya sebentar... ini ada urusan dari bandara.”

Viola menatapnya lekat-lekat. Setelah Rafael kembali sibuk dengan ponselnya, ia menoleh pada Daniel. “Apa kau merasa ada yang aneh dengannya?”

Daniel menghela napas, suaranya lirih. “Ya... itu memang dia. Hampir sembilan puluh sembilan persen. Tapi detail kecil... hal-hal yang orang lain tidak bisa rasakan... aku dan kau bisa merasakannya. Ada yang berubah darinya.”

Daniel sebenarnya adalah sahabat lama Rafa sejak SMA. Mereka pernah sangat dekat, bahkan beberapa kali bertemu untuk urusan bisnis. Namun kini, tatapan matanya penuh keraguan. Ada sesuatu yang tidak bisa ia pahami.

“Aku juga tidak tahu, Daniel. Tatapannya... masih sama. Hangat. Nyaman. Tapi... aku tetap merasa ada yang berbeda. Dan itu membuatku bingung,” ujar Viola, nyaris frustasi.

Daniel merogoh sakunya, lalu menyerahkan selembar kertas. “Temui aku besok pagi.”

Viola menerima kertas itu, dahinya berkerut. “Apa ini?”

“Alamat. Maaf, aku harus ke bandara sekarang. Aku ada penerbangan ke London—”

Brak!

Sebuah piring pecah. Viola dengan sengaja menjatuhkannya. Matanya memerah, suaranya bergetar menahan amarah. “London, London, dan London! Rafa, aku ada di rumah ini. Kita sama sekali tidak punya waktu untuk berbicara, untuk sekadar bersama!”

Deg...

Untuk pertama kalinya, Rafael melihat sisi lain dari Viola. Air matanya jatuh, perasaan cintanya jelas tumbuh, namun suaminya seolah tak kunjung membalas. Muak dengan sikap dingin itu, Viola tak mampu lagi menahan emosinya.

Daniel refleks berdiri, hendak meraih bahu Viola untuk menenangkan. Namun dalam sekejap, tangan Rafael menepisnya dengan kasar. “Viola... aku ada urusan pekerjaan. Aku akan segera kembali,” ucapnya, berusaha menenangkan wanita itu sekaligus menyembunyikan alasan sebenarnya: ia harus segera melihat jasad yang dilaporkan Marsel.

Daniel menatap Rafael dengan dingin. “Jika kau benar-benar ingin pergi... pergilah. Biarkan aku yang menjaga Viola.”

Rafael memandang Daniel seperti seekor elang yang siap menerkam mangsanya. Bibirnya terbuka, hampir saja ia menyebut kata yang terlarang: istri. Namun ia cepat mengalihkan. “Dia adalah...”

Kata itu ia telan kembali. Bagaimana mungkin ia menyebut Viola sebagai istrinya, sementara ia hanyalah pengganti?

“Dia adalah apa, Rafa?!” bentak Daniel, menantangnya.

Rafael menegakkan tubuh, suaranya tajam. “Kau berani meninggikan suara di rumah ini seolah tempat ini milikmu. Pergi sekarang, atau kau tidak akan pernah tahu rasanya punya kaki lagi.”

Daniel terdiam sejenak. Dengan wajah kesal, ia akhirnya melangkah pergi, namun sempat melontarkan tatapan dingin penuh ancaman kepada Rafael.

Setelah Daniel pergi, Rafael jongkok dan mengambil pecahan-pecahan piring yang berserakan. Ia menyerahkannya pada Viola agar kakinya tidak terluka. “Istirahatlah. Aku tidak akan pergi ke mana pun.”

Namun Viola menatapnya dengan mata basah. “Aku berusaha mencintaimu, Rafa... tapi kenapa aku merasa kau semakin menjauh? Apakah aku salah?”

Satu tetes air mata jatuh di pipi cantiknya. Selama hidupnya, Viola tak pernah mengemis cinta pada seorang lelaki. Namun untuk Rafa, ia mencoba segalanya.

Hati Rafael terbelah. Ia ingin memeluknya, ingin berkata jujur. Namun ia hanya bisa mengusap air mata wanita itu dengan tangan gemetar. “Sudahlah. Ini bukan salahmu. Kau sudah berusaha keras... mungkin cintamu memang untukku.”

Kata-kata itu membuat Viola semakin tersakiti. Ia menatap tajam, lalu bergegas masuk ke kamarnya dan membanting pintu dengan keras. Rafael terdiam. Ia tidak berani mengikuti, karena ia tahu, masuk ke kamar kakak iparnya adalah kesalahan besar.

...🌻🌻🌻...

Keesokan paginya, Rafael pergi bukan ke kantor, melainkan ke pemakaman. Hampir empat tahun ia tidak pernah datang ke makam neneknya.

“Nek... bagaimana kabarmu di sana? Maaf, Rafael baru bisa datang sekarang. Lihatlah, Nek... aku sudah menjadi orang yang sukses. Aku menjadi pilot, terbang mengelilingi langit. Kuharap kau bisa melihatku dengan bangga, mengenakan seragam ini,” ucapnya lirih, menatap nisan dengan mata berkaca-kaca.

Tiba-tiba sebuah suara terdengar.

“Rafa, Nak... apa yang kau lakukan di sini?”

Rafael menoleh. Dina ibunya. Atau... wanita yang semestinya menjadi ibunya. Masih pantaskah ia memanggilnya dengan sebutan itu, sementara wanita ini dulu ingin ia tiada? Tatapan benci itu ditahannya rapat-rapat. Ia harus tetap berperan sebagai Rafa.

“Kenapa kau di sini pagi-pagi sekali?” suara Dina lembut, mencoba mendekat.

“Tidak. Hanya... kebetulan ingin datang,” jawab Rafael kaku. Ia bahkan tak sanggup menyebut kata Ibu.

Dina melangkah mendekat, menyentuh bahunya. Spontan Rafael mundur selangkah. “Kenapa, Nak? Kau tidak nyaman?”

“Tidak. Hanya aneh saja... aku merasa asing berdiri di sini.”

Dina tersenyum, seolah tak menyadari keterasingan yang Rafael rasakan. “Ibu sering datang ke sini. Kau tahu itu, kan? Dulu kau selalu bilang, ‘Aku tidak mau ke makam nenek kalau tidak bersama Rafael’. Benar begitu?”

Hati Rafael bergetar. Kakak selalu mengingatku... hanya mereka ayah dan ibu yang kejam. Sepasang suami istri hina, diberi dua anak oleh Tuhan, namun hanya menginginkan satu saja. Air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan.

“Iya, Nak... ayah dan ibu kemarin membicarakan hal ini. Kau dan Viola... segeralah program hamil. Ayah dan ibu ingin segera punya cucu. Jangan terlalu sibuk di kantor.” Dina menatapnya penuh harap saat mereka berjalan menuju parkiran.

Anak...? Apakah mungkin seorang anak lahir dari rahim kakak iparku...? Rafael tercekat dalam batinnya.

“Rafa?” tanya Dina, menunggu jawaban.

Rafael tersenyum pahit. “Iya... aku dan Viola akan membicarakannya nanti di rumah. Walau kami masih muda, punya anak lebih awal bukan masalah besar.”

“Iya, benar. Ibu tahu, kau pasti akan setuju dengan ibumu... karena kau anak ibu satu-satunya.” Senyum Dina merekah indah, bangga setengah mati.

Namun bagi Rafael, kata-kata itu hanyalah belati yang menusuk dada. Ia bukan anak satu-satunya. Ia hanya pengganti. Ia hanyalah Rafael bukan Rafa

Jangan lupa beri bintang lima dan komen ya teman-teman

Bersambung...........

Hai teman-teman, yuk bantu like, komen dan masukkan cerita aku kedalam favorit kalian, ini karya pertama aku dalam menulis, mohon bantuan nya ya teman-teman terimakasih........

1
Verlit Ivana
saya mampir membaca. saran kak, untuk kata asing, dicetak miring untuk pembeda.
tika
lanjut
Kaginobi
Semangat terus nulisnya kak 😁
Elisabeth Ratna Susanti
bener banget kesempatan tidak datang dua kali
Author Sylvia
moga perubahan kamu membawa hasil yang baik buat kamu ya Rafael.
btw aku mampir Thor /Smile/
Elisabeth Ratna Susanti
tinggalkan jejak 👍
Elisabeth Ratna Susanti
like plus iklan 👍
yulia Liana
seruuuu
gaby
Yah, Rafael Cassanova yg hoby tdr dgn para wanita, aq jd males baca kalo tokoh utama pria Casanova. Ga adil rasanya penjahat kelamin dpt istri yg masih perawan.
gaby
Bahasanya banyak sansekerta atau kaya kata3 bahasa hindu budha ya ka. Dasha Vasha, Vidhi
Hazelnutz
Lanjut thorr
Ceyra Heelshire
semangat up nya
Elisabeth Ratna Susanti
top banget 🥰
mpusspita
mampir juga nihh
Ana
apa yg akan terjadi
Muffin🧚🏻‍♀️
Aku kasih bunga untuk rafael
Muffin🧚🏻‍♀️
Aku mampir kak semangat
Riyanti
Aku mampir 😊
Yin_
Jahaaattt bngt kaliann ya tuhannn anak kalian juga loh si Rafaell
Yin_
Jahatt bngt keluarganyaa, udah mh ditinggal neneknyaa skrg hidup rafael sendiriann😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!