Kairos Lim, aktor papan atas yang terpaksa menghadapi badai terbesar dalam hidupnya ketika kabar kehamilan mantan kekasihnya bocor ke media sosial. Reputasinya runtuh dalam semalam. Kontrak iklan dibatalkan, dan publik menjatuhkan tanpa ampun. Terjebak antara membela diri atau menerima tanggung jawab yang belum tentu miliknya. Ia harus memilih menyelamatkan karirnya atau memperbaiki hidup seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada aku di belakang panggung
Menyaksikan seseorang yang kita cintai diperlakukan tidak selayaknya, adalah hal yang sangat menyakitkan. Hanya air mata yang mampu berbicara, melampiaskan amarah melalui kepalan tangan dari kejauhan. Andai bisa, rasanya Hanna ingin berlari, menerobos kerumunan dan memeluk Kairos, melindunginya dari lemparan telur atau kertas yang telah diremas agar membentuk sebuah bola.
Namun, keinginannya untuk melindungi hanya tersimpan di pikiran. Hatinya menjerit pilu. Apalah daya dia tidak punya cukup keberanian untuk mendekat.
"Oppa tidak bisa menolong oppa Kai? Di mana semua pengawal, kenapa membiarkannya diserang seperti itu!" Jerit Hanna di dalam mobil Minho yang sengaja berhenti tidak jauh dari Lotte hotel Seoul.
"Sepertinya Kairos salah prediksi," gumam Minho.
Keduanya hanya bisa menyaksikan dari jauh, sedangkan yang sedang merasakan semua penghinaan hanya bisa pasrah tanpa melawan sedikit pun. Jas mahal jutaan rupiah itu kini telah amis oleh telur. Wajahnya sedikit lebab karena ada yang nekat melempar telur rebus pada Kairos.
"Seharusnya kamu tidak keluar tanpa pengawalan," omel manajer Park yang bernasib sama sebab berusaha melindungi Kairos.
"Aku tidak menyangka mereka akan berani bermain fisik seperti ini. Cari tahu siapa dalang dari semuanya dan tuntut atas penyerangan sepihak," balas Kairos. Melepas kasar jas di tubunya kemudian melempar ke kantong yang baru saja di berikan manajer park.
Kali ini sudah keterlaluan dan Kairos tidak akan tinggal diam. Serangan mental saja sudah di luar batas, apalagi sekarang ditambah fisik.
"Baik." Manajer Park mengangguk dan keluar dari mobil Kairos.
Pria itu mengemudikan mobilnya sesuai aturan yang berlaku hingga sampai di apartemen.
"Oppa."
Seolah mempunyai seorang istri, ia disambut saat membuka pintu apartemen. Pelukan hangat yang mampu meredakan segala amarah dalam dirinya.
"Berani sekali kamu datang Sayang."
"Jangan memanggilku sayang, Oppa! Kita tidak punya hubungan apa-apa," balas Hanna dengan nada kesalnya, akan tetapi enggang melepaskan pelukan. Padahal tubuh Kairos bau amis.
"Demi keamananmu."
"Tetap saja aku marah. Aku datang untuk menghukum Oppa yang tidak punya hubungan denganku."
"Sayang? Kamu menangis hm?" Kairos melerai lebih dulu ketika nada suara kekasihnya berubah.
Ia menangkup wajah manis dan bulat milik Hanna. Mengecup bibir mungil itu berulang kali. "Kenapa hm?"
"Masih bertanya kenapa? Aku marah karena oppa berbohong. Oppa malu punya pacar seperti aku? Oppa ...."
"Bukan itu, oppa tahu kamu dapat memakluminya, apa yang membuatmu menangis Sayang?"
Tangisan Hanna semakin menjadi-jadi, bahkan untuk bicara saja sudah tidak jelas saking susah mengambil napas. Segera Kairos menutup pintu dan membawa Hanna ke kamarnya. Ruangan yang tidak mungkin bisa dibuka oleh siapapun selain dirinya.
"Oppa masih bisa tersenyum?"
"Lalu oppa harus apa, Sayang? Menangis?"
"Iya!" bentak Hanna. "Menangis dan memelukku. Mengatakan hati oppa sakit diperlukan jahat di depan hotel."
"Hanna?"
"Aku tidak butuh Oppa yang pura-pura kuat," ujarnya dengan bibir bergetar.
Seruan itu berhasil membuat mata Kairos memerah. Ia memeluk kekasihnya erat dan menitikkan air mata yang selama ini berusaha ia sembunyikan dari orang lain.
"Oppa terluka, oppa kecewa sayang. Oppa mengira mereka menyayangi oppa tulus, nyatanya mereka hanya ingin mempercayai apa yang mereka dengar," lirih Kairos yang sudah dibanjiri oleh air mata.
Berhasil membuat Kairos mengeluarkan keluh kesahnya, Hanna menenangkan dengan menepuk pelan punggung kekar pria itu. Sesekali memainkan rambut Kairos hingga benar-benar tenang dan tertidur layaknya anak yang nyaman berada di pelukan ibunya.
Inilah kepribadian asli Kairos, lemah dan rapuh. Dia ingin dicintai oleh semua orang, sehingga mengusahan yang terbaik bagi mereka agar tidak ditinggalkan. Bagaimana kita hidup di masa lalu, benar-benar mempengaruhi masa depan.
"Turunlah dari panggung sebentar jika lelah Oppa, ada aku yang selalu menunggu di belakang panggung. Sesekali jadi diri sendiri agar tidak kehilangan identitas," bisik Hanna.
"Oppa takut Hanna," guman Kairos di alam bawah sadarnya.
"Oppa takut bertemu appa, oppa belum siap."
"Harusnya oppa tidak membuat masalah."
"Oppa takut."
Gumam itu berlangsung lama dan menghasilkan keringat dingin. Hanna tidak henti-hentinya menepuk punggung Kairos, dia tahu betul ketakutan itu. Hanya membuat kesalah kecil saja, ia bisa mendapatkan hukuman, apalagi sekarang. Bukan hanya karir yang terancam, tetapi nama baik marga Lim ikut terseret.
Bertubi-tubi panggilan dari manajernya Hanna hiraukan, bahkan sengaja mematikan ponsel agar kebersamaan mereka tidak diganggu oleh siapapun.
Hanna ikut terlelap dengan posisi memeluk Kairos, selain suasana mendukung, ia mengantuk sebab kurang istirahat akibat jadwal cukup padat.
Bangun-bangun, Hanna mendapati dirinya tidur di ranjang empuk dengan selimut tebal membungkus tubuhnya.
"Oppa?"
"Oppa di sini, Sayang," jawabnya yang baru masuk ke kamar. Pria itu hendak membangunkan sang kekasih untuk makan malam.
"Oppa yang memindahkan?"
"Siapa lagi yang berani?"
"Oppa Minho."
"Akan ku patahkan tangan Minho jika berani ...."
"Cemburuan banget, dulu juga tidak masalah kok," ledek Shin Hanna. Turun dari ranjang untuk masuk ke kamar mandi, membilas wajahnya agar lebih segar.
"Itu dulu saat oppa tidak menyadari sesuatu."
"Bilang saja saat oppa sedang kasmaran bersama Sena."
"Sayang, jangan mengungkit masa lalu. Oppa sekarang milikmu." Kairos mengikuti langkah kekasihnya menuju meja makan.
Ia menghela napas panjang melihat sosok tidak di undang ada di apartemennya. Duduk menyantap makan malam yang Kairos persiapkan untuk sang kekasih.
"Appa?"