NovelToon NovelToon
Dibayar Oleh CEO Kejam

Dibayar Oleh CEO Kejam

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:552
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Merasa terganggu karena adanya suara aktivitas lain di sekitarnya, Velove akhirnya terbangun dari tidurnya. Begitu matanya terbuka, perempuan itu mendapati sosok Dimas yang sepertinya baru saja selesai mandi, karena dia bisa melihat rambut lelaki itu yang tampak masih basah.

“Pak Dimas baru pulang?” Dengan suara seraknya perempuan itu bertanya pada lelaki itu.

Dimas yang awalnya tidak menyadari jika sang sekretarister bangun dari tidurnya sedikit terperanjat. “Iya.” Hanya jawaban itu yang bisa dia berikan.

Mendengar jawaban itu membuat Velove menganggukkan kepala di tempatnya, perempuan itu hendak kembali memejamkan matanya sebelum kemudian suara milik lelaki itu terdengar di telinganya.

“Tadi kamu pulang naik apa?” Dimas bertanya seraya mendudukan diri di ujung ranjang.

“Oh, saya pulang naik ojek online Pak.” Balas Velove dengan jujur.

Terdengar suara helaan napas berat dari lelaki itu. “Kenapa nggak telepon atau samperin saya?”

Ditengah ambang kesadarannya, Velove harus kembali menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh atasannya itu. “Nomor Pak Dimas gak aktif, saya gak enak mau nyamperin Bapaknya karena keliatannya Pak Dimas lagi seri ngobrolnya, jadi saya tungguin aja tadi, tapi karena udah terlalu malem dan saya belum packing buat besok, saya pulang duluan jadinya.” Jelas perempuan itu panjang lebar agar lelaki itu tidak kembali bertanya.

“Kamu nungguin saya? Berapa lama?” Lelaki itu malah kembali bertanya, seakan tidak peduli dengan sang sekretaris yang sudah terlihat ngantuk berat.

Velove yang sudah sangat mengantuk akhirnya kembali memejamkan matanya, dengan mata yang terpejam perempuan itu kembali menjawab pertanyaan sang atasan. “Sekitar dua jam kayaknya? Udah ya Pak, saya mau lanjut tidur dulu, ngantuk soalnya. Pak Dimas juga jangan tidur terlalu malem, besok kita harus ke Bandung.”

Setelah itu hanya terdengar dengkuran halus dari Velove karena perempuan itu benar-benar kembali tertidur di atas ranjang. Meninggalkan Dimas yang terdiam di tempatnya, biarkan lah lelaki itu menyadari kesalahan apa yang sudah dia perbuat terhadap Velove tadi.

Dimas bisa mendengar suara dengkuran halus yang berasal dari sang sekretaris, sepertinya perempuan itu benar-benar tidak kuat untuk kembali membuka matanya. Maka dari itu, Dimas juga ikut menyusul Velove yang tertidur, lelaki itu lantas mengubah posisinya untuk terlentang di sebelah perempuan itu dan mulai memejamkan matanya.

***

Pagi harinya Velove terbangun lebih siang dari biasanya, perempuan itu melirik ke samping dan ternyata Dimas juga belum terbangun dari tidurnya. Velove lantas segera beranjak dari atas kasur dan mengambil baju gantinya, lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Tidak butuh waktu lama untuk perempuan itu menghabiskan waktu di dalam kamar mandi, ditambah dia harus cepat-cepat agar nanti tidak terjebak macet di perjalanan. Velove membawa langkahnya untuk mendekat ke arah kasur dimana sang atasan masih tertidur di sana.

“Pak Dimas bangun, kita udah kesiangan.” Ucapnya seraya mengguncang tubuh lelaki itu tapi belum mendapatkan respon apapun.

“Pak… nanti keburu macet di jalannya.” Kali ini Velove mengguncang tubuh Dimas dengan lebih kuat membuat lelaki itu menggeliat karena merasa tidurnya terganggu.

“Eungg..” Gumam lelaki itu dengan mata yang masih terpejam.

“Bangun, Pak. Kita harus ke Bandung, takut macet.” Ucap Velove.

Melihat Dimas yang mulai membuka matanya, lantas Velove segera beranjak menjauh dari sana. Sebenarnya perempuan itu masih merasa kesal pada sang atasan karena kejadian semalam, maka dari itu dia memilih untuk melengos begitu saja keluar dari dalam kamar setelah berhasil membangunkan atasannya itu.

Begitu keluar dari dalam kamar, tujuan utama perempuan itu adalah dapur. Dia harus membuat roti panggang untuk keduanya sarapan. Velove pagi ini belum memompa ASl-nya, itu sengaja dia lakukan karena kalau dia memompa ASl-nya sekarang, dia tidak akan sempat.

Velove memilih untuk memompa ASl-nya nanti saja di dalam mobil selama perjalanan ke luar kota, untungnya saja mobil Dimas itu memiliki kaca yang tidak terlihat dari luar. Alasan lain dia tidak memompa ASl sekarang juga karena dia sengaja agar Dimas tidak bisa meminum air susunya, dia masih kesal dengan lelaki itu.

Terdengar suara langkah kaki yang berasal dari kamar, Velove melirik sejenak dan mendapati Dimas yang sudah rapih dengan kemeja yang dibaluti jas dan juga dasi yang bertengger di leher lelaki itu, sepertinya itu dasi baru yang semalam dibeli karena sebelumnya Velove belum pernah melihat sang atasan memakai dasi tersebut.

Tidak ada sapaan selama pagi yang biasa perempuan itu ucapkan, malah kini Velove sudah duduk terlebih dulu di kursi yang ada di sana seakan tidak menganggap kehadiran Dimas yang kini sedang menarik kursi dan duduk berhadapa dengan Velove.

“Pagi.” Sapaan itu berasal dari bibir Dimas.

Velove sedikit terperanjat ketika lelaki itu menyapanya terlebih dulu, mau tidak mau perempuan itu harus menanggapinya. “Pagi, Pak.” Lalu setelahnya perempuan itu kembali melanjutkan sarapannya.

“Saya minta maaf.”

Mendengar permintaan dari sang atasan membuat perempuan itu mendongakan kepalanya menatap lelaki itu. “Pak Dimas minta maaf buat apa?”

“Soal semalam, saya minta maaf.”

“Gak apa-apa, saya juga masih bisa pulang sendiri kok.” Balas Velove.

“Maksud saya buk—“

“Pagi ini Bapak minum susu dari minimarket dulu ya, saya kesiangan jadi gak sempet pompa ASl saya dulu.” Perempuan itu langsung menyela dengan mengalihkan topik pembicaraan mereka berdua.

Dimas di tempatnya hanya bisa menghela napas pelan, lelaki itu sadar jika sekretarisnya itu saat ini pasti sedang marah padanya. Terlihat jelas dari sikap Velove yang terlihat tidak ingin membahas soal semalam dengan mengalihkannya ke topik pembicaraan yang lain.

“Kamu nggak ada yang mau ditanyain soal semalam?” Tanya lelaki itu pada perempuan yang ada di depannya.

“Semalam? Tanya soal apa?” Velove bertanya demikian seraya menghabiskan sisa roti panggangnya yang tinggal sedikit lagi.

“Soal perempu—“

Tahu kemana arah pembicaraan lelaki itu, Velove kembali menyelanya. “Oh, nggak usah dijelasin Pak. Lagipula itu kan bukan urusan saya, itu urusan pribadi Bapak, saya nggak berhak buat ikut campur, Pak Dimas santai aja.”

Selesai mengatakan hal itu, Velove menghabiskan roti panggang miliknya lalu meminum susu yang ada di dalam gelas miliknya. “Pak Dimas sarapannya cepet di abisin ya, kita perlu cepet-cepet jalan takut nantinya kejebak macet.”

Setelahnya Velove beranjak dari sana sambil membawa piring dan gelas kotornya ke wastafel untuk dia cuci, meninggalkan Dimas yang masih terdiam di tempatnya. Sebelum mencuci bekas sarapannya, perempuan itu menyempatkan diri untuk meminum obatnya terlebih dulu. Lalu setelahnya baru dia mencuci piring dan gelas kotor tadi.

Selesai mencuci bekas sarapannya, perempuan itu kembali masuk ke dalam kamar untuk merapihkan penampilannya sebentar dan memoleskan make up tipis di wajahnya seraya menunggu Dimas selesai dengan sarapannya.

Lalu kemudian perempuan itu kembali keluar dari dalam kamar sambil menyeret satu koper di tangannya, di dalam satu koper itu sudah ada peralatan miliknya dan juga milik Dimas yang sengaja dia satukan agar tidak perlu membawa koper lain, di tangan perempuan itu juga terdapat sebuah tas miliknya dan sebuah paperbag yang di dalamnya terdapat pompa ASI.

“Udah selesai?” Tanya Dimas yang beranjak dari sofa seraya memasukan ponsel miliknya ke dalam kantong jas dan lelaki itu menghampiri Velove yang berjalan mendekat ke arahnya. “Biar saya aja yang bawa.” Ucapnya sambil mengambil alih koper yang ada di tangan Velove.

“Obat kamu udah dibawa?” Lelaki itu bertanya soal obat tersebut.

“Udah ada di dalem tas.” Jawab Velove.

Mendengar jawaban itu kepala Dimas mengangguk, kemudian mereka berdua berjalan keluar dari apartemen lelaki itu. Berjalan beriringan menuju lift dan masuk ke dalamnya untuk turun ke lantai bawah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!