NovelToon NovelToon
Suamiku Berubah

Suamiku Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / CEO Amnesia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:758
Nilai: 5
Nama Author: nula_w99p

Clarisa Duncan hidup sendirian setelah keluarganya hancur, ayahnya bunuh diri
sementara ibunya tak sadarkan diri.

Setelah empat tahun ia tersiksa, teman lamanya. Benjamin Hilton membantunya namun ia mengajukan sebuah syarat. Clarissa harus menjadi istri, istri kontrak Benjamin.

Waktu berlalu hingga tiba pengakhiran kontrak pernikahan tersebut tetapi suaminya, Benjamin malah kecelakaan yang menyebabkan dirinya kehilangan ingatannya.

Clarissa harus bertahan, ia berpura-pura menjadi istri sungguhan agar kondisi Benjamin tak memburuk.

Tetapi perasaannya malah semakin tumbuh besar, ia harus memilih antara cinta atau menyerah untuk balas budi jasa suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nula_w99p, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Clarissa meneguk secangkir kopi yang ia pesan, dia tengah duduk bersama Benjamin di kursi restoran yang tak jauh dari rumah sakit. Dia memandang lelaki di depannya, pikirannya kalang kabut dengan perilaku teman masa kecilnya ini.

Ah lalu operasi Ibunya sudah selesai tiga puluh menit sebelumnya dan Ibu Clarissa berhasil terselamatkan walau Ia belum sadarkan diri dan kondisinya belum bisa di bilang sembuh total.

''Kau tidak gila kan?'' Clarissa memajukan sedikit tubuhnya ke depan, cangkir kopi masih di tangannya.

Benjamin tengah melakukan sesuatu di ponselnya, sedari tadi jarinya terus berkutat. Ia melirik Clarissa, mendekatkan tubuhnya hingga jarak di antara keduanya hanya sepuluh senti. ''Apakah aku terlihat seperti pasien rumah sakit jiwa di matamu?''

Carissa menjauh dan mengalihkan pandangannya. ''Tidak, aku hanya heran saja denganmu yang mau membantuku dan permintaanmu barusan sungguh nyata? Bukan lelucon kan, kau mau aku menjadi istrimu? Yang benar saja.''

''Kalau kau tidak mau, tinggal bayar saja uang yang ku gunakan untuk operasi ibumu. Sekarang.''

Clarissa kembali menatap lelaki di depannya dan mengernyit, ini seperti dirinya di jebak oleh rentenir yang hanya peduli pada uang, uang, dan uang.

''Sekertaris ku akan kemari dan kita bisa membicarakan perihal kontrak pernikahan, tenang saja dia orangku. Dia tak akan membocorkan pembicaraan kita.''

Clarissa hanya mengangguk kecil, menolak sekarang pun tak ada gunanya. Ucapan yang keluar dari mulut lelaki itu memang sangat menyakitkan sedari dulu tetapi ucapannya tak pernah salah. Clarissa tak bisa melunasinya.

Hal yang menyakitkan memang selalu datang dari kenyataan yang kita hindari.

''B-bos saya sampai,'' lelaki dengan jas formal datang dengan nafasnya terengah-engah. Ia lari agar bisa sampai tepat waktu. Jalanan memang sangat menyebalkan kalau sudah macet.

''Sekertaris Alan, aku ingin kau menuliskan sebuah kontrak, pernikahan.'' Benjamin membungkuk sedikit, kedua sikunya menempel pada meja dan ia menyatukan jarinya hingga bibirnya menempel pada jemari itu.

''Yes Sir,'' Alan yang merupakan sekertaris yang di percayai Benjamin tiba-tiba mengangkat tangan kanannya ke pelipis dan memberi hormat dengan wajah serius.

Sontak membuat Clarissa kaget dan Benjamin pun menatap sinis padanya. Suara Alan juga tak kecil dan terkesan sedang memberi hormat pada pemimpin militer atau pemimpin negara.

''Maaf Bos dan Ibu Bos, dalam diri saya masih tertanam jiwa ksatria yang gagah dan berani.'' Ia terkekeh sambil menggosok rambut dengan satu tangannya sementara yang lain masih memegang tas kantor.

''Saya dulu pernah ikut militer,'' Alan membungkuk sedikit dan berbisik pada Clarissa dengan tangan yang menutupi bibir, sengaja agar gerakan bibirnya tak terlihat oleh Bosnya. Clarissa tersenyum canggung mendengar ucapannya, ia bingung bagaimana harus merespon.

''Alan,'' Benjamin menatap karyawannya dengan tatapan datar.

''Yes, saya disini Bos.''

Clarissa dan Benjamin saling menatap. Suasana menjadi serius dan Alan juga sudah menggenggam laptop di tangannya.

''Pernikahan ini berlangsung dua tahun.'' Benjamin memulai pembicaraan, tatapannya masih pada perempuan yang akan menjadi istrinya.

''Dan aku ingin kau bersikap selayaknya seorang istri sungguhan, aku ingin kau selalu mendampingiku setiap kali ada acara penting. Aku juga ingin kita tak mencampuri urusan masing-masing. Kau tidak perlu bekerja, semua kebutuhanmu akan ku tanggung.''

Clarissa mengangguk dan bertanya, ''lalu apakah kita akan tidur bersama?''

''Uhuk-uhuk...'' Alan tersedak ketika mendengar itu. Ia mendapat tatapan sinis kembali dari Bosnya. Dia pun perlahan-lahan meletakan gelas kopi yang dipegang pada meja di hadapannya. Padahal Alan baru minum dua teguk kopinya.

''Tenang saja aku tak menginginkan kepuasaan seksual, kita tak akan tidur diruangan yang sama ataupun melakukan hubungan seksual.

Apakah kau memiliki hal lain yang ingin di tanyakan lagi?''

Clarissa menggeleng, ''tidak, tidak ada.''

''Syarat yang ingin kau ajukan?'' Benjamin menaikan satu alisnya, penasaran dengan jawaban Clarissa.

''Tidak ada, membayar biaya operasi Ibuku saja sudah lebih cukup bagiku. Dan aku tak keberatan dengan persyaratan yang kau ajukan. Aku akan berusaha menjadi istri kontrak yang kau inginkan selama dua tahun itu dan aku juga tak akan jatuh cinta padamu seperti yang kau mau.''

''Baguslah kau ingat.''

Clarissa terdiam dengan wajah datar, menatap lama sosok lelaki di depannya.

Benjamin lalu berdiri dan membereskan jasnya, ''Aku tak ingin membuang waktu, pernikahan akan di laksanakan dua hari lagi.''

"Apa?" Clarissa melongo mendengar ucapan Benjamin. Bukankah terlalu singkat, bagaimana dengan persiapannya?

"Aku tak ingin mengulangi perkataanku lagi, bukankah kau punya dua telinga yang masih berfungsi?"

Clarissa menunduk, padahal ia hanya reflek mengatakan itu bukan berarti dia tak mendengarnya.

"Lalu hari ini aku ingin mengenalkan mu kepada keluargaku, walau aku yakin mereka sudah mengenalmu begitu juga dengan dirimu yang sudah mengenal mereka." Benjamin melangkah menuju letak mobil yang ia bawa berada, tak jauh dari tempat dirinya singgah.

Ia membuka pintu mobil dan melirik pada Clarissa. Kepalanya bergerak ke samping, ke arah pintu mobil terbuka mengisyaratkan Clarissa untuk segera masuk.

Clarissa menghela nafas pelan dan bangun dari tempat dirinya duduk, ia mendekati mobil dan memasuki kursi depan. Setelah menutup pintu, Benjamin berjalan memutar ke depan dan segera setelah masuk langsung menjalankan mobilnya.

"Eh Bos, saya masih disini." Alan yang tadinya sedang menikmati kopi langsung berdiri dan melambai pada mobil yang sudah tak terlihat ujungnya lagi.

"Sungguh tidak berperasaan, hmph." Alan lanjut menghirup kopi dengan perasaan kesal, ia jadi harus memesan taksi.

***

Suasana di mobil sungguh sangat sunyi, keduanya tak ada yang mau memulai pembicaraan.

Hingga Clarissa melihat jalan yang asing, sudah lama ia tak pergi ke rumah Benjamin namun ia tahu arah menuju tempat tersebut.

"Ini bukan jalan menuju rumahmu! Kita akan pergi ke mana?" Clarissa menghadapkan wajahnya pada Benjamin yang sedang fokus menyetir.

"Tentu saja bukan, lihatlah dirimu sekarang ini. Berpakaian lusuh dan tak enak di pandang, aku harus membuatmu terlihat layak menjadi istriku dihadapan Ayahku."

Clarissa mencermati dirinya, memang benar ucapan lelaki itu. Sekarang ia hanya mengenakan kaos putih yang terbalut dengan kemeja kotak-kotak dan celana jeans.

Clarissa membalikan tubuhnya, menghadap ke pintu. Ia memandangi pemandangan di luar, mencoba untuk mengalihkan perhatiannya dari perkataan Benjamin yang membuatnya sakit hati, walau perkataannya benar tetapi tidak bisakah dirinya mengatakannya dengan lebih sopan.

Namun matanya malah merasa berat untuk ia pertahankan, sebenarnya ia hanya tidur beberapa jam kemarin. Tubuhnya lelah dan butuh istirahat.

Setelah dua puluh menit, Benjamin akhirnya menghentikan mobilnya. Ia melepas sabuk pengaman dan melihat perempuan yang tengah tidur di sampingnya.

Ia membuang nafas pelan, tatapannya tertuju pada Clarissa. Dia mendekatkan tubuhnya dan menyentuh kening Clarissa. "Tak panas, ku kira..."

"Hmmm," Clarissa membuka mata dan mendapati bayangan lelaki berada di dekanya.

"Ihhhh... Apa yang kau lakukan?" Tubuh Clarissa reflek menjauh dari tangan Benjamin.

Benjamin tak menjawab, ia lalu membuka pintu mobil. "Keluar, waktu kita tak banyak."

To be continue...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!