Kisah seorang gadis bernama Kanaya, yang baru mengetahui jika dirinya bukanlah anak kandung di keluarga nya saat umurnya yang ke- 13 tahun, kehadiran Aria-- sang anak kandung telah memporak-porandakan segalanya yang ia anggap rumah. Bisakah ia mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BUK- 30 : Karena kamu ... adiknya, abang
Sementara itu, di kediaman keluarga Arkatama, Aria melangkah masuk ke dalam rumahnya dengan menghentakkan kakinya. Untungnya di rumah saat ini sedang sepi, dia tahu kapan mamah atau abang- abangnya berada di rumah, jika mereka tak ada Aria bisa bebas mengekspresikan kekesalan nya seperti saat ini, beda lagi kalau di depan mereka sudah pasti dia akan menjadi gadis yang lemah lembut dan rapuh.
Sesampainya ia di kamarnya yang berada di lantai dua, dengan wajah yang sudah memerah padam, di lemparkan nya tas sekolahnya ke sofa, membanting tubuhnya di sana dan langsung meraih ponsel nya. Ia menekan nomor telepon temannya.
"Halo, Jes?" seru Aria, suaranya terdengar frustasi. "Lo tahu, gua tuh benci banget banget sama Kanaya!"
Di sebrang telepon, Jessica temannya, terdengar bingung. "Emangnya kenapa lagi dia sekarang Ri? bikin ulah lagi setelah makan malam itu? "
FYI, Jessica ini salah satu teman kentalnya Aria, pada jessica lah Aria selalu curhat tentang masalahnya.
"Enggak, yakali dia bakal sanggup lawan gue. Selama ini kalau di sudutin sama kita pun dia selalu milih diem! "
"Ya, bagus dong. Itu berarti dia akan gak bisa nyari masalah sama lo, terus apa masalahnya? "
"Justru itu masalahnya, Jes! Dia gak gangguin gue, tapi dia jadi perhatian semua orang! "Aria berteriak. " Revan! Revan dari tadi di sekolah terus- terusan merhatiin dia! pas tahu dia ikut lomba bareng Dhiendra, Revan juga keliatan kaget! dan lebih peduli hal itu dari pada waktunya sama gue! "
"Lo serius? si dhiendra anak baru itu beneran ikut lomba bareng Kanaya? bukannya dia sekarang masuk ke geng Trix ya?" tanya Jessica, terkejut.
"Ya, itu yang bikin gue makin kesal! Gue enggak Rela, jess! Gue gak mau dia dapat spotlight! Dia gak pantas! dia tuh cuma anak yang gak sengaja di pungut sama orang tua gue, kenapa dia harus lebih baik dari gue, Argghhh kesel! "
Setelah puas mencurahkan kekesalannya, Aria menutup telepon. Ia mengatur nafas, lalu mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih manis. Uang jajan bulanannya sudah menipis akibat sering mentraktir teman- temannya dan memenuhi kebutuhan gengsinya, hari ini ia harus mendapatkan uang, ia butuh refresing untuk otaknya yang saat ini sedang ngebul akibat memendam kekesalannya pada si anak pungut itu.
Meminta ke orang tuanya, jelas tidak mungkin karena pasti akan di curigai. Ia tahu satu- satunya cara adalah meminta kepada ketiga kakak- kakaknya yang ia tebak pasti sekarang sudah ada di rumah.
Beberapa saat kemudian setelah melakukan ritual nya, Aria lantas turun ke lantai bawah dan benar saja dugaan nya, disana, Rayyan, Javier, dan Jendra sedang berkumpul di ruang keluarga. Jendra dan Javier sedang bermain game, sementara Rayyan sedang membaca buku.
"Kak Rayyan, ka Javier, ka Jendra, " sapa Aria dengan suara lembut.
Ketiga kakaknya menoleh, terkejut melihat Aria yang sudah rapi dengan baju santai.
"Kenapa dek? " tanya Jendra.
"Sini nih duduk sama kakak, kita maen game. " ajak Javier pula.
Aria menggeleng. "kakak aja deh. " Tapi raut wajahnya ia buat serapuh mungkin, agar memancing perhatian kakak- kakaknya itu.
Dan benar saja Rayyan yang sedang membaca buku, langsung fokus padanya dan menyahut. "Ada apa hmm? sepertinya adek sedang ada problem. "
Dalam hati Aria bersorak.
"Eumm... begini ka, aku butuh uang, " ucap Aria dengan wajah memelas. "Akun ada kerja kelompok besok, dan juga ada kerja praktikum yang butuh banyak bahan. Sekalian mau ke mall juga sama temen- temen. "
Rayyan mengerutkan dahi. "Uang jajanmu kan sudah lebih dari cukup, Dek. Kenapa minta lagi?"
Aria terdiam. Ia takut Rayyan curiga. Dengan cepat, ia beralasan. "Iya, tapi kali ini butuhnya banyak. Soalnya aku mau beli bahan-bahan untuk kerja praktik yang lumayan mahal, terus mau traktir teman-teman juga."
Rayyan tidak lagi curiga. Ia mengangguk. "Ya sudah. Nanti Kakak kasih."
"Kalau kamu butuhnya banyak, kamu bisa ambil di dompet kakak. " tambah Jendra, dia meskipun masih sekolah tapi punya pemasukan sendiri, salah satunya adalah dari toko baju distro yang dia kelola bersama Javier dan teman- teman sekolah mereka.
Javier juga menyahut. "iyah, gak usah singkat gitu dek mukanya, uang kita, uang kamu juga, " katanya dengan setengah berguyon.
Aria tersenyum puas. Ia tahu kakak-kakaknya tidak akan pernah menolak permintaannya. Mereka terlalu sibuk memanjakannya, hingga tidak menyadari kebohongan yang ia buat.
"Yeuy! makasih ya kakak- kakakku yang ganteng, kalau begitu aku ambil uangnya sekarang ya!"
Rayyan merasa gemas dengan tingkah adiknya. "Ya udah ambil gih! "
Aria melangkah pergi, mengambil uang dari dompet ketiga kakaknya. Ia tidak peduli. Yang penting, ia mendapatkan apa yang ia mau.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Di mall, Kanaya dan Areksa sudah selesai menyantap makan siang. Kanaya masih sedikit terkejut dengan perlakuan Areksa yang begitu manis padanya. Ia merasa semua ini terlalu indah untuk menjadi kenyataan.
"Ayo, " ajak Areksa.
"Kemana? " tanya Kanaya, bingung. saat ini mereka sedang berada di depan restoran.
Kita ke toko baju."
Kanaya menggeleng. "Nggak, Kak. Aku udah punya banyak baju."
"Jangan bohong," Areksa tersenyum tipis. "Kakak tahu kamu cuma punya beberapa potong baju. Ayo, pilih yang kamu suka."
"Tapi aku... nggak butuh," Kanaya tetap menolak.
Areksa menghela napas. Ia tidak mau memaksa, tapi ia juga tidak mau menyerah. "Oke. Kalau kamu nggak mau milih, Kakak yang milihkan. Tapi, Kakak nggak janji pilihan Kakak akan bagus."
Kanaya akhirnya mengalah. "Baik, tapi aku cuma ambil satu stel, Kak."
Areksa mengangguk, lalu membawa Kanaya ke sebuah butik besar. Kanaya masuk dengan ragu-ragu. Ia melihat-lihat, mengambil satu setelan sederhana, celana jins dan kaus putih.
"Ini aja, Kak," ucap Kanaya.
Areksa melihat pilihan Kanaya, ia menggeleng. "Tidak. Ini bukan yang kamu inginkan. Masih banyak yang lebih bagus."
"Tapi kak, ini aja udah cukup--"
Areksa tidak mendengarkan. Ia mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang. "Beli semua baju yang ada di butik ini, kirim ke rumah. Jangan ada yang tersisa. Siapkan staf butik dan minta mereka untuk melayani adikku, dia bebas memilih semua yang dia suka."
Kanaya terbelalak. Ia menatap Areksa tak percaya. Mengira-ngira apakah ia baru saja salah dengar.
"Apa... apa maksud Kakak?"
'Sekarang kamu bisa pilih semua yang kamu mau," jawab Areksa. "Sampai kamu lelah memilihnya, Kakak akan terus menunggu. Anggap ini hadiah dari Kakak."
Wajah Kanaya memerah. Ia merasa malu. Ia tidak pernah membayangkan Areksa akan melakukan hal segila ini. Ia merasa bingung. Apakah ini Areksa yang ia kenal? Atau ada sesuatu yang lain?
"Abang... aku sama sekali gak ngerti, kenapa abang ngelakuin ini? "
Panggilan abang adalah sesuatu yang Kanaya ucapkan ketika ia merasa begitu dekat dengan sang kakak yang satu ini. Panggilan spesial, istilah.
Areksa tersenyum, sedikit menunduk untuk mengusap rambut Kanaya.
"Karena kamu ... adiknya, abang. "
*****
penasaran rahasia besar ayah ny.. wkwk
semoga kebahagiaan menyertai mu nay