Istri Culun Badboy Tengil

Tidak terasa libur semester ganjil telah di mulai. Hari ini Elang sedang mengajak istrinya jalan-jalan. Di sebuah taman bunga yang begitu indah. Keduanya sedang duduk di sebuah bangku.

Elang sedari tadi terus memperhatikan istrinya yang sedang asik memakan eskrim. Senyuman terus mengembang di sudut bibirnya sambil sesekali mengusap puncak kepalanya lembut.

Laki-laki itu terdiam saat kembali merasakan sakit pada perutnya, 'Gue lupa belum cek ke dokter.'

"Sweetie, aku ke toilet dulu ya," ucapnya pelan sambil membelai pipinya lembut.

Setelah mendapatkan anggukan kecil dari istrinya, Elang langsung bergegas pergi. Setelah sampai di sebuah toilet umum. Ia menyenderkan tubuhnya sambil meremas pelan perutnya. Matanya terpejam sejenak, tiba-tiba bayangan masa lalu terlintas di benaknya.

Elang merogoh saku celananya, mengeluarkan sesuatu yang selalu ia bawa. Tangannya mengelus lembut sebuah gelang yang di pegangnya.

"Ayya, sorry. Bertahun-tahun gue nunggu janji lo. Tapi, sampe sekarang gue gak bisa nemuin lo," lirihnya.

"Lo cinta pertama gue. Dan sekarang gue udah nemuin cinta terakhir gue. Gue bahagia sama dia. Gak ada gunanya terus nunggu-nunggu lo yang gak pasti," Elang berniat membuang gelang tersebut.

Namun, ia kembali menarik tangannya. Rasanya tidak ikhlas membuangnya. Biarlah dia menyimpannya hanya untuk kenang-kenangan. Walaupun pertemuannya dan cinta pertamanya menyakitkan, Elang akan selalu ingat itu. Karena gadis itu yang selama ini menjadi alasannya bertahan. Dan sekarang Elang sudah menemukan penggantinya, gadis yang membuat kehidupannya lebih bewarna.

Tiba-tiba ia teringat dengan istrinya. Setelah merasa perutnya mendingan. Elang bergegas pergi kembali menuju bangku taman. Melihat Kia tidak berada di sana, membuatnya panik.

Elang celingak-celinguk mencarinya, sambil sesekali bertanya pada orang yang berlalu lalang. Namun, nihil. Istrinya tetap tidak di temukan, membuatnya frustasi.

Sedangkan di sisi lain. Di sebuah gedung terbengkalai. Kia terduduk dengan tangan terikat. Sedari tadi seorang pria terus memperhatikannya dengan intens.

Pria itu menarik kacamata bulatnya dan semakin mendekatkan wajahnya. Menatapnya lamat-lamat dengan penuh intimidasi, "Lo, Naya kan?" tanyanya sambil mencengkram dagunya.

"Bhaskara anjing, lepas! Gue emang Naya! Puas lo?!" teriaknya sambil memberontak.

"Gue selama ini cari Lo! Dan lo malah mesra-mesraan sama dia! Lo selalu nolak gue dan kenapa harus sama dia!!" bentaknya sambil menguatkan cengkramannya.

"Gue gak suka liat dia bahagia!! Apalagi sama cewe yang gue suka!!"

"Gue deketin dia cuman mau bales dendam!! Dia udah buat adek dan ayah gue meninggal!!" Bhaskara sontak terdiam, menatapnya sambil mengerutkan keningnya.

"Lo liat, perlahan gue udah hancurin dia. Lo mau kerja sama?" Kia menatap Bhaskara sambil tersenyum smirk.

Pria itu terdiam sejenak, dan perlahan ikut tersenyum miring. Keduanya saling tatap dengan tatapan penuh arti.

Bhaskara meraih ponselnya dan menelpon seseorang. Cukup lama tidak di angkat. Hingga tidak lama telfon mulai tersambung.

"Lo mau tau keberadaan cewe lo?" Bhaskara mengarahkan ponselnya pada Kia.

"Lepasin!" dramanya membuat Elang yang mendengar itu langsung panik.

"Bhaskara, bangsat!!!"

Tut!

Bhaskara mematikan telfonnya secara sepihak. Jarinya mulai menari di atas keyboard, mengirim lokasi dan sebuah pesan.

^^^💌Datang ke tempat ini, sendiri! Gak usah bawa orang, kalo lo gamau cewe lo kenapa-napa!^^^

"Gue yakin, lima menit dia bakal nyampe di sini!" ucapnya semakin mengangkat senyum miringnya.

Beberapa menit berlalu. Tidak membutuhkan waktu lama, Elang telah sampai tempat mereka. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, tidak mempedulikan keselamatannya. Yang terpenting adalah keselamatan istrinya.

"BHASKARA, BAJINGAN! LO PUNYA MASALAH SAMA GUE! JANGAN BAWA-BAWA CEWE GUE!" teriak Elang melihat istrinya yang duduk terikat dengan wajah memelas menatapnya.

Elang berniat menghampirinya. Dan pasukan The Black Devil mulai menyerangnya. Emosinya terus menggebu-gebu. Walaupun hanya sendiri, Elang bisa melawan mereka yang begitu banyak.

"Berhenti melawan, atau gue sakitin dia!!" Elang sontak menoleh, matanya membulat melihat Bhaskara yang mengarahkan pisau pada leher istrinya.

"BERANI LO SENTUH DIA, GUE GAK BAKAL BIARIN HIDUP LO TENANG!"

"Gue gak bakal sakitin. So, berhenti melawan!"

Elang hanya pasrah, perlahan kedua tangannya langsung di cekal kuat oleh beberapa orang. Dan mereka mulai memukulinya.

"Stop, biar gue aja!" Bhaskara mulai berjalan menghampirinya.

Mencengkram kuat dagu tegas Elang sehingga membuatnya mendongak. Elang menatapnya tajam dengan penuh kebencian.

PLAK!

Bhaskara menghempaskan dagunya, lalu menampar pipinya sangat keras. Dan mulai memukulinya habis-habisan.

Bug! Bug! Bug!

Elang sudah babak belur. Bukan hanya wajahnya, Bhaskara terus memukuli perutnya juga. Membuatnya semakin lemas karena merasakan sakit yang amat dalam pada perutnya.

Bhaskara berhenti, ia menoleh ke belakang menatap Kia sambil tersenyum penuh arti.

"Baby, kamu mau mencobanya?" tanyanya lembut yang membuat Elang mengernyitkan dahinya.

"Of course!"

Laki-laki itu semakin di buat kaget melihat istrinya mulai beranjak dari tempat duduknya dan dengan anggun berjalan menghampirinya. Elang menatapnya dengan penuh tanda tanya. Perasaan bingung, kecewa, sakit, bercampur aduk. Ia mencoba positif thinking. Namun, tiba-tiba tanpa di duga Kia mulai memukul perut dan wajahnya.

"Kamu?"

"Ya, selama ini gue luluhin lo cuman mau hancurin lo! Gue juga yang buat orang-orang pergi dari hidup lo! Dan lo bodoh, dengan mudah percaya sama gue!" ungkapnya yang membuat Elang tidak percaya.

"Kenapa? Apa alasannya?" tanyanya sambil menatap istrinya sendu.

"Kenapa?! Lo, buat adek gue hamil dan lo gak mau tanggung jawab!! Gara-gara lo, adek gue nekat bunuh diri!! Dan gara-gara lo juga bokap gue ikutan pergi!!"

"Aku gak lakuin itu semua, aku gak tau apa-apa! Percaya sama aku, sweetie ..." Elang menatap istrinya berkaca-kaca.

"Bulshit!! Lo munafik!!" Kia kembali memukulinya dengan membabi buta.

Elang memejamkan matanya mencoba menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Namun, hatinya lebih sakit mengetahui ini semua. Ia kembali membuka matanya, menatap istrinya dengan raut kecewa. Dan dalam kekecewaannya dia masih sempat tersenyum tipis. Buliran bening perlahan menetes.

"Aku gak bakal benci kamu. Makasih, udah buat aku bahagia. Walaupun cuman pura-pura," ucapnya sambil tersenyum kecut.

Elang melirik tangannya yang masih di tahan, "Lepas, bentar!" mohonnya dengan wajah lemas.

Melihat Elang yang sudah lemas tidak berdaya. Akhirnya mereka pun mulai melepaskan cekalannya. Elang berjalan pelan mendekati istrinya yang masih terdiam mematung di hadapannya. Langkahnya tertatih sambil memegangi perutnya.

"Aku mencintaimu, sweetie," ucapnya sambil membelai pipi istrinya pelan.

Bruk!

Detik itu juga Elang mulai ambruk, tubuhnya benar-benar sudah lemas. Dirinya tidak kuasa menahan rasa sakit pada perutnya yang tidak kunjung berhenti.

Kia masih terdiam mematung menatap suaminya yang ambruk di hadapannya, 'Ra, gue udah bales semuanya. Harusnya gue seneng. Tapi entah kenapa hati gue malah sakit.'

Pandangannya tidak sengaja melihat sebuah gelang yang tergeletak dekat tubuh suaminya. Kia berjongkok dan meraih gelang tersebut.

Deg!

"J-jadi, dia Angga?" lirihnya sangat pelan.

"Baby, kamu seneng kan?" Bhaskara mendekatinya berniat merangkul pundaknya.

"ELANG!!" semuanya sontak menoleh, melihat kedatangan pasukan Black Demon.

Bagaimana mereka tahu keberadaannya? Memang selama ini Raka telah menyelidiki semuanya. Dan beberapa hari yang lalu, diam-diam ia menaruh sesuatu di motornya untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu. Jadi, ia bisa tahu kemanapun Elang pergi.

Para anggota Black Demon dan The Black Devil mulai bertengkar. Sedangkan Raka dan yang lainnya berjalan menghampiri Elang yang masih tergeletak.

"Ki, gue gak nyangka ya! Gue kira lo gadis lugu! Ternyata lo orang jahat! Bahkan cara lo nyakitin dia, lebih kejam!" Kia terdiam mendengar ucapan Juan.

Entah mengapa hatinya benar-benar menyesal. Apalagi mengetahui ternyata Elang adalah orang yang telah menolongnya waktu kecil. Kia bingung, dia gak tau harus apa. Entah mengapa dirinya mulai tidak percaya kalau Elang yang telah menghamili adiknya. Perlahan air matanya menetes begitu saja.

"Kamu, kakaknya Nara?"

Sontak ia menoleh menatap seorang gadis yang tidak asing baginya.

"Lo, temen deket Nara kan?!"

"Bilang sama gue, siapa yang hamilin Nara?! Dia?! Dia orangnya?!" tanyanya sambil terisak pelan dan mengguncang pelan pundak Lala sambil menunjuk ke arah Elang.

Lala menggeleng pelan, "Kak Elang gak kenal sama Nara."

"Yang lakuin semuanya, Reiga! Kembaran Elang! Harusnya lo kalo mau bales dendam, cari info lebih teliti! Sekarang lo malah nyakitin orang yang gak bersalah!" sambung Raka yang membuat Kia terdiam membeku.

Tubuhnya perlahan merosot ke bawah. Mengusap wajahnya kasar dengan air mata yang terus mengalir.

"G-gue udah nyakitin orang yang nolong gue?! Naya, lo bodoh! Bodoh!" ia terisak sambil menjambak-jambak rambutnya dengan mata terpejam.

"Lo janji bakal bales budi! Tapi lo malah kasih dia penderitaan! Tolol!" Kia terus merutuki dirinya sendiri.

"ELANG!"

Gadis itu sontak menoleh melihat suaminya yang sedang di bopong teman-temannya. Tubuh Elang tiba-tiba kejang-kejang, membuat mereka panik dan berniat membawanya ke rumah sakit.

"Elang hiks ... Maafin gue," Kia berniat meraih tangannya, tubuhnya benar-benar lemas tidak kuat untuk berdiri.

Namun, mereka keburu membawanya pergi. Ia menatap kepergian mereka dengan mata berkaca-kaca. Pikirannya berkecamuk, rasa penyesalan dan takut kehilangan terus menghantuinya.

"ARGH!"