Niara yang sangat percaya dengan cinta dan kesetiaan kekasihnya Reino, sangat terkejut ketika mendapati kabar jika kekasihnya akan menikahi wanita lain. Kata putus yang selalu jadi ucapan Niara ketika keduanya bertengkar, menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Reino yang di paksa nikah, ternyata masih sangat mencintai Niara.
Sedangkan, Niara menerima lamaran seorang Pria yang sudah ia kenal sejak lama untuk melupakan Reino. Namun, sebuah tragedi terjadi ketika Reino datang ke acara pernikahan Niara. Reino menunjukkan beberapa video tak pantas saat menjalin hubungan bersama Niara di masa lalu. Bahkan, mengancam akan bunuh diri di tempat Pernikahan.
Akankah calon suami Niara masih mempertahankan pernikahan ini?
🍁jangan lupa like, coment, vote dan bintang 🌟🌟🌟🌟🌟 ya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
Dua pasang mata yang sempat beradu pandangan, salah satunya mengalah.
Aku menutup kembali pintu ruangan Pak Ridwan. Menelan perlahan kalimat yang baru diutarakannya untukku.
BAB 9 ( Pria Yang Tak Diinginkan )
“Bapak ja..jangan bercanda,” ucapku gugup.
“Saya nggak pernah terlihat seserius ini, kan?,” balas Pak Ridwan.
“kita hanya beda 9 tahun, bukan hal mustahil merajut pernikahan.” imbuh Pak Ridwan.
“Saya kesini mau resign, Pak. Bu…bukan,”
“Sebelum kamu benar-benar resign dan aku tak bisa lagi melihatmu, bukankah lebih baik kamu tahu perasaan saya,”
Aku menggeleng tak percaya dan menarik gagang pintu hendak keluar. Pak Ridwan menarik tanganku, hingga jatuh ke pelukannya.
“Saya harap kamu pikirkan ini baik-baik. Saya siap melamar kamu kapanpun.” kata Pak Ridwan berbisik ke telinga kananku. Aku mendorong tubuhnya, lalu lekas keluar dari ruangan. Yang ada di pikiranku hanya seorang Pria m*sum yang pura-pura peduli dengan kesedihan wanita.
“Astaga, mimpi apa aku semalam. Orang seperti dia, diam-diam suka padaku.” gumamku. Aku berjalan kembali masuk ke dalam ruang kerjaku. Duduk di kursiku, sambil mengepalkan tangan kiri dan memukulnya di kepalaku berulang kali secara perlahan. Hal yang biasa dilakukan orang saat mendapatkan kejadian yang tidak diinginkan. “Amit, amit. Duda anak dua." "hah! tiba-tiba gitu jadi istri duda. Malangnya nasibku ya Tuhan, apa tidak ada pria lain yang menyukaiku.” gerutuku.
Tujuanku datang ke Pabrik untuk resign jadi buyar, akibat pernyataan cinta Pak Ridwan. Aku mondar-mandir di dalam ruangan. Karena untuk bisa resign, aku harus mendapatkan persetujuan dari Pak Ridwan terlebih dahulu, agar mendapatkan surat keterangan kerja untuk bisa melamar di Perusahaan lainnya.
“Ra, dipanggil Pak Septo!” kata Agung, rekan kerjaku.
“Oh, oke.” balasku lalu keluar dan menuju ruang kantor Pak Septo, manager di Pabrik ini.
Aku sudah merasakan hawa buruk yang akan melanda kedua telingaku, karena Pak Septo adalah rajanya memaki, suaranya bisa melengking tajam di telinga ketika mengomel.
Aku mengetuk pintu ruang kerja Pak Septo tiga kali. Namun, tidak ada tanggapan dari dalam.
“Terus ya Ra, terus kan mangkir mu! Nggak masuk kerja 3 hari!” suara lantang dari belakang mengagetkanku. Aku melihat kedatangan Pak Septo, bersamaan dengan Pak Ridwan. Aku segera menundukkan kepala. Lantas aku bergegas membukakan pintu. Pak Septo dan Pak Ridwan masuk kedalam, aku mengikutinya dari belakang. Pintu belum tertutup rapat, suara gebrakan meja sudah nyaris membuat jantungku berhenti.
“Kata Ridwan kamu mau resign? Iya?!”
Aku mengangguk dengan ketakutan.
“Gila kamu! Kerjaan masih pontang-panting ngurus barang dari buyer banyak yang belum beres malah resign!”
Telunjuk Pak Septo menudingku berulang kali.
“Terserah mau resign atau nggak, urusin dulu produksi sampai akhir tahun ini! Terus tim-tim mu yang lainnya siapa yang urus!” bentak Pak Septo.
“Katanya mau nikah Pak, karena itu dia resign,” celetuk Pak Ridwan. Aku mengangkat kepalaku dan mengernyit kesal.
“Apa hubungannya nikah sama resign! Suamimu nglarang kamu kerja! Suruh kesini!”
“Bu-bukan, Pak!”
“Aku nggak mau tahu, urus pekerjaanmu sampai akhir tahun! titik! udah keluar sana!” gertak Pak Septo, sambil melempar map ke arahku. Aku keluar dari ruangan Pak Septo dengan kesal. Darahku hampir naik mendidih, tetapi tidak bisa ku luapkan.
“Sudah kerja saja,” ucap Pak Ridwan dari belakang.
Aku menoleh dan meliriknya kesal.
“Saya tunggu nanti pulang kerja di tempat parkir, Saya mau bicara.” imbuh Pak Ridwan. Kemudian, masuk kedalam ruang kerjanya tanpa memberikan kesempatan aku untuk berbicara.
“Ogah,” gumamku
Pada akhirnya, aku kembali lagi mengurus tempat produksi. Menuruni tangga menuju tempat cutting. Mengecek beberapa barang yang sudah tiga hari tidak aku lihat. Setelah satu jam-an berkeliling, aku duduk bersandar di pundak temanku yang sedang menjahit potongan kain.
“Tumben Abang tamvan, dari tadi lihat kesini terus!” ujar Temanku, sambil mendongak ke atas. Aku melihat Pak Ridwan berdiri di ruang kerjanya, menatap rumah produksi dari kaca ruang kerjanya. Begitu melihatnya sekejap, aku langsung membuang muka. Dan mengalihkan ke tempat lain.
“Mau dong jadi istri keduanya,” hahahaha
gurau teman-temanku saat melihat Pak Ridwan, beberapa orang di Line memberikan lambaian tangan ke arahnya.
“Astaga kalian penyuka om-om,” gumamku.
“Yang penting dia lajang, tampan lagi.” celetuk temanku.
“Lumayan berduit lagi, aku dengar dia juga punya cafe shop, barber shop, pokoknya yang shop shop gitu deh,” timbrung temanku yang lainnya.
“Sayur sop kali,” ujarku.
Aku diam-diam sedikit mendongak dan melihat keberadaan Pak Ridwan lagi di atas. Aku masih melihatnya berdiri disana, seakan memperhatikan seseorang. Padahal, biasanya dia jarang melihat lokasi Produksi dan sibuk dengan laptop tuanya.
Tiga jam kemudian, bel berbunyi. Tepatnya pukul 6 sore, saatnya pulang kerja. Aku segera naik ke atas, kembali ke ruang kerjaku untuk memeriksa barang bawaanku. “Aku tunggu di tempat parkir,” seseorang lewat dan berkata lirih kepadamu dari belakang, lalu langkahnya maju kedepan mendahuluiku.
Aku mengacuhkan ucapan Pak Ridwan. Setelah mengambil tasku di ruang kerja, aku bergegas pulang. Langkahku ku percepat agar tidak bertemu dengannya lagi. Bahkan saat Vira meneriaki namaku, aku acuhkan pulang. Seperti ada rasa takut jika bertemu lagi dengan Duda beranak dua itu lagi.
Tinnnnnn
Suara klakson mobil berbunyi keras dan tidak berhenti. Aku merasa tidak menghalangi jalan siapapun, aku pun menoleh kebelakang dengan kesal. Ternyata aku mendapati mobil Pak Ridwan, dengan orangnya juga yang sedang melambaikan tangan dari dalam mobil. Semua karyawan yang berjalan di sekitarku, menatapku. Saling berbisik dan menggumam.
Aku memilih bersikap acuh dan berlari menuju jalan raya, tempat pemberhentian bus. Suara klakson itu masih berbunyi. Membuatku bukan hanya sekedar marah, tetapi juga malu.
Aku duduk di tempat pemberhentian bus, menunggu bus untuk pulang ke Kos. Pak Ridwan keluar dari mobilnya, berjalan mendekat ke arahku. Meninggalkan mobilnya terparkir di tepi jalan, memilih duduk di sebelahku.
“Pak, sudah jangan ganggu aku. Sudah cukup leluconnya,” ucapku lirih, agar beberapa orang di sekitarku tidak mendengarnya. Tanpa membalas ucapanku, Pak Ridwan langsung menarik tanganku dan membawaku berjalan di belakangnya, lalu masuk kedalam mobilnya. Aku melihat semua mata karyawan di Pabrik menatap ke arah kami
“Pak, sudah jangan seperti ini! Saya tidak menyukai bapak!” ucapku lantang.
Pak Ridwan tersenyum mengabaikan ucapanku. “Kita kenalan dulu lebih dekat dulu, siapa tahu kamu akan menyukai saya nantinya.” Pak Ridwan melajukan mobilnya tanpa mendengarkan perkataanku.
Sepanjang perjalanan, aku hanya diam. Hanya Pak Ridwan saja yang sesekali melirikku. Seperti memastikan sesuatu.
“Pria seperti apa yang kamu sukai?” tanya Pak Ridwan membuka obrolan. “Yang pastinya nggak seperti bapak,” ketusku.
“Sampai kapan kamu masih berharap dengan Reino?”
“Bukan urusan Bapak, kan?!”
Kemarin seseorang datang ke Pabrik dia ingin menemui Pak Septo. Saat itu saya berada di depan. Dia bilang ingin menyampaikan sesuatu, salah satunya meminta agar Perusahaan memecatmu,”
Aku yang awalnya membuang muka, langsung menatap ke arah Pak Ridwan lagi.
“Siapa?”
mana main!!!!
tarik atuh!
nanti giliran di tinggal istri baru sesak nafas.
Kau yang lebih terluka.
gak bisa diginiin:(
bunga for you nael
btw bikin Reno mati atuh Thor
Thor...bawa reoni kesini!!
gak bisa gak bisa!
apaan baru baca udah ada yang mati:>
ihh pengen cubit ginjal nya