NovelToon NovelToon
Married By Mistake (Terpaksa Menikahi Sahabat)

Married By Mistake (Terpaksa Menikahi Sahabat)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Konflik etika / Pernikahan Kilat / Persahabatan / Romansa
Popularitas:954
Nilai: 5
Nama Author: Moira Ninochka Margo

"Aku hamil, Fir, tapi Daniel tidak menginginkannya,"

Saat sahabatnya itu mengungkapkan alasannya yang menghindarinya bahkan telah mengisolasikan dirinya selama dua bulan belakangan ini, membuatnya terpukul. Namun respon Firhan bahkan mengejutkan Nesya. Firhan, Mahasiswa S2, tampan, mapan dan berdarah konglomerat, bersedia menikahi Nesya, seorang mahasiswi miskin dan yatim-piatu yang harus berhenti kuliah karena kehamilannya. Nesya hamil di luar nikah setelah sekelompok preman yang memperkosanya secara bergiliran di hadapan pacarnya, Daniel, saat mereka pulang dari kuliah malam.

Di tengah keputus-asaan Nesya karena masalah yang dihadapinya itu, Firhan tetap menikahinya meski gadis itu terpaksa menikah dan tidak mencintai sahabatnya itu, namun keputusan gegabah Firhan malah membawa masalah yang lebih besar. Dari mulai masalah dengan ayahnya, dengan Dian, sahabat Nesya, bahkan dengan Daniel, mantan kekasih Nesya yang menolak keras untuk mempertahankan janin gadis itu.

Apa yang terjadi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moira Ninochka Margo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SEMBILAN The Secret of Thing

SETELAH kami pelukan dan melambai pada Isti dan ibu saat berpisah di parkiran, aku dan Firhan lalu masuk ke mobil dan pulang ke rumah. Dia masih menyetir mobil dengan kecepatan normal.

Sekarang, jam yang bertengger di atas dasbor mobil, telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Suhu dingin malam kini merasuk ke rongga-rongga, yang kuasumsikan bukan kerana pendingin ruang mobil yang membuat lelaki itu seketika menurunkan suhunya, lalu menarikku untuk mendekat kepadanya. Tangan satunya yang tidak digunakan menyetir, tengah merengkuh dan menyelimutiku dengan tuksedonya. Setidaknya, untuk membuat tubuh ini tidak terlalu kedinginan.

"Kamu baik-baik saja?" tanyanya yang mulai cemas.

Suara itu terdengar begitu dekat di indera pendengarku, saat kepala bersandar di dada dan bahunya yang begitu nyaman. Aku menggeliat perlahan dalam rengkuhannya dan mengangguk. “Sangat.” Akuiku membenarkan.

Tangan besar dan hangat itu saat ini mengusap rambutku dengan lembut dan perlahan, “Tidurlah!” titah Firhan saat mendengar suara menguap.

Aku menengadah memandang wajah serius itu sejenak sambil memandang lurus ke depan yang tengah memerhatikan jalan sedari tadi. Ibarat melihat bintang di langit malam yang cerah. Sangat indah dan mendamaikan. Rasanya sangat bersyukur, memiliki suami sekaligus pemimpin keluarga seperti dia. Dia benar-benar selalu menyelamatkan hidupku dan memberikan keajaiban indah yang bahkan yang selama ini kuimpikan pun—yang telah teranggap mustahil, itu terjadi. Kekeluargaan ini, usapan lembut ibu yang masih terasa .... terima kasih, Suamiku. Terima kasih atas kasih sayang indah ini yang selalu kuimpikan.

Dia melirik sejenak dan mata kami bertemu yang membuat dia langsung gelagapan dalam keremangan, sehingga membuat senyum lemah akibat dari efek ngantuk dan lelah kini nampak dan lagi-lagi menguap. Dia tersenyum, lalu mengusap lembut airmataku yang menetes di sudut mata dan hampir membasahi bahunya.

"Apa?"

"Apanya yang apa?" tanyaku memandang balik mata indah itu penuh tanya dan membuat kening Firhan berkerut yang masih bisa dilihat dalam ke remangan ini.

Lelaki itu memutar mata dan kembali fokus memandang ke depan. Aku terkekeh dan kembali mengkeret tubuh seraya meringkuk dalam rengkuhan hangat lelaki itu. Wajah Firhan begitu indah saat di tempa cahaya keremangan yang menembus kaca mobil. Wajah yang tampak begitu serius, tapi juga seperti memikirkan sesuatu. Entah apa yang ada dalam pikiran lelaki mempesona ini. Tapi sungguh, membuat aku tak ingin melepas pandangan dari dia, seolah-olah, tidak ingin melewatkan sedetik pun.

"Ada apa, Sayang?" tanyanya saat aku masih menatapnya, setelah sejenak membenamkan kepala di dada bidangnya hingga ia merengkuh erat dengan hangat. Mata lelaki itu sesekali melirik ke arahku sembari masih mengawasi jalan di depan.

Oh, aku tahu yang dia maksud!

“Terima kasih,” bisikku yang membuatnya seketika menoleh penuh tanya. "terima kasih untuk segalanya, Fir, Sungguh, aku sangat bahagia malam ini," Akuiku bergumam dalam senyuman lalu berusaha mencondongkan tubuh dalam rengkuhan Firhan agar bisa mencapai pipi putih itu, lalu mengecup dan membuatnya tersenyum hangat. Ia mengusap kepalaku sesaat.

"Terima kasih kembali, Sayang. Dan, terima kasih juga telah menerima mereka,"

Aku menggeleng seraya tersenyum hangat, "Tidak! Aku yang harus berterima kasih. Terima kasih, mereka mencintaiku, memberi kesempatan untuk merasakan kehangatan dan cinta keluarga, terlebih seorang ibu dan adik yang sungguh itu adalah kebahagiaan yang begitu sempurna," gumaman dalam senyuman sembari memandang kosong yang membuat kenangan dan wajah orangtuaku terlintas seketika dipikiran dan membuat kedua mata ini berbinar.

Rengkuhan Firhan semakin erat dan menjadi vitamin—penyemangat yang mengalir seketika dalam syaraf bersamaan dengan kecupan sejenak di pucuk kepala. Kami lalu terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Lagi-lagi aku menguap dan tangan dia  kembali mengusap kepalaku sambil membenamkan di dadanya, sehingga membuat aku memejamkan mata menikmati aroma pemilik tubuh ini dan seketika tercium begitu harum. Terakhir yang aku dengar, Suami mempesonaku itu menyanyikan lagu Right Here Waiting For You dari pemilik lagu Richard Marx yang terdengar mengalun begitu lembut. Lagu favorite dengan pemilik suara indah yang begitu merdu, yang baru dia nyanyikan dalam masih rengkuhan hangatnya. Suara indah yang begitu dekat terdengar di telinga, seolah-olah memakai earphone dari sebuah ipod bak membawa terbang ke tempat yang begitu indah.

 

...* * *...

 

Tubuhku menggeliat dalam balutan selimut sutera biru, mengerjap-ngerjap perlahan, dan mengamati ruangan yang cukup luas, tempat di mana aku berada saat ini. Ruangan yang remang-remang dengan pencahayaan lemah kekuningan dari lampu yang terletak di sisi meja kanan.

Suhu kamar yang tidak terlalu dingin dan berasal dari pendingin ruangan, kini menyentuh kulit saat menyibakkan selimut dari tubuhku dan bangkit dari pembaringan, mencari-cari sakelar lampu. Sedikit terpejam, saat kilauan lampu membias mata setelah berhasil menemukan sakelar yang tak jauh dari tempat tidur dan menyalakan benda penerangan itu, lalu mengerjap-ngerjap dan mengamati ruangan ini lagi.

Beberapa foto pernikahan terpajang di dinding yang tengah menghias ruangan dan juga foto berdua kami yang lainnya dengan moment biasa namun cukup menggemaskan. Yeah, ini kamar kami. Namun, lelaki itu tidak ada di sini. Entah ke mana dia setelah menggendongku kemari—asumsiku tentulah dia pelakunya yang membawaku di kamar kami kerana tak ada siapa pun lagi di rumah ini—entah ia berada di mana saat ini.

Ruangan-ruangan agak gelap saat aku menuruni tangga dan melintas, mencari-cari ke ruang tengah, ruang tamu, musholah, namun lagi-lagi tidak ada. Bahkan, hidung mancung lelaki itu saja, aku tak melihatnya. Terlebih, saat mencari di kamar mandi dan toilet. Aku sudah mencari ke mana-mana, namun tetap tidak menemukannya. Lagi-lagi desahan terdengar dari mulutku.

Ke mana dia? Rasanya tidak nyaman, jika tak bersama lelaki penuh kejutanku itu!

Sebuah ruangan yang tidak jauh dari ruang tengah, yang hanya terbuka lebar tanpa dipasangkan pintu, dengan cahaya dari ruangan yang keluar menyinari di sekitarnya membuat ruangan ini seketika membuat aku nyaman saat masuk dan mengamatinya

Ruangan yang cukup luas, ukurannya hampir sama dengan ruang dapur. Beberapa lemari etalase yang di penuhi berbagai buku-buku, sengaja di letakkan dan menghias di setiap sudut ruangan ini.

Di sebelah selatan, tepatnya di tengah-tengah yang di kelilingi etalase, sebuah meja besar bercat cokelat fresh di letakkan di sana yang sedang berdiri kokoh dengan hiasan diatasnya beberapa bingkai foto pernikahan dan foto gambar diriku, tempat pena yang dipenuhi alat tulis, beberapa lembar kertas dan arsip yang cukup berantakan, dan sebuah laptop berwarna putih kini terbuka dan menyala.

Tepat di sebelah meja yang tak jauh, sebuah sofa maroon tanpa meja sengaja diletakkan di sana. Dan yang membuat suasana di ruangan ini semakin nyaman adalah, setiap dinding di cat hijau garden yang menyerupai pepohonan lebat dengan mengelilinginya sehingga siapa pun memasukinya, seketika merasa seperti berada di taman sungguhan yang penuh dengan tanaman dan pepohonan hijau. Suasana yang begitu eksotik dan indah, seperti berada di tengah-tengah pepohonan hijau yang rimbun pada alam terbuka.

Kenyamanan akan terasa lagi, saat memandang ke atas langit-langit yang di cat dengan warna biru malam dengan cat khusus menyala yang di taburi bintang dan bulan sabit. Sungguh, rasanya kedamaian dan kenyamanan setiap saat, lalu menjalar di setiap syaraf dan pembuluh darah. Bahkan, berbaring sambil menatap langit-langit, seperti mengapung ke angkasa.

Yang lebih membuatku di antara penuh kekaguman sekaligus kegelian adalah, saat kakiku begitu nyaman dan lembut berada di tengah-tengah hamparan karpet bulu berwarna hijau garden bak hamparan rerumputan yang begitu luas, yang menggantikan sebagai lantai. Aku masih tak menyangka, pikiran Firhan sampai se-detail itu.

Yeah, dia memang sangat menyukai yang berbau alam, terlebih saat belajar dan memecahkan masalah-masalahnya di alam terbuka. Dan aku, untuk kali pertama selama bersamanya, aku baru memasuki ruangan favorite-nya—tentu saja—ini yang begitu indah. Kami memang menyewa pembantu untuk mengurus rumah ini kerana ia tak memperbolehkanku mengurus rumah dengan susah payah, kecuali memasak—dan itu khusus kuminta sendiri darinya, karena bagiku, keharmonisan dan cinta keluarga akan begitu erat terjalin dan tumbuh adalah ketika kau merawatnya dari tanganmu sendiri yang akan menyatu bersama dalam jiwa dan mendarah daging dalam setiap tubuh di dalam keluarga—biasanya mereka datang lima kali dalam seminggu. Ya, yang meng-handle pakaian dan piring kotor, yang membersihkan halaman depan dan semacamnya, dan yang membersihkan seluruh rumah.

Setelah melangkah menghampiri dan mengitari meja itu, lalu menatap lekat laptop yang kini berada di hadapanku. Aku jadi penasaran, apa yang tengah dikerjakan lelaki itu, sampai larut malam begini dan tega meninggalkan istrinya sendirian di kamar. Sekilas tadi, saat aku melintas di ruang tengah, jam dinding memang menunjukkan pukul dua.

Aku terpaku, saat melihat ada email dari adik Firhan yang rupanya telah di baca, tapi lelaki itu belum membalas.

 

Dari: Isti Afraina Aarasy Zayn

Perihal: Terima Kasih

Tanggal: 23 Maret 2009 01:59

Untuk: Firhan Pradipta Zayn

Dear, Kakak tersayang, Firhan Pradipta Zayn

Malam yang indah, Kak.

Terima kasih untuk malam ini. Aku dan ibu sangat senang.

 Isti-Raina,

Arsitek dan Designer-The Rain

Tangan yang sedari tadi memegang mouse yang tengah berkerlap-kerlip oleh lampu warna-warninya, kini sibuk bergerak-gerak meng-scroll ke atas mencari apa yang tengah membuat rasa penasaran ini puas.

Helaan napas keluar begitu saja dari mulut. Ah, benar! Ada beberapa email dari Isti dan balasan-balasan dari Firhan. Aku lalu membuka satu-persatu  dari awal.

 

Dari: Isti Afraina Aarasy Zayn

Perihal: Hai, Kak.

Tanggal: 22 Maret 2009 22:25

Untuk: Firhan Pradipta Zayn

Dear, Kakak tersayang.

Bagaimana kabarmu? Apa Kakak dan kakak ipar baik-baik saja? Kami rindu kalian!

 Isti-Raina,

Arsitek dan Designer-The Rain

Dari: Firhan Pradipta Zayn

Perihal: Kabar?

Tanggal: 22 Maret 2009 22:45

Untuk: Isti Afraina Aarasy Zayn

Dear, Adikku tersayang yang manis.

Alhamdulillah, kakak baik saja, begitu pun Nesya. Terima kasih, ya, sudah perhatian.

Rindu? Bagaimana bila kita bertemu?

Firhan,

CEO-PT. Duta Zayn Holding

Dari: Isti Afraina Aarasy Zayn

Perihal: Ide bagus, Kakak jenius.

Tanggal: 22 Maret 2009 22:58

Untuk: Firhan Pradipta Zayn

Sungguh? Kalau begitu, aku akan beritahu ibu, ibu pasti senang.

Kata Ibu, kita dinner di Restaurant Bandar Djakarta saja, yang berada di Ancol. Ajak Kakak Ipar juga, ibu sangat ingin bertemu juga dengan kak Nesya.

Isti-Raina

Arsitek dan Designer-The Rain

Dari: Firhan Pradipta Zayn

Perihal: Ide yang bagus juga, Nona manis.

Tanggal: 22 Maret 2009 23:02

Untuk: Isti Afraina Aarasy Zayn

Oke, ini pasti akan jadi kejutan menyenangkan untuk Nesya. Aku tidak sabar, keluarga kita akan dinner bersama.

Oh ya, ibu belum tidur?

Firhan

CEO-PT. Duta Zayn Holding

 

Dari: Isti Afraina Aarasy Zayn

Perihal: Kami bergosip-ria, hahaha

Tanggal: 22 Maret 2009 23:06

Untuk: Firhan Pradipta Zayn

Iya, ibu belum tidur, apalagi sangat senang saat kakak memberitahu kabar menyenangkan ini. Ibu berada di sampingku saat ini. Oh ya, Kak, kata ibu, nama tengah perusahaan kakak, membuat ibu bahagia dan bangga, ibu bahkan tidak menyangka. Mengapa tidak pernah cerita pada kami tentang itu?

Isti-Raina

Arsitek dan Designer-The Rain

 

 Dari: Firhan Pradipta Zayn

Perihal: Jangan membuat Ibu sakit, Sayang

Tanggal: 22 Maret 2009 23:08

Untuk: Isti Afraina Aarasy Zayn

Itu sudah lama, dan kakak juga tidak ingin pamer, hehe

Ceritanya panjang, Sayang. Kapan-kapan kakak cerita, ya.

Kakak senang ibu bahagia. Oh ya, Sayang, apa ayah ikut?

Firhan

CEO-PT. Duta Zayn Holding

Dari: Isti Afraina Aarasy Zayn

Perihal: Maaf

Tanggal: 22 Maret 2009 23:27

Untuk: Firhan Pradipta Zayn

Kak, jangan sedih, tapi ayah tidak akan hadir. Ia tidak ingin bertemu kakak dan kak Nesya. Kami berusaha membujuk ayah, tapi…

Tapi kita janji, kak, akan membujuk beliau lagi, tetap semangat!

 Isti-Raina

Arsitek dan Designer-The Rain

 

Dari: Firhan Pradipta Zayn

Perihal: Mungkin bukan saatnya

Tanggal: 22 Maret 2009 23:29

Untuk: Isti Afraina Aarasy Zayn

Tidak apa-apa, bertemu kalian berdua saja, kakak sudah sangat bahagia dan berterima kasih.

Sekali lagi, terima kasih untuk perhatian dan semangatnya, manisku.

Firhan

CEO-PT. Duta Zayn Holding

Dari: Isti Afraina Aarasy Zayn

Perihal: Terima Kasih Kembali

Tanggal: 22 Maret 2009 23:34

Untuk: Firhan Pradipta Zayn

Ibu bilang, yang sabar, Kak. Insha Allah semuanya cepat berlalu. Oh ya, besok malam, di Bandar Djakarta!

Sampai jumpa, Kak. Jaga diri di sana. Salam kangen, peluk, dan cium. Kami mencintaimu!

Isti-Raina

Arsitek dan Designer-The Rain

Dari: Firhan Pradipta Zayn

Perihal: Menanti hari indah besok

Tanggal: 22 Maret 2009 23:38

Untuk: Isti Afraina Aarasy Zayn

Katakan pada ibu, terima kasih untuk cinta dan semangatnya, insya Allah, Aamiin.

Insya Allah, Sayang. Sampai bertemu besok.

Salam cium dan cinta untuk kalian. Kamu, ibu dan ayah. Jaga diri dan kesehatan kalian juga, ya, Sayang. Jaga juga, surga kita di sana. Kami mencintai kalian, sangat rindu. Insya Allah bisa bersatu kembali. Dan, terima kasih banyak lagi, adikku yang manis ini tanpa lelah membantu menyatukan kita semua. Baiklah, jangan di balas, tidurlah.

Jangan membuat ibu sakit dan berlama-lama begadang lagi. Next time, janji jangan begadang lagi. Kakak juga sudah ingin naik ke kamar untuk tidur, bye.

Ps: Kakak harap kalian selalu baik-baik saja, apalagi ayah.

 Firhan

CEO-PT. Duta Zayn Holding

Aku mendesah, lalu mengusap airmata yang menetes di pipi sedari tadi. Aku bisa merasakan kerinduan yang sangat pada suamiku itu. Dan ia pandai menyembunyikan semua itu dariku selama ini. Entah kerana menjaga perasaanku yang tak ingin membuat sedih, atau kerana ia tak ingin membahasnya. Entahlah, yang jelas, apa pun caranya, Tuhan, aku ingin membahagiakan malaikatku itu.

Yaa Allah, Engkau pasti tahu, dia sungguh tidak bersalah. Jangan membiarkan dia menderita berlama-lama seperti ini juga bersama adik dan ibunya hanya karenaku. Satukanlah, Tuhan, kumohon? Batin hati ini begitu perih dan sesak.

"Nesya? Kamu di sini?” Suara lembut itu membuat aku tersentak dan menoleh ke arah suara yang tetiba saja terdengar dan rupanya Firhan yang tengah berdiri di ambang pintu sembari memegang secangkir kopi. Raut wajahnya heran dan ada kerutan samar tampak di keningnya. Dia menghampiriku lalu meletakkan minumannya di meja, kemudian menarikku untuk duduk di sofa empuk itu.

Oh, dia dari membuat kopi.

Rambut spike-nya berantakan dan hanya memakai celana boxer tanpa sehelai pakaian pun yang menampakkan dada bidang itu.

"sudah kubilang, jangan bertelanjang dada di waktu malam seperti ini, udara malam sangat tidak baik untuk kesehatan dan mengapa tidak membangunkan aku untuk membuatkanmu kopi?" Aku memandang wajah teduh itu yang begitu hangat menatap dengan ekspresi yang di buat-buat marah, tapi hanya senyuman yang terlihat dari wajah itu sembari mengusap rambut berantakan ini setelah menghampiri.

"Sudah aku katakan, kamu tidak pandai ber-acting antagonis seperti itu, jadi berhentilah." Timpal Firhan beralih dengan sarkasme dan tatapan menggoda.

Aku mencebik dan mendengus, namun tidak bisa menahan senyum konyol ini merekah, kemudian menyandarkan kepala di dada Firhan yang membuatnya tersenyum, sembari memandang langit-langit yang begitu indah. Rasanya seperti berada di pantai dan hanya berdua dengannya. Tempat ini benar-benar membuatku nyaman dengan suasananya.

"Aku tidak tega merepotkan istriku pada jam-jam larut malam begini. Lagi pula, aku tidak ingin menganggu tidur nyenyaknya. Tentang pakaian, maaf. Bukannnya tidak mendengarmu, Sayang, hanya saja sangat gerah. Aku tidak terlalu suka menyalakan pendingin ruangan jika otakku sibuk memecahkan masalah kerjaan," Firhan menyela dengan gumaman yang membuat pipiku terasa memanas. Berusaha menahan senyum sebisa mungkin, namun lagi-lagi senyuman berseri yang terlihat. Lagi, kebiasaan dan hal baru yang aneh kuketahui.

lelaki itu kini mengusap lembut rambutku, "Mengapa bangun, Sayang?" alih Firhan yang membuat aku setengah mendekap sembari masih menyandarkan kepala di dadanya, melingkarkan tangan di pinggang lelaki itu.

"Mungkin …. karena tidak ada kamu." Dia tersenyum. Lalu, "Kamu sudah menangis?" selanya saat sejenak kami saling menatap seketika dengan ekspresi wajah indah itu berubah dengan kening berkerut.

Oh, aku tahu yang ia maksud.

"Tepatnya, terharu." Senyum malu-malu kini tampak dan dia hanya memandang penuh tanya masih tidak mengerti.

"Maaf, tapi aku tidak sengaja membaca e-mail dari Isti."

Firhan kemudian memperbaiki posisi duduknya, saat aku tak lagi menyandarkan kepala di dada kokoh nan atletis itu. Senyum simpul terlihat di wajahnya. "Oh, kamu menemukannya. Sengaja pun, tidak apa, Sayang. Tapi, jangan di ulangi lagi, ya? Kamu mengerti, kan? Sikap seperti itu tidak sopan,"

Lagi-lagi membuat aku tersipu dan mengangguk patuh. “Maaf,” desahku lagi yang membuat senyum di wajahnya terbit sembari mengangguk.

Dia benar! Sangat tidak sopan jika diam-diam menggunakan yang bukan milik kita, terlebih tanpa ada izin dari pemiliknya. Dan ini salah satu yang kusukai darinya, ia terkadang menjadi orangtua, kakak, sahabat, teman, sekaligus suamiku. Selalu mengingatkan dan menasihati dengan penuh kelembutan.

"Jadi, itu alasan sesungguhnya ayah tidak hadir tadi?" tanyaku bersuara lagi setelah berdehem sembari ibujarinya mengusap telapak tanganku yang tengah di genggamnya.

Aku memandang serius dan hanya jawaban senyuman manis di wajah Firhan. Cukup lama lelaki itu terdiam dan menunduk yang membuat aku masih menunggu, lalu wajah dia terangkat.

"Apa?" desakku mencoba lagi.

Senyum konyol namun mempesona itu lagi-lagi tampak. Bukannya langsung menjawab.

Kebiasaan!

Lagi, aku masih menunggu, meski senyumku mulai samar-samar terbit. Entah mengapa, ada saja sifat atau tingkahnya yang membuatku tersenyum dan gemas, namun sekaligus itu menyebalkan.

“Maaf, kalau tadi aku sempat berbohong padamu, bahwa ayah sibuk, ku hanya tidak ingin kamu ikut kecewa dan sedih,” akuinya tetiba setelah hening.

“Ya, aku mengerti, Sayang. Dan maaf juga, karena menanyakan hal tadi seperti itu di suasana yang tidak tepat,”

Dia mengangguk dalam senyuman, kemudian menarik kepalaku kembali bersandar di dadanya dan sesaat mengecup pucuk kepala ini.

“Omong-omong, Istriku, baru bangun dari tidur saja masih terlihat cantik." Gumam Firhan tiba-tiba yang berhasil membuat senyuman terbit dengan melebar menyentuh mata yang tak bisa menahan lagi saat memundurkan kepala darinya untuk melihatnya. Harus kuakui, lagi, dia membuatku tersipu lalu menuduk.

Oh, lagi-lagi dia berhasil mengalihkan dan pandai mengubah suasana menjadi menghangat kembali!

Seketika desahan mengalah terdengar. Percuma saja mendesak lelaki mempesona ini, dia punya seribu cara untuk mengalihkan terus.

"Jadi, kamu sering meninggalkan aku tidur sendirian di kamar?"

Kekehan Firhan terdengar setelah memutar matanya. "Maafkan aku, tapi ada pekerjaan yang harus di selesaikan, Sayang."

"Aku marah!"

Dan bukannya takut atau cemas, kekehan itu terdengar lagi, bahkan kali ini dengan nada mengejek dan menatap wajah konyol ini yang berusaha di buat-buat dengan ekspresi kesal pada lelaki dengan wajah innocent-nya.

"Oh, ya? Aku baru tahu, ada yang marah tapi bilang-bilang!" Sarkasme Firhan dengan kilatan humor menggoda di mata dan wajahnya membuat aku tak bisa menyembunyikan ekspresi senang dan senyumku.

"Fir? " erangku manja dan tawa pecah terdengar seketika, lalu menarikku dalam peluknya.

"Sudahlah, ayo tidur!" rayu Firhan setelah tawa mereda dan hendak berdiri untuk bergegas mengantarku ke kamar.

"Tidak mau kalau tanpa kamu, Fir. Aku tidak mau tidur sendiri lagi, aku tidur di sini saja!" elakku mengerang yang melingkarkan tangan di lengannya. Dia tersenyum hangat. "Baiklah, kita tidur di kamar, tapi aku save pekerjaanku dulu, membereskan semuanya, lalu kita tidur, oke?"

Aku mengangguk riang penuh senyuman. Firhan lalu mengusap rambutku dengan lembut. "Jangan tidur di situ, ya, bisa-bisa tubuhmu nanti sakit, Sayang." Pesannya lembut memandang hangat.

Senyumanku merekah lebar sembari mengangguk patuh. Dia lalu bergegas ke meja kerja besar itu dan mulai mengotak-atik laptopnya.

Aku bersandar pada sofa, memandang wajah serius itu yang begitu indah dari sini yang sesekali melirik ke arahku kemudian tersenyum manis. Aku menguap yang seketika membuat mataku berat. Mungkin kerana suasananya yang begitu nyaman dan sejuk hingga membuat mata ini memaksa untuk tidur.

Aku memandang wajah itu lagi dengan tatapan sayup. Entahlah, mengapa aku manja pada lelaki itu malam ini. Mungkin, efek dari kehamilan yang sudah berjalan lima bulan.

Dia lalu menyesap kopi sesekali dan sepertinya mulai lagi serius sembari menatap laptopnya sambil mengutak-atik laptop dan membuatku lagi-lagi menguap.

Ugh!

Dan antara mimpi atau tidak, samar-samar aku mendengar suara indah bersenandung setelah kecupan manis itu di kepalaku, bersama dengan perasaan melayang seperti tubuhku terangkat. Lagu yang sama seperti saat di mobil, Right Here Waiting For You dari Richard Marx. Aku terlelap, dalam kehangatan yang begitu nyaman, sangat nyaman, hingga diam-diam, entah telah berada dalam mimpi atau tidak, kupanjatkan doa agar takkan pernah kehilangannya.

 

...* * *...

1
Noveria_MawarViani
mampir juga ya ke novelku
Noveria_MawarViani
romantis banget
Noveria_MawarViani
bagus ceritanya
tasha angin
Gak sabar nunggu kelanjutannya!
Moira Ninochka Margo: halo kak, makasih udah baca, udah di up ya sampai bab 10
total 1 replies
Sky blue
Salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap!
Moira Ninochka Margo: halo, makasih udah mampir dan support. Moga betah, hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!