NovelToon NovelToon
Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Cinta Yang Dijual(Suami Bayaran) By Leo Nuna

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Beda Dunia / Wanita Karir
Popularitas:664
Nilai: 5
Nama Author: Leo.Nuna_

Prolog:
Claretta Fredelina Beryl adalah seorang wanita dewasa yang belum juga menikah di usianya yang ke 28 tahun.

Dan karena itu Letta sering kali di teror dengan pertanyaan "kapan nikah?" Bahkan keluarga besarnya sampai mengatur sebuah perjodohan dan kencan buta untuknya, tapi dengan tegas Letta menolaknya namun tetap saja keluarganya menjodoh-jodohkannya.

Tanpa keluarga Letta ketahui, sebenarnya Letta mencintai seorang pria namun sayangnya pria itu bukanlah pria yang berstatus lajang. Yah, Letta mencintai seorang pria yang sudah menjadi seorang suami. Meskipun Letta mencintai pria itu Letta tidak pernah memiliki niat untuk menjadi orang ketiga dalam hubungan pria itu.

Lalu bagaimana jika tiba-tiba Letta berubah pikiran? Apa yang menyebabkan Letta berani menjadi orang ketiga di rumah tangga yang harmonis itu? Yuk simak ceritanya!
Selamat Membaca Guy's!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leo.Nuna_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 09 (Saat Kenyataan Menyapa)

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇

Hari-hari pun berlalu. Sejak percakapan terakhir itu, hubungan antara Letta dan Zidan perlahan membaik. Tak jarang mereka terlibat dalam obrolan ringan, meski tetap dalam batasan yang wajar dan profesional.

Hal itu memberi Letta ketenangan. Ia kini bisa menjalankan pengawasan terhadap proyek pembangunan hotel dengan lebih fokus, tanpa lagi dihantui rasa canggung atau takut akan pertemuannya dengan Zidan.

Letta merasa dirinya telah benar-benar berdamai dengan masa lalu. Meski perasaan itu belum sepenuhnya padam, ia mulai menerima kenyataan bahwa mencintai tidak selalu harus memiliki. Melihat orang yang ia cintai bahagia, meski bukan dengannya, sudah cukup.

Waktu berlalu cepat. Tak terasa, hampir sebulan Letta tinggal di daerah A. Selama itu pula, ia belum pernah bertemu langsung dengan istri Zidan. Namun sepertinya dewi Fortuna sedang ingin mempertemukannya hari ini.

Siang ini, Letta memiliki agenda meninjau proyek seperti biasa. Sebelum ke lokasi, ia memutuskan makan siang bersama para pekerja proyek—sebuah hal yang sudah beberapa kali ia lakukan sebagai bentuk kepedulian. Hari ini, ia bahkan membelikan mereka makanan.

Di tengah suasana makan yang hangat dan santai, seorang wanita tiba-tiba datang menghampiri mereka. Langkahnya mantap, penampilannya modis dan mencolok. Beberapa orang yang sudah mengenalnya hanya menoleh sekilas. Namun bagi Letta, ini adalah pertemuan pertama mereka.

“Mas,” panggil wanita itu, suaranya membuat Zidan yang asik mengobrol dengan rekan kerjanya menoleh kaget.

Letta mengamati interaksi itu dengan tenang, namun dalam hatinya mulai menebak-nebak.

Apakah ini istri Zidan? batinnya. Cantik. Letta tak bisa menyangkal. Wanita itu memang menawan, dengan aura yang mencolok—berbeda dengan kesan sederhana yang Zidan tunjukkan dalam kesehariannya.

Namun Letta hanya tersenyum tipis, menunduk sopan, dan kembali menyuap makanannya, menyimpan pikirannya sendiri rapat-rapat di dalam hati.

"Sayang, kenapa?" tanya Zidan lembut sambil menghampiri Felicia dan menggandengnya menjauh dari kerumunan pekerja yang tengah makan siang.

"Aku butuh uang," jawab Felicia to the point, tanpa basa-basi.

Zidan menarik napas panjang. "Tapi gaji mas baru cair tiga hari lagi, Sayang."

"Mas, masa nggak punya uang sedikit pun?" Felicia mengerucutkan bibirnya, nada suaranya mulai kesal.

"Mas beneran nggak punya," jawab Zidan jujur, berusaha tetap tenang.

"Tapi aku butuh uang sekarang, Mas," tekan Felicia lagi.

"Untuk apa, sih?" Zidan mencoba bersabar meski hatinya mulai panas.

"Aku mau hangout sama teman-teman," ucap Felicia santai, seolah itu adalah kebutuhan yang tak bisa ditawar.

Ekspresi wajah Zidan langsung berubah. "Mas udah bilang, jangan terus-terusan ikut-ikut mereka. Mereka itu pengaruhnya nggak baik."

"Jangan jelekin teman-teman aku ya! Mereka itu yang selalu ada buat aku, yang hibur aku waktu aku sedih!" sahut Felicia tajam.

"Hibur? Yang ada malah bikin kamu jadi boros dan nggak tahu prioritas!" Zidan mulai tak bisa menahan emosinya. Suaranya meninggi, seakan lupa bahwa mereka ada di tempat umum—di lingkungan kerja pula.

Felicia menyilangkan tangan di dada. "Mas yang salah! Bukan aku yang boros, tapi mas yang nggak bisa penuhi kebutuhan aku!"

"Felicia!" bentak Zidan dengan suara yang cukup keras hingga beberapa rekan kerjanya tersentak dan langsung menoleh. Letta yang dari tadi memperhatikan dari kejauhan, ikut merasa khawatir.

Tanpa pikir panjang, Letta melangkah mendekat. "Maaf, aku nggak berniat ikut campur... Tapi apa semuanya baik-baik saja?" tanyanya hati-hati.

Felicia langsung menoleh dengan tatapan tajam. "Kamu siapa?" tanyanya dengan nada sinis. Matanya menilai Letta dari ujung kepala hingga kaki—tak menyangka suaminya berada di lingkungan kerja dengan wanita secantik ini.

"Dia bos aku," jawab Zidan cepat, tegas namun dengan suara lebih rendah.

Mata Felicia membelalak kaget. Ia sama sekali tak menyangka bahwa wanita elegan di depannya adalah atasan suaminya. Namun, ekspresinya segera berubah—senyum manis tersungging di wajahnya, seolah mencoba menutupi rasa canggung yang sempat muncul.

"Ah, kalau begitu pas sekali," ucap Felicia tiba-tiba, membuat Letta sedikit menyeringit bingung, sementara Zidan langsung memasang wajah waspada.

"Jadi begini, Bu..." lanjut Felicia dengan nada manja, "saya sedang butuh uang. Apa mungkin gaji suami saya bisa dicairkan lebih dulu?"

Letta terdiam. Sementara Zidan melotot, matanya menyiratkan kemarahan yang ia tahan mati-matian. Ia tak habis pikir—apa yang sebenarnya terjadi dengan istrinya? Sejak kapan Felicia bisa setega ini, mempermalukan dirinya di tempat kerja?

Letta sekilas melirik Zidan, yang kini hanya bisa menunduk pasrah, malu atas sikap istrinya sendiri. Letta perlahan mulai memahami ada sesuatu yang tidak beres dalam rumah tangga Zidan. Ada luka yang tak terlihat.

Akhirnya, Letta menghela napas kecil lalu menatap Felicia kembali.

"Tentu," ucapnya singkat, lalu menoleh memanggil Etan, asisten pribadinya.

"Ya, Nona?" sahut Etan cepat setelah menghampiri.

"Tolong bantu uruskan masalah gaji Pak Zidan bersama Ibu ini," perintah Letta tenang namun tegas.

Felicia langsung tersenyum lebar, kegirangan tak terkira. Tanpa menoleh lagi pada suaminya, ia mengikuti Etan pergi dari tempat itu, seolah lupa sepenuhnya pada Zidan.

Kini tinggal Letta dan Zidan berdiri berdua, diam dalam ruang yang mendadak terasa sunyi. Letta bisa merasakan ada luka yang dalam di balik sikap diam Zidan. Dan saat itu juga, hatinya semakin yakin—pernikahan Zidan dan Felicia tidak sedang baik-baik saja.

"Maaf," ucap Zidan akhirnya, perlahan menatap Letta yang masih berdiri di hadapannya.

Letta mengerutkan kening, heran. "Maaf untuk apa?"

"Untuk keributan tadi... dan untuk permintaan istriku soal gaji itu," jawab Zidan, nadanya rendah, penuh rasa bersalah.

Letta tersenyum kecil. "Aku rasa itu hal yang wajar. Kalau memang istrimu sedang membutuhkan dan aku bisa membantu, kenapa tidak?"

Zidan hanya mengangguk, tak mampu berkata apa-apa. Ada rasa campur aduk yang sulit dijelaskan dalam dadanya.

Letta lalu menatap Zidan dengan pandangan yang lebih tenang. "Jadi... itu istri kamu?"

Zidan mengangguk pelan. "Iya," jawabnya singkat.

Letta tersenyum tipis. "Cantik," komentarnya tulus.

Zidan kembali menatap Letta, dan dalam hati, ada kalimat yang nyaris lolos dari bibirnya—namun akhirnya hanya tersimpan dalam diam.

Andai kamu tahu, Letta... Wanita yang kamu puji cantik itulah alasan aku menolakmu dulu, batin Zidan.

"Terima kasih, Letta," ucap Zidan tulus, sorot matanya menunjukkan ketulusan yang sulit disembunyikan.

Letta menatapnya dalam diam, cukup lama hingga udara di antara mereka terasa berbeda. Lalu ia menghela napas—pelan, tapi mantap.

“Zidan... kamu nggak harus terus merasa bersalah,” ujarnya lembut. “Aku nggak marah. Dan aku nggak pernah menyesal sudah membantu kalian.”

Zidan hanya menunduk, tak mampu membalas apa-apa selain dengan anggukan kecil. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi semuanya terasa tak layak diucapkan saat ini.

Hari itu, proyek berjalan seperti biasa. Mesin kembali meraung, para pekerja kembali sibuk dengan tugas masing-masing. Namun, di hati Letta, ada yang berubah.

Percakapan barusan, pertemuan tak terduga, dan kenyataan yang baru saja ia saksikan—semuanya perlahan membentuk sesuatu yang baru dalam dirinya.

TBC...

1
Mira Esih
ditunggu terus update terbaru nya thor
Leo Nuna: siap kak🫡
total 1 replies
Mira Esih
sabar ya letta nnti jg ada perubahan sikap Zidan masih menyesuaikan keadaan
Mira Esih
terima aja Zidan mungkin ini takdir kamu
Leo Nuna: omelin kak Zidan-nya, jgn dingin2 sma Letta😆🤭
total 1 replies
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah hidupnya pas²an..
Okto Mulya D.: sama²
Leo Nuna: iya nih kak, makasih loh udh mampir😉
total 2 replies
Okto Mulya D.
Kasihan ya, cintanya ditolak
Okto Mulya D.
Zidan Ardiansyah cinta putih abu-abu yaa
Okto Mulya D.
semangat Letta
Okto Mulya D.
udah mentok kalii sudah 28 tahun tak kunjung ada
Okto Mulya D.
Letta coba kabur dari perjodohan.
Okto Mulya D.
jadi pelakor yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!