Alika tak pernah membayangkan hidupnya bisa berubah secepat ini. Semua berawal dari satu permintaan sepele saudari tirinya, yang menyuruh Alika pergi ke sebuah hotel.
Karena sebuah kekeliruan, Alika justru masuk ke kamar hotel yang salah dan menghabiskan malam dengan Sagara, sang CEO dingin dan arogan yang selama ini hanya dikenalnya dari jauh.
Apa yang terjadi malam itu seharusnya dilupakan. Tapi takdir berkata lain.
Saat Alika mengetahui dirinya hamil. Ia dihadapkan pada pilihan yang sulit, menyembunyikan semuanya demi harga diri, atau menghadapi kenyataan dengan kepala tegak.
Namun, yang paling mengejutkan, justru adalah keputusan Sagara. Pria yang katanya selama ini tak tersentuh, datang kembali ke dalam hidupnya, menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar tanggung jawab.
Cinta perlahan tumbuh di antara keduanya. Tapi mampukah cinta bertahan saat masa lalu terus menghantui dan realita kehidupan tak berpihak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 32
Tak lama setelah kepergian Cindy, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah.
Alika yang masih duduk di ruang tamu bangkit perlahan. Ia membuka pintu dan matanya langsung membulat saat melihat sosok tua yang sangat ia kenal berdiri di sana.
“Kakek?” serunya bahagia.
“Bagaimana kabarmu? Kamu baik-baik saja, Nak?” tanya pria itu dengan suara lembut.
Tanpa ragu, Alika memeluk tubuh renta itu erat-erat. Meski bukan kakek kandungnya, Alika sudah menganggap Kakek Hermawan seperti keluarganya sendiri. Seseorang yang hangat, yang selalu peduli padanya sejak awal pernikahan ini terjadi.
“Aku baik, Kek. Aku kangen.”
“Kakek juga kangen, sayang. Maaf, Kakek hanya bisa datang seminggu sekali. Kesehatan Kakek juga sudah tidak seperti dulu.”
Alika tersenyum, lalu menggandeng Kakek Hermawan masuk. Mereka berbincang sebentar, sebelum sang kakek menyampaikan maksud kedatangannya.
“Kakek sudah makan siang?” tanya Alika sambil memijat tangan nya.
“Belum. Justri kakek datang kemari karena itu,” jawabnya. “Kebetulan cuaca hari ini cerah. Bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar? Kakek ingin mengajakmu ke satu tempat yang mungkin kamu suka.”
Alika mengangguk senang. Sudah lama ia tidak keluar rumah, dan ajakan itu terasa seperti udara segar untuknya.
“Boleh, Kek. Tapi aku ganti baju dulu ya.”
“Tentu, Nak. Kakek tunggu di mobil.”
**
**
Di kantor pusat Perusahaan Aditama, suasana baru saja kembali tenang setelah rapat panjang. Sagara menyandarkan punggung di kursi eksekutifnya dengan mata terpejam.
Lee, setia seperti biasa, menyodorkan segelas air mineral.
“Tuan, bagaimana kalau kita makan siang di kafe favorit anda? Wajah anda tampak lelah.”
Sagara membuka mata, menatap kosong sejenak. Lalu menggeleng. “Tidak. Aku ingin cepat pulang hari ini.”
Lee mengangkat alis, nyaris menjatuhkan botol air dari tangannya.
“Pulang? Sekarang? Tumben sekali.”
“Aku hanya ingin pulang!” ulang Sagara.
Mereka langsung menuju ke mobil tanpa banyak bicara. Lee membuka pintu dan mempersilahkan Sagara untuk masuk.
“Silahkan, Tuan.”
“Hmm.”
Sebelum sampai rumah, Sagara meminta Lee berhenti di suatu tempat.
“Ada apa Tuan?” raut gelisah Sagara membuat Lee bertanya-tanya.
“Aku ingin membelikan sesuatu untuk Alika,” katanya tiba-tiba.
Lee makin terkejut. Tapi ia tak banyak tanya dan segera mengarahkan mobil ke sebuah butik mewah yang cukup terkenal di kalangan elite.
Mobil berhenti di depan butik. Sagara belum turun. Ia menatap ke arah dalam butik, di balik kaca, seorang wanita tampak sibuk merancang gaun dengan konsentrasi penuh.
Wajah itu, sudah lama tak ia lihat secara langsung. Cantik, elegan, dan mempesona seperti biasa.
Lee, yang duduk di kursi pengemudi, menoleh. “Anda yakin ingin masuk, Tuan?”
Sagara tidak menjawab. Ia membuka pintu mobil dan turun. Tapi baru beberapa langkah, langkahnya terhenti.
Sebuah tangan melingkar di lengannya dengan sangat erat.
“Sayang, aku kangen,” ucap Cindy manja.
Sagara menoleh. “Kamu?” gumamnya. Ia melepaskan tangan Cindy perlahan dan menatapnya datar.
Setelah meninggalkannya tanpa pamit, wanita ini muncul lagi di hadapannya tanpa tahu malu.
Biasanya, jika Cindy memeluknya seperti ini, Sagara akan merasakan sesuatu. Tapi kali ini tidak ada. Rasanya hampa.
Tidak ada debar, tidak ada ketertarikan. Tidak seperti saat Alika memegang tangannya, walau hanya sebentar. Yang bisa membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
Cindy tampak kecewa dengan sikap dingin itu. Namun sebelum sempat berbicara lebih jauh, sebuah mobil lain berhenti tak jauh dari mereka.
Mobil itu milik Kakek Hermawan.
Dari dalam, Alika hendak turun ketika matanya menangkap pemandangan tak menyenangkan Sagara dan kekasihnya.
Lengannya tergantung di tangan Sagara, dan dari ekspresi mereka, jelas bukan interaksi yang biasa.
“Sepertinya, aku tidak seharusnya ikut, Kek,” ucap Alika pelan, menunduk.
Kakek Hermawan menatap wajah cucu menantunya itu, lalu menghela napas.
“Kita tetap turun. Kamu tidak perlu lari dari siapapun, Alika.”
Alika menahan nafasnya. Matanya terasa panas, tapi ia mengangguk. Ia tahu, cepat atau lambat ia akan kembali berhadapan dengan Cindy. Ia hanya berharap, bukan hari ini.
Tapi hidup memang tak pernah menunggu kesiapan siapa pun.
Saat turun, langkah Alika terasa berat. Ia berjalan beriringan dengan Kakek Hermawan, mendekati butik tempat mereka hendak membeli gaun.
Sagara menoleh, dan matanya membulat saat melihat Alika. Wajah gadis itu tenang, tapi sorot matanya begitu menusuk. Sagara merasa dirinya seperti seorang suami yang ketahuan selingkuh.
Cindy menatap Alika dengan tatapan menyelidik.
“Lagi-lagi kita bertemu,” ucap Cindy dengan senyum tipis.
“Sayangnya, aku tidak menantikan pertemuan ini.” Alika menatapnya datar.
“Sagara, seharusnya kamu tahu mana yang pantas kamu peluk di tempat umum, dan mana yang tidak!” sahut kekek Hermawan. “Membuang berlian demi emas berkarat? Menggelikan!” sindinya.
Sagara tak bisa menjawab. Untuk pertama kalinya, ia merasa bersalah.
“Sudahlah, Kek. Tidak perlu berlama-lama di sini! Ayo masuk. Aku sudah tak sabar melihat-lihat dan menghabiskan uang kakek,” kata Alika.
Kakek Hermawan malah tertawa mendengar ucapan Alika.
“Tentu saja. Kamu bebas menghabiskan uang kakekmu itu, cucu menantu.” mereka berdua masuk ke dalam mengabaikan Cindy yang nampak menahan amarah.
Sagara ingin menahan, ingin menjelaskan, tapi bibirnya terasa berat. Alika berlalu tanpa melihatnya lagi.
Dan untuk pertama kalinya, Sagara merasa takut kehilangan.
lain di bibir....
lain di hati..
bisa2 disuruh manfi kembang 7 rupa dan tidur di luar kamar RS...
😀😀😀❤❤❤❤
bisa saja cindy bohong...
❤❤❤❤❤