"Lebih baik, kau mati saja!"
Ucapan Bram membuat Cassandra membeku. Dia tidak menyangka sang suami dapat mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hatinya. Memang kesalahannya memaksakan kehendak dalam perjodohan mereka hingga keduanya terjebak dalam pernikahan ini. Akan tetapi, dia pikir dapat meraih cinta Bramastya.
Namun, semua hanya khayalan dari Cassandra Bram tidak pernah menginginkannya, dia hanya menyukai Raina.
Hingga, keinginan Bram menjadi kenyataan. Cassandra mengalami kecelakaan hingga dinyatakan meninggal dunia.
"Tidak! Kalian bohong! Dia tidak mungkin mati!"
Apakah yang terjadi selanjutnya? Akankah Bram mendapatkan kesempatan kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09. Ancaman
"Anak ini... anakmu, Bram!"
Suara Raina menggema di ruang tamu rumahnya. Wajahnya memerah, antara kepanikan dan ambisi untuk mempertahankan hubungan yang bahkan tak pernah benar-benar ada. Bram berdiri kaku di ambang pintu, menatap dingin, rahangnya mengeras menahan ledakan emosi.
Bram ingat dengan jelas, keduanya tidak pernah melewati batas. Memang terkadang pria itu melakukan kontak fisik, tetapi tidak lebih dari pelukan atau ciuman. Bram masih mengerti kalau dirinya adalah suami dari Cassie.
Lagi pula, pria tersebut tidak ingin merusak Raina. Bram adalah pria bertanggung jawab, walau pun dia bukanlah suami yang baik untuk Cassie.
"Apa kau pikir aku akan percaya begitu saja?" suaranya terdengar dalam, pelan, tapi setiap katanya menghantam hari Raina seperti palu.
Raina melangkah maju. "Aku tidak bohong. Aku terlambat dua minggu, dan—"
"Aku tidak pernah menyentuhmu, Raina." Mata Bram menusuk. "Jadi kalau kau ingin bermain drama, silakan. Tapi jangan libatkan aku dalam cerita palsu yang kamu buat."
"Tapi, aku benar-benar hamil. Kejadian saat di villa sangat cocok dengan usia kehamilanku. Kamu tidak bisa lepas begitu saja dari tanggung jawab," tukas Raina masih berusaha untuk memengaruhi Bram.
Perempuan itu tidak peduli lagi dengan apa pun. Raina sudah diberikan angin segar. Kedekatan mereka selama ini bukanlah khayalan Raina semata. Tentu perempuan itu tidak terima bila Bram ingin mengakhiri hubungan mereka begitu mudahnya.
"Aku tidak akan pernah mengakui anak yang ada dalam kandunganmu. Aku yakin tidak pernah melakukan apa pun selain dengan istriku," balas Bram percaya diri.
Tiba-tiba, dari arah dapur, Rini, ibu Raina, muncul dengan nada marah. "Kau tak bisa bicara begitu pada Raina! Apa kau pikir kami akan membiarkanmu lari dari tanggung jawab? Kau harus menikahi Raina, masa depannya sudah hancur Bram."
Bram menoleh ke arah wanita paruh baya itu, ekspresinya datar. "Saya tidak lari dari apa pun, Bu Rini. Tapi saya juga tidak akan diam saat anak Anda menjatuhkan nama saya tanpa bukti. Itu bukanlah anakku."
Setelah semua kejadian berlalu, Bram baru menyadari kalau Rini pun ternyata adalah perempuan yang begitu ingin sang putri menjadi istrinya. Bahkan , mungkin dia setuju saja bila Raina menjadi istri kedua.
"Jangan pura-pura suci!" teriak Rini. "Kau sering bermalam bersama Raina. Jangan bilang kalian hanya duduk manis. Aku bukan wanita bodoh yang dapat kamu bohongi," tukas Bu Rini semakin kurang ajar.
Bram menarik napas tajam. "Saya memang pernah ke vila, kami sering ke sana. Tapi saya tidur di ruang tamu, sendiri. Ada CCTV. Saya mabuk, iya. Tapi saya tidak pernah menyentuh Raina."
Mereka memang kerap kali bersama yang membuat Cassie cemburu. Bram tidak menyadari konsekuensi hal yang dilakukan mereka. Yang dia pikirkan hanya agar Cassie kesal dan menceraikannya. Akan tetapi, ketika Cassie menginginkan perpisahan, dia sendiri yang tidak bisa terima.
Raina melangkah mundur, air mukanya tegang. Tidak menyangka bila di vila tersebut DA CCTV. "Bram… kau tidak bisa bilang begitu… aku..."
"Kau hanya menepuk angin, Raina. Dan sekarang kau panik karena angin itu berbalik jadi badai." Bram mendekat, suaranya lebih pelan. "Kalau kau benar-benar hamil, silakan buktikan dulu siapa ayahnya. Lalu kita bicara. Aku akan bertanggung jawab pada anak itu, tetapi tidak dengan menikahimu," ucap Bram.
Bram tahu dia memang pria baj*Ngan yang mempermainkan wanita. Namun, dia sungguh menyesali semua perbuatannya pada Cassie. Membayangkan wanita itu kesakitan dan kehilangan bayi mereka, begitu menimbulkan penyesalan yang mendalam.
Saat suasana makin tegang, Pak Wira, ayah Raina, muncul dari rumah depan. Wajahnya lelah, langkahnya berat. Namun, yang mengejutkan semua orang adalah ucapannya.
"Sudahlah," kata Wira pelan. "Cukup semua ini. Hentikan drama kalian."
Bram menatap lelaki itu dengan penuh tanya, sementara Raina dan Rini sama-sama membisu.
"Aku tahu putriku melakukan kesalahan," lanjut Wira. "Aku minta maaf, Tuan Bram. Atas semua kekacauan ini... atas kehancuran rumah tanggamu."
Mata Bram melebar. Tidak pernah ia membayangkan permintaan maaf akan datang dari Wira, lelaki yang selama ini selalu terlihat netral dan jarang ikut campur.
"Aku tahu kamu menikah dengan Nona Cassandra. Dan aku tahu, sejak kedekatanmu dengan Raina, segalanya memburuk." Suara Wira berat, penuh penyesalan. "Aku tak bisa membela anakku dalam hal ini. Tapi aku bisa meminta maaf padamu sebagai seorang ayah."
Rini memprotes, "Wira, kenapa kau—"
"Diam, Rin!" bentak Wira. "Kau tahu semua ini salah. Tapi kau biarkan Raina makin tenggelam dalam kebohongan! Obsesi kalian akan menghancurkan Raina."
Raina menangis, tapi tidak berkata apa-apa. Ia tahu semuanya sudah berakhir, tetapi hatinya belum ingin menyerah.
Bram mengepalkan tangan, menahan amarah dan kesedihan yang masih menumpuk dalam dadanya. Tapi ia tetap menjawab dengan kepala tegak, "Saya tak akan pernah bisa memaafkan diri saya sendiri. Tapi saya harap, keluarga kalian bisa membantu Raina untuk melihat kenyataan."
Wira mengangguk pelan. "Aku akan bicara pada anakku. Dan jika kau butuh, aku siap menjadi saksi bahwa kau tak pernah berniat menghancurkan hidup siapa pun."
Bram hanya mengangguk kecil, lalu berjalan keluar tanpa menoleh lagi. Hatinya masih dipenuhi luka… tapi untuk pertama kalinya, dia merasa satu pintu menuju pengampunan perlahan mulai terbuka.
"Tunggu aku, Cassie," gumam Bram tanpa menoleh sedikit pun ketika Raina memanggil namanya.
***
Bersambung...
Terima kasih telah membaca...
Dan juga keluarga Adrian kenapa tdk menggunakan kekuasaannya untuk menghadapi Rania yg licik?? dan membiarkan Bram menyelesaikannya sendiri?? 🤔😇😇
Untuk mendapatkan hati & kepercayaannya lagi sangat sulitkan?? banyak hal yg harus kau perjuangan kan?
Apalagi kamu harus menghadapi Rania perempuan licik yg berhati ular, yang selama ini selalu kau banggakan dalam menyakiti hati cassie isteri sahmu,??
Semoga saja kau bisa mendapatkan bukti kelicikan Rania ??
dan juga kamu bisa menggapai hati Cassie 😢🤔😇😇
🙏👍❤🌹🤭
😭🙏🌹❤👍