NovelToon NovelToon
RISA SAYANG BAPAK

RISA SAYANG BAPAK

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: hyeon'

Benar kata orang, tidak ada hal yang lebih menyakitkan kecuali tumbuh tanpa sosok ibu. Risa Ayunina atau kerap disapa Risa tumbuh tanpa sosok ibu membuatnya menjadi pribadi yang keras.

Awalnya hidup Risa baik baik saja meskipun tidak ada sosok ibu di sampingnya. Karena Wijaya—bapak Risa mampu memberikan kasih sayang penuh terhadapnya. Namun, di usianya yang menginjak 5 tahun sikap bapak berubah drastis. Bapak yang awalnya selalu berbicara lembut kini berubah menjadi sosok yang keras, berbicara kasar pada Risa dan bahkan melakukan kekerasan fisik.

“Bapak benci sama kamu, Risa.”

Risa yang belum terlalu mengerti kenapa bapaknya tiba tiba berubah, hanya bisa berdiam diri dan bersabar. Berharap, bapak akan kembali seperti dulu.

“Risa sayang bapak.”

Apakah Bapak akan berubah? Apa yang menyebabkan bapak menjadi seperti itu pada Risa? Ikuti terus kisah Risa dan jangan lupa untuk memberikan feedback positif jika kalian membaca cerita ini. Thank you, all💐

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hyeon', isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPS 9

Pagi ini Risa bangun lebih awal. Ia memang sengaja karena ingin menyiapkan sarapan untuk bapak. Risa pikir, sudah lama ia tak menyiapkan sarapan pagi untuk bapak. Terlebih, akhir akhir ini bapak tidak lagi membentaknya, mencambuknya ataupun memukulnya.

Dengan lihai ia berkutat dengan alat masak. Senyumannya menyungging kala melihat bapak yang tengah menuruni anak tangga.

“Risa udah bikinin bapak sarapan.” Ucap Risa yang tak digubris oleh bapak. Bapak berjalan begitu saja lalu mendudukkan dirinya pada salah satu kursi di sana. Risa tak mempermasalahkan bapak yang bersikap acuh padanya. Senyumnya masih merekah kala melihat bapak yang mulai memasukan satu sendok makanannya.

“Makanan apa ini?” Risa terkejut kala mendengar bapak yang berbicara dengan nada tinggi. Mata bapak memerah. Rahangnya mengatup dengan keras. Risa hanya diam dengan badannya yang sudah gemetar hebat.

Bapak mencengkeram kuat dagu Risa. Tatapannya tajam menyoroti mata Risa. Dengan kasar bapak menyeret Risa ke arah wastafel. Bapak meraih air panas tak jauh dari sana dan menuangkan ke tangan Risa yang saat itu masih di perban.

Risa diam, hanya linangan air mata yang terus keluar tanpa izin. Sakit? Tentu, bukan hanya batinnya yang terluka. Namun, fisiknya juga amat sangat terluka. Setelah puas, bapak berangsur pergi meninggalkan Risa.

Sebelum bapak benar benar pergi, beliau meraih vas bunga lalu memecahkannya begitu saja. Setelahnya, bapak melenggang pergi.

Sedetik kemudian, tawa Risa menggelegar seisi rumah. Tawa itu terdengar pedih. Bodoh! Risa merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa ia menganggap bapak sudah kembali seperti dulu?

Bapak belum berubah. Dan mungkin, tidak akan pernah berubah. Risa menghapus air matanya dengan kasar. Kepalanya menunduk melihat kedua tangannya yang sekarang melepuh.

Risa membuka perbannya kasar. Ia berjalan ke arah sofa, mengambil kotak P3K di dalam tasnya. Tangannya mulai mengoleskan salep secara bergantian. Matanya melihat sekeliling. Rumah yang semula rapi kini sudah kembali hancur.

Setelah selesai Risa pun memasukkan kembali kotak P3K tersebut ke dalam tasnya. Ia beranjak keluar membiarkan rumah kotor begitu saja. Meninggalkan pecahan piring dan vas yang berserakan.

Di jalan, ia mengayuh sepedanya dengan tatapan kosong. Apakah dirinya terlalu berharap? Terlalu mengharapkan bapak kembali seperti dulu. Nyatanya, bapak masih sama. Tidak ada yang berubah, ia terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa super heronya sudah kembali seperti dulu.

Risa selalu menganggap bapak super heronya. Bapak yang selalu menjadi tamengnya. Bapak yang selalu menjaganya dari orang orang jahat. Sekarang, bapak seperti tokoh jahat yang ada di film film. Bapak tidak lagi menjaganya dari orang orang yang jahat.

Terlalu asik melamun, Risa tak sadar jika di depannya terdapat batu yang lumayan besar. Sepedanya ambruk ketika bannya menabrak batu. Risa berdesis pelan memegangi lututnya yang terluka.

“Sialan.” Risa mengumpat pelan lalu mendirikan kembali sepedanya. Tangannya mengibaskan debu yang menempel di bajunya. Ia kembali mengayuh sepedanya dengan sedikit cepat. Kali ini ia tidak lagi melamun.

*****

“Risa,” panggil Mita—salah satu temannya. Risa pun menoleh ke arahnya.

“Ada apa?” Tanya Risa dengan nada dingin.

“Keadaan kamu gimana? Kemarin kamu kenapa? Kamu kena panik attack ya?” Rentetan pertanyaan terlontar dari mulut Mita. Satu persatu temannya yang lain mulai menghampirinya.

Risa bingung harus menjawab apa. Risa tahu mereka bukan peduli melainkan hanya ingin tahu saja. Lala masuk dengan langkahnya yang angkuh. Dengan sengaja ia menabrak bahu Risa sedikit keras.

“Lebay.”

“La, kamu nggak minta maaf ke Risa?” Lala berbalik, menatap sinis mereka yang dihadapannya sekarang.

“Apa lo bilang? Nggak sudi gue minta maaf ke dia.” Jawab Lala dengan ketus seraya menunjuk ke arah Risa.

“Gue nggak papa.” Jelas Risa kepada mereka agar tak banyak bertanya lagi. Ia pun berjalan ke arah bangkunya. Semuanya pun kembali pada bangkunya masing masing.

Tak lama guru datang dan pelajaran pun dimulai. Selama pelajaran, Risa sangat fokus dalam mengikuti pembelajaran. Risa melupakan sejenak kejadian tadi pagi. Jika terus mengingat dan memikirkannya akan membuatnya hilang fokus.

*****

Hari ini Risa sama sekali tidak berjumpa dengan Jeff. Ada rasa bersyukur karena ia tidak bertemu dengan Jeff. Mengingat kejadian tempo hari membuatnya sangat malu.

Ingin rasanya ia berbaur dengan Jeff. Mengobrol santai dengannya. Namun, rasanya sulit Risa lakukan. Berulang kali Jeff membantunya. Mengajaknya berbicara, tapi dia hanya menganggap Jeff angin lalu.

Entahlah, Risa sangat sulit untuk berinteraksi dengan lawan jenis. Ia tak suka mengeluarkan banyak suara. Risa hanya ingin hidup damai tanpa adanya gangguan dari luar.

Risa takut untuk percaya lagi pada seseorang. Ia takut jika ia sudah sepenuhnya percaya, orang itu akan mengkhianatinya seperti pada waktu SMP. Teman yang ia percayai ternyata mengkhianatinya.

Mata Risa tak sengaja melihat sosok yang mirip dengan Jeff. Ia mengerutkan keningnya, ia tidak salah itu memang Jeff. Tapi, dengan siapa ia bersama? Siapa gadis yang tengah bercanda gurau dengannya? Mereka sangat akrab.

Tunggu, apa pedulinya? Oh, perasaan apa ini? Kenapa tiba tiba dadanya bergemuruh?

“Lo ngapain masih di sini sih, Risa.” Gumam Risa yang menyadari bahwa ia sudah cukup lama berdiri di sana. Menatap Jeff yang masih asik bercanda gurau dengan seseorang yang tak ia kenal.

Jeff seperti menyadari ada seseorang yang memperhatikannya. Ia pun menoleh, dan melihat Risa yang berjalan dengan wajah juteknya. Jeff ingat jika hari ini ia sama sekali tak menemui Risa.

Apa Risa marah? Tapi kenapa dia harus marah? Bukannya memang sudah biasa Risa bersikap seperti itu? Wajahnya selalu menunjukkan ekspresi jutek.

“Risa pasti seneng karena gue nggak ganggu dia hari ini.”

*****

Mbak Laras yang sedari tadi melihat Risa yang jutek itu pun merasa takut. Jujur saja, ekspresi Risa saat ini sudah seperti ibu ibu komplek yang sedang melabrak.

Tak ada senyum yang tersungging di bibirnya. Hanya tatapan tajam dan lirikan sinis yang tercetak di sana. Keheningan pun menyelimuti mereka.

“Kamu kenapa to, Ris?” Tanya mbak Laras yang akhirnya membuka suara.

“Nggak papa, Mbak.” Nyali mbak Laras seakan ciut. Jika seperti ini ia sama sekali tidak berani mengajak Risa berbicara. Pintu masuk terbuka dengan lebar, terlihat pria muda dengan gadis cantik di sampingnya.

Mereka pun segera memilih tempat duduk dan memanggil waiters guna memesan makanan.

“Kamu mau pesen apa?”

“Samain aja kayak punya kamu, Jeff.” Ya, pria muda itu adalah Jeff. Dan gadis cantik di depannya adalah gadis yang dilihat Risa tadi sewaktu pulang sekolah.

Mereka pun telah selesai memesan. Selagi menunggu pesanan datang, kedua insan itu memilih untuk mengobrol santai. Di lain sisi, Risa berjalan sambil membawa nampan berisi pesanan seseorang.

Risa tak tahu jika ia sedang mengantarkan pesanan Jeff. Saat sampai, Risa tak begitu memperhatikan dua orang di hadapannya sekarang. Ia terlalu fokus pada nampannya. Hingga akhirnya ia menoleh karena Jeff yang memanggil namanya.

“Risa.”

“Jeff.”

*****

HAPPY READING 👀✨

Jangan lupa untuk selalu kasih feedback positif yaaa, terima kasih teman teman💐

1
Esti Purwanti Sajidin
vite dine ayuk thor up yg buanyak
Dadi Bismarck
Suka banget sama ceritanya, harap cepat update <3
hyeon': terima kasih sudah berkenan membacaa, akuu pastiin secepatnya bakal update>⁠.⁠<
total 1 replies
fianci🍎
Wuih, nggak sabar lanjutin!
hyeon': aaaaa, terima kasih atas dukungannya. semogaa sukaaa yaa🥺💐
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!