"Ka-kakak mau apa?"
"Sudah kubilang, jaga sikapmu! Sekarang, jangan salahkan aku kalau aku harus memberimu pelajaran!"
Tak pernah terlintas dalam pikiran Nayla Zahira (17 tahun) bahwa dia akan menikah di usia belia, apalagi saat masih duduk di bangku SMA. Tapi apa daya, ketika sang kakek yang sedang terbaring sakit tiba-tiba memintanya menikah dengan pria pilihannya? Lelaki itu bernama Rayyan Alvaro Mahendra (25 tahun), seseorang yang sama sekali asing bagi Nayla. Yang lebih mengejutkan, Rayyan adalah guru baru di sekolahnya.
Lalu bagaimana kisah mereka akan berjalan? Mungkinkah perasaan itu tumbuh di antara mereka seiring waktu berjalan? Tak seorang pun tahu jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 09 Cincin Kawin Ya Nay?
“K-kak?” panggil Nayla pelan.
Rayyan tersadar. Ia menjauhkan wajahnya dari telinga Nayla, menatap manik mata Nayla dengan sorot dalam.
“Kenapa?” tanyanya.
Nayla mengulum bibir bawahnya, ragu. “Eem bisa gak Kak lepas pelukannya dulu?” ucapnya pelan.
Rayyan mengernyit. “Kenapa memang?” tanyanya, tatapannya tak mau lepas dari mata Nayla.
Nayla menunduk, merasa pipinya panas. “Eem takut ada yang lihat Kak. Malu.”
Rayyan tersenyum miring. “Lihat kita kenapa? Ini kantor saya, Nayla. Orang-orang gak akan protes kalau tahu kamu istri saya. Lagi pula gak ada yang salah dengan suami istri berpelukan kan?”
Nayla jadi makin gugup, apalagi saat napas Rayyan yang beraroma mint terasa di pipinya. “Iya tapi tetep aja malu Kak.”
Rayyan mendekatkan wajahnya lagi. “Malu kenapa? Kamu cantik Nayla. Saya bangga banget punya istri secantik kamu.”
Nayla menahan napas. “Nih orang kenapa sih? Kok bikin deg-degan begini,” gumamnya dalam hati.
Tiba-tiba pintu terbuka.
“Permisi, Pak Rayyan,” suara Andra terdengar. Ia masuk tanpa menoleh, fokus pada berkas di tangannya.
“Ada klien yang ingin bertemu Pak. Mendesak.”
Begitu mendongak, ia langsung membeku. Matanya membelalak melihat atasannya sedang memeluk Nayla. Nayla yang tersentak kaget langsung mendorong Rayyan dengan panik hingga Rayyan mundur dua langkah.
Rayyan mendengus kesal, menatap Andra tajam. “Sudah saya bilang, jangan ganggu saya dulu kan?”
Andra menunduk dalam. “M-maaf Pak. Tapi ini penting sekali.”
Rayyan menahan emosi. Ia lalu menoleh pada Nayla yang sedang menunduk dalam. “Saya keluar sebentar. Kamu tunggu di sini. Kita pulang bareng nanti.”
“Iya,” jawab Nayla pelan.
Rayyan mendekat, mengusap kepala Nayla penuh kelembutan, lalu berjalan keluar dengan Andra. Namun sebelum benar-benar pergi, ia berhenti di ambang pintu.
“Lain kali jangan pakai baju yang gak kamu suka. Saya lebih suka kamu pakai baju yang biasa kamu pakai,” ucap Rayyan tanpa menoleh.
Nayla mengerutkan kening, menatap bajunya. “Emang bajunya kenapa?” gumamnya bingung.
Ia lalu duduk di sofa, memeluk bantal dengan napas berat. “Ya ampun Ma. Kenapa sih harus nyuruh gue pakai baju begini segala.”
“Gimana Ren?” tanya Rasya begitu Rena keluar dari lift dengan muka masam.
Rena mengepalkan tangannya. “Gue gak terima, Ras. Rayyan udah nemuin cewek lain.”
Rasya mengangkat bahu santai. “Salah sendiri Ren. Dulu lo lebih milih karir dari pada Rayyan. Yang lebih parah lagi lo gugurin anak kalian.”
Rena melotot. “Mana gue tau Rayyan bakal berubah kayak gini? Dia itu egois Ras! Gue udah bilang belum siap hamil, dia malah sengaja nyuruh gue hamil!”
“Ya wajar sih. Dulu Rayyan bucin banget sama lo Ren. Mungkin dia takut lo deket sama cowok lain makanya dia pengen lo hamil.”
“Tetep aja itu egois!” Rena bersikukuh.
Rasya menghela napas. “Sekarang lo mau apa?”
“Gue bakal rebut Rayyan lagi. Dia harus balik sama gue Ras. Harus!”
“Ma ngapain bawa Nayla ke sini?” tanya Mahendra bingung saat Mila duduk di hadapannya.
Mila tersenyum misterius. “Supaya semua orang tau Rayyan udah nikah lagi Pa. Biar cewek sialan itu tau diri.”
Mahendra mendesah. “Tapi kenapa Nayla? Kalau pakai seragam, dia bakal malu Ma.”
“Makanya Mama dandanin dia Pa. Nih liat aja.” Mila menunjukkan foto Nayla yang sudah didandani Rati.
Mahendra melongo. “Astaga ini Nayla? Beda banget Ma.”
“Bagus kan? Biar Rena tau diri Pa.”
“Tapi Rayyan gak masalah Nayla pakai baju begini?” tanya Mahendra ragu.
“Belum ada komplain Pa. Lagian Rayyan pasti bangga punya istri secantik Nayla.”
Mahendra cuma geleng-geleng kepala, malas berdebat dengan istrinya.
“Mama kok lama ya?” gumam Nayla sambil memainkan ponselnya di ruang Rayyan.
Tanpa ia sadari, ada seseorang yang memotretnya dari celah pintu. Tak lama pintu terbuka.
“Kak Rayyan?” Nayla menoleh.
“Ayo pulang.”
Nayla memiringkan kepala. “Terus Mama gimana?”
“Mama masih ada urusan sama Papa. Kita disuruh pulang dulu.”
Nayla mengangguk. Ia berjalan ke arah pintu, namun Rayyan menahan langkahnya.
“Tunggu.” Rayyan membuka jasnya, memakaikan pada Nayla.
“Ngapain Kak?” tanya Nayla bingung.
“Biar gak banyak mata yang usil.”
Rayyan lalu menggandeng tangan Nayla. Karyawan-karyawan yang melihat mereka lewat hanya bisa berbisik-bisik. Termasuk Rena, yang wajahnya sudah memerah menahan emosi.
“Brengsek dia sengaja pasti,” geram Rena.
Malamnya, Mila dan Mahendra menginap di rumah Rayyan. Rayyan yang tidak ingin ketahuan kalau ia dan Nayla belum tidur sekamar, mengunci pintu kamarnya dari luar.
“Kami istirahat dulu Ma, Pa capek,” pamit Rayyan sambil menarik tangan Nayla menuju tangga.
Nayla hanya bisa pasrah digandeng terus oleh Rayyan sepanjang hari. Di kamar, begitu pintu tertutup, Nayla langsung protes.
“Kak, bisa gak sih lepasin tangan aku? Udah pegel banget nih.”
Rayyan tersenyum, melepas genggamannya. “Baiklah. Tapi sekarang pelajari buku catatan yang saya kasih kemarin. Saya mau kasih kamu tugas.”
Nayla melongo. “Buku catatan? Hah? Buku yang mana?”
Rayyan mendengus. “Jangan pura-pura lupa. Saya ke kamar mandi dulu. Pas saya keluar, kamu harus udah siap.”
Nayla duduk di sofa dengan wajah lesu. Baru saja buka buku, ponselnya berdering.
“Hallo Nia,” sapa Nayla lemas.
“Hallo Nay! Lagi apa?” tanya Tania ceria.
“Lagi baca buku yang Kak Rayyan kasih. Kenapa?”
“Mau ngingetin aja, besok ada ulangan dari Pak Rayyan. Tapi kayaknya lo udah siap ya.”
Nayla membelalakkan mata. “Hah? Ulangan?”
“Iya beneran. Lo gak inget Nay?”
Nayla menghela napas panjang. “Terus gue harus gimana Nia?”
“Ya udah, do’a aja semoga besok gak jadi ulangan,” jawab Tania bercanda.
Tapi Nayla malah mendapatkan ide. “Nia, gue tutup dulu ya ada hal penting. Bye!”
Rayyan keluar dari kamar mandi. “Sudah siap?”
Nayla buru-buru menutup buku. “Kak, boleh gak besok aja tugasnya? Aku capek banget hari ini.”
Rayyan menatapnya dalam-dalam. “Kalau saya kabulkan, saya dapat apa?”
“Pahala,” jawab Nayla polos.
Rayyan tertawa kecil. “Saya gak mau pahala doang.”
“Terus Kakak mau apa?” tanya Nayla khawatir.
Rayyan menatapnya tajam, membuat Nayla menelan ludah. “Gak boleh minta cerai, apapun alasannya.”
Nayla terdiam, lalu mengangguk pelan. “I-iya.”
Pagi harinya, Nayla turun di halte, memastikan tak ada yang melihatnya, lalu berjalan menuju sekolah.
“Pagi, Nay!” sapa Tania dan Alika hampir bersamaan.
“Pagi, lebay amat sih, baru kemarin ketemu udah kangen aja,” cibir Nayla.
Mereka masuk kelas yang sudah penuh.
“Eh, tumben udah rame gini,” gumam Nayla.
“Lupa ya? Hari ini ada ulangan sama Ms. Killer,” ucap Tania.
“Oh itu.” Nayla duduk santai, bikin Alika heran.
“Lo yakin bisa Nay?” tanya Alika.
“Bisa lah,” jawab Nayla tenang. Semalam, syarat yang Rayyan minta cuma sederhana: jangan minta cerai. Gampang kan?
Bel berbunyi, Rayyan masuk dengan aura horor.
“Selamat pagi,” sapa Rayyan dingin.
“Pagi Pak!” jawab seisi kelas.
“Sekarang, buka buku halaman tujuh.”
“Hah? Bukannya hari ini ulangan, Pak?” tanya Anggi.
“Memangnya saya bilang ada ulangan?” jawab Rayyan kalem.
“Gak Pak!” seisi kelas bersorak senang.
“Ssstt itu Pak Rayyan kenapa sih? Lupa ulangan?” bisik Tania.
Nayla cuma senyum simpul. “Ya udah, nikmatin aja.”
Waktu istirahat, Nayla, Tania, dan Alika makan di kantin.
“Eh Nay, cincin lo baru ya?” tanya Tania sambil melirik jari Nayla.
Nayla panik. “I-ya, baru dibeliin bokap.”
“Mirip cincin kawin, ya. Lagi-lagi dipake di jari manis,” goda Tania.
“Yaelah Nia. Ini limited edition, pasnya di sini doang, ya mau gimana.”
Alika ikutan penasaran. “Pinjam dong Nay. Cantik banget.”
Nayla langsung panik. “Jangan, entar bokap gue marah kalo dilepas.”
Tania dan Alika saling pandang curiga. “Jangan-jangan itu beneran cincin kawin ya Nay?”