NovelToon NovelToon
Adik Iparku, Mantan Kekasihku

Adik Iparku, Mantan Kekasihku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Cinta Terlarang / Saudara palsu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Amy Zahru

Karma? Apa benar itu yang terjadi padaku? Disaat aku benar-benar tidak berdaya seperti ini.

Bagaimana mungkin aku meghadapi sebuah pernikahan tanpa cinta? Pernikahan yang tidak pernah ku impikan. Tapi sekali lagi aku tak berdaya. Tidak mampu menentang takdir yang ditentukan oleh keluarga. Pria yang akan menikahiku...aku tidak tahu siapa dia? Seperti apa sifatnya? Bagaimana karakternya? Aku hanya bisa pasrah atas apa yang terjadi dalam hidupku.

Aku sebenarnya masih menunggu seseorang dari masa laluku. Seorang pria yang sangat ku cintai sekaligus pria yang telah ku lukai hatinya. Nando Saputra, mantan kekasihku yang telah memutuskan pergi dariku setelah aku dengan tega mengusirnya begitu saja.

Sekarang rasa menyesal kembali menghatuiku saat ku tahu sebuah fakta yang lebih mengerikan...dia Nando, pria yang selama ini ku rindukan adalah adik dari pria yang menikahiku. Rasanya aku ingin bunuh diri saat ini juga....!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amy Zahru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Ciuman yang Menghantam

Bel rumah tiba-tiba berbunyi, nyaring menembus suara hujan deras di luar. Aku dan Nando sama-sama terkejut, saling menoleh ke arah pintu.

Nando berjalan lebih dulu, membuka pintu.

Dan di sana—berdiri seorang gadis dengan payung biru, rambut basah menempel di wajahnya, pipinya kemerahan karena dingin. Bella.

“Nando… aku khawatir. Hujan deras begini, kamu sendirian di rumah? Aku pikir kamu butuh teman,” katanya sambil tersenyum hangat.

Jantungku mencelos.

Apa yang dia lakukan di sini malam-malam begini?

Nando menoleh sebentar ke arahku, lalu kembali pada Bella.

“Masuklah, kamu basah kuyup.”

Aku hanya bisa berdiri kaku di belakang. Seperti orang asing di rumah sendiri.

Beberapa menit kemudian aku mencoba menenangkan diriku, menyiapkan dua cangkir cokelat panas di dapur. Kupikir itu cara paling waras untuk menahan emosiku agar tidak meledak.

Namun saat aku kembali ke ruang tengah—cangkir hangat di tanganku hampir terlepas.

Di depan mataku, Bella duduk di sofa, wajahnya begitu dekat dengan Nando. Dan sebelum sempat aku bersuara, bibir mereka bertemu.

Ciuman itu… terjadi begitu saja. Singkat, tapi cukup untuk menghancurkan hatiku.

Aku berdiri membeku, seluruh tubuhku gemetar. Rasanya seperti ada ribuan jarum menusuk dadaku. Hujan deras di luar seolah menertawakan diriku yang remuk.

Cangkir di tanganku bergetar hebat, cairan panasnya tumpah sedikit hingga mengenai kulitku.

Tapi aku bahkan tak merasakannya. Semua perhatianku hanya pada pemandangan menyakitkan itu.

Nando langsung tersentak, menyingkirkan wajahnya.

“Bella, jangan…” suaranya parau, penuh kebingungan.

Bella menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

“Aku cuma… aku nggak mau lihat kamu tersiksa sendirian, Nando. Aku ada di sini, selalu.”

Aku tak sanggup lagi. Cangkir itu akhirnya jatuh ke lantai, pecah berderak, suaranya memecah ketegangan.

Keduanya menoleh ke arahku. Bella terlihat kaget, sementara Nando mematung, wajahnya penuh rasa bersalah.

Aku menahan napas, air mataku jatuh tanpa bisa dicegah.

“Bagus sekali… ternyata ini caranya kamu menolakku, Nando? Untuk dicium perempuan lain di depan mataku?”

Suara hujan kian deras, seperti ikut menenggelamkan semua kewarasan yang tersisa di dalam hatiku.

Tubuhku bergetar hebat. Aku menunduk, menatap pecahan cangkir di lantai, lalu menatap Bella dengan sorot mata yang tak bisa lagi kusembunyikan.

“Pergi dari rumahku sekarang juga!” suaraku melengking, pecah bersama tangis yang kutahan sejak tadi.

Bella sontak berdiri.

“Kak Aura… aku bisa jelaskan. Aku hanya—”

“Jelaskan?!” aku menyeringai getir, air mataku jatuh deras. “Kamu mencium kekasih orang lain di rumah ini,… dan kamu masih mau menjelaskan, Bella?”

Wajah Bella pucat.

“Kalian bukan sepasang kekasih lagi. Aku cuma peduli sama Nando… aku—”

“Peduli? Itu alasan paling busuk yang pernah aku dengar. Jangan pernah pura-pura jadi malaikat di depanku!”

Aku melangkah maju, jarak kami hanya sejengkal. Tanganku sampai bergetar ingin menamparnya.

Nando buru-buru berdiri, menahan tubuhku.

“Aura, cukup! Jangan begini…”

Aku menoleh padanya, sorot mataku tajam menusuk.

“Kamu diam, Nando! Kamu pikir aku nggak lihat? Kamu pikir aku nggak tahu bagaimana kamu menikmatinya?”

Nando tertegun, wajahnya penuh luka, tapi aku sudah terlalu hancur untuk peduli.

Aku kembali menatap Bella.

“Dengar baik-baik. Sejak awal aku sudah tahu kamu mendekati Nando. Aku sudah tahu niatmu. Tapi aku tidak akan membiarkanmu merebutnya dariku. Tidak sekarang, tidak pernah!”

Bella menatapku dengan mata berkaca-kaca, mencoba tegar.

“Kak Aura… kamu sadar nggak apa yang kamu katakan? Nando itu adik ipar kamu. Kamu—”

PLAK!

Tanganku melayang, menampar pipinya. Suara tamparan itu menggema, bahkan menenggelamkan suara hujan di luar.

Bella terkejut, menutup pipinya yang memerah.

Aku menunduk, terengah, suaraku pecah.

“Jangan pernah… jangan pernah lagi kamu menyentuhnya, Bella. Kalau tidak, aku bisa lebih gila dari ini.”

Ruang tengah mendadak sunyi. Nando berdiri di tengah, bingung harus melindungi siapa. Bella menatapku dengan air mata jatuh, lalu mengambil payungnya dengan tangan gemetar.

“Aku pergi… tapi Kak Aura…” suaranya bergetar. “Cepat atau lambat, Nando akan sadar siapa yang benar-benar mencintainya.”

Dia melangkah keluar, meninggalkan aroma hujan dan kegetiran yang tak bisa hilang.

Aku jatuh terduduk di lantai, tangisku pecah, menutupi wajah dengan kedua tanganku.

Nando hanya bisa berdiri kaku, menatapku dengan sorot mata yang tak bisa kutebak—antara kasihan, marah, atau menyesal.

Aku masih terduduk di lantai, bahuku berguncang menahan isak, pecahan cangkir bertebaran di sekelilingku. Hujan di luar belum juga reda, seolah menertawakan kebodohanku yang sudah kehilangan kendali.

Nando tak mendekat. Dia hanya berdiri beberapa langkah dariku, wajahnya muram, sorot matanya penuh luka. Sesaat dia hendak melangkah, tapi urung. Seperti ada dinding tak kasat mata yang menghalanginya.

“Aku nggak bisa begini terus, Aura…” suaranya lirih, tapi tegas.

Aku mendongak, air mata masih bercucuran. “Maksudmu apa?”

Nando menarik napas panjang, matanya menatapku dalam.

“Kamu itu… gila, Aura. Kalau kamu terus mendekat, aku bakal hancur. Aku bakal rusak.”

Kata-katanya menghantam dadaku lebih keras daripada tamparan apapun. Aku merasa ditinggalkan, lagi. Seperti dulu.

Dia berbalik, melangkah menuju kamarnya.

Namun entah dari mana kekuatan itu muncul, aku bangkit dengan senyum getir di wajah basahku.

“Aku gila, Nando!” suaraku bergetar tapi mantap. “Aku gila karna kamu!”

Langkahnya terhenti sejenak. Bahunya menegang, tapi dia tak menoleh.

Beberapa detik sunyi menggantung di antara kami, sebelum akhirnya dia kembali melangkah tanpa sepatah kata pun.

Pintu kamarnya tertutup rapat.

Aku berdiri sendiri di ruang tengah, tatapanku kosong, senyum tipis masih melekat di wajahku meski air mata tak berhenti jatuh. Kata-kataku sendiri bergaung di dalam kepalaku.

Aku gila karna kamu, Nando… dan aku nggak akan berhenti sampai kamu kembali padaku.

1
Desi Oktafiani
Aku berharap kisah ini tidak berakhir terlalu cepat, cepat update ya!
Dzakwan Dzakwan
Cerita ini keren banget, susah move on!
Ami Zahru: Terima kasih /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!