NovelToon NovelToon
Hanum: Istri Cacat Dari Desa

Hanum: Istri Cacat Dari Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Konflik etika / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Penyesalan Suami
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Tinta Hitam

Demi menghindari perjodohan, Cakra nekat kabur ke sebuah vila- milik keluarga sahabatnya yang terletak di daerah pelosok Bandung.

Namun, takdir malah mempertemukannya dengan seorang gadis dengan kondisi tubuh yang tidak sempurna bernama Hanum.

Terdesak karena keberadaannya yang sudah diketahui, Cakra pun meminta pada Hanum untuk menikah dengannya, supaya orang tuanya tak ada alasan lagi untuk terus memaksa menjodohkannya.

Hanum sendiri hanyalah seorang gadis yatim piatu yang sangat membutuhkan sosok seorang pelindung. Maka, Hanum tidak bisa menolak saat pria itu menawarkan sebuah pernikahan dan berjanji akan mencintainya.

Lalu, apa yang akan Cakra lakukan saat ia mengetahui bahwa perempuan yang akan di jodohkan dengannya itu adalah sosok yang ia cintai di masa lalu?

Lantas bagaimana nasib Hanum kedepannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Interaksi Pertama

Meja makan terlihat sudah dipenuhi oleh berbagai makanan Sunda, hasil tangan Bu Ningsih yang dibantu oleh Hanum, walaupun tak seberapa karena keadaannya.

Hanum duduk di kursi makan- mengelap piring-piring, sendok serta gelas yang akan di gunakan, sedangkan Bu Ningsih masih bolak-balik ke dapur mengambil masakan yang baru matang dan juga air minum.

Beberapa menit kemudian, hidangan sudah siap. Hanum yang berniat akan beranjak dari sana- karena untuk sekarang dia rasanya harus tahu diri untuk tidak makan di meja makan seperti biasanya, karena sang tuan sedang ada, terhenti saat kedatangan dua orang yang ingin Hanum hindari sudah muncul dengan tampang seperti baru bangun tidur.

"Eh, den, nak Cakra, udah bangun? Ayo duduk, duduk, makan dulu." karena keduanya sudah datang, jadi Bu Ningsih tidak perlu repot-repot untuk memanggilnya lagi.

"Udah cuci muka?" tanya Bu Ningsih yang di anggukki oleh Cakra.

"Nanti aja, bi. Udah laper banget soalnya. Kangen juga sama masakan bibi." jawab Demian yang sudah bersiap mau menyendok nasi.

"Sini-sini, biar bibi ambilkan." Bu Ningsih merebut centong ditangan Demian, kemudian menyendok nasinya. "Udah, bi, cukup." stop Demian.

Bu Ningsih mengangguk dan beralih ke piring Cakra. Cakra yang menyadari itu segera menolaknya dengan gelengan kepala, "gak usah, bi. Biar Cakra sendiri aja." tolaknya. Namun, tetap saja Bu Ningsih meraih piring itu lalu mengisinya. "Udah, bi, cukup, takut gak habis." ucap Cakra.

"Lauknya mau sekalian bibi ambilkan?" tawarnya.

"Gak usah bi, kita ambil sendiri aja. Bibi juga ayo duduk, makan bareng." ucap Demian di iyakan oleh Cakra.

"Iya, bibi mau panggil pak Ujang dulu sebentar ya, kalian langsung makan aja, gapapa."

"Oh ya udah bi, kita makan duluan ya." jawab Demian karena ia sudah benar-benar sangat kelaparan. Berangkat dari Jakarta belum ada sedikitpun makanan yang masuk. Itu karena Cakra yang memaksanya untuk segera sampai ke Bandung. Dijalan pun tidak sempat karena sudah keburu malas.

"Eh, Num. Ayo makan, kenapa diem aja?" Bu Ningsih yang akan pergi baru tersadar akan keberadaan Hanum disana.

Hanum kikuk, sedari tadi ia hanya memperhatikan interaksi tiga orang itu. Dan sekarang saat perhatian ketiga orang itu tertuju padanya membuat Hanum salah tingkah.

"Hanum- Hanum makan dibelakang aja, Bu." cicitnya.

"Loh, kenapa di belakang? Udah makan disini aja bareng-bareng." Demian berucap lebih dulu.

Hanum melirik Demian sekilas lalu menunduk lagi karena sungkan, apalagi saat tak sengaja tatapannya bertemu dengan tatapan Cakra yang datar.

"Tapi-"

"Udah gapapa, ayo makan makan!" potong Demian.

Bu Ningsih tersenyum melihat bagaimana tuan mudanya itu bersikap ramah pada Hanum. Ia tak perlu khawatir lagi Hanum tidak akan diterima keberadaannya. "Gak usah sungkan, den Iyan baik kok orangnya. Sini ibu ambilkan nasinya."

"Ah, gak usah Bu! Hanum ambil sendiri aja." tolaknya menahan piring yang akan di ambil. Bu Ningsih mengangguk saja, karena kalo Hanum sudah bilang tidak ya tidak.

"Ya udah, kalo gitu bibi panggil pak Ujang dulu ya. Selamat makan."

Ketiganya hanya mengangguk, kemudian Bu Ningsih segera beranjak dari sana.

Sepeninggal wanita setengah baya itu, keadaan meja makan langsung hening. Ketiganya fokus makan, tidak, kecuali Hanum yang terlihat sekali tidak berselera.

Sesekali wajahnya ia angkat untuk melirik kedua orang di hadapannya. Dan buru-buru menunduk kembali saat merasa dua pemuda itu balik melihatnya tanpa bersuara.

Lagi, Hanum mencuri-curi pandang pada keduanya. Namun kali ini ia kecolongan, salah satu pria itu yang tak lain adalah Cakra memergokinya lagi.

Pria itu menatapnya bertanya, masih dengan ekspresi datar. Hanum panik, lalu buru-buru menundukkan kembali wajahnya.

"Kenapa?" suara itu, walaupun terdengar datar tapi entah kenapa membuat Hanum merasa berdebar.

"Apaan?" tanya Demian yang kebingungan Cakra bertanya pada siapa.

Cakra sendiri tak menanggapi, hanya melihat Hanum seakan menunggu jawaban.

Hanum sendiri yang paham Cakra bertanya padanya hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

Memilih tak peduli, Cakra pun kembali melanjutkan makannya. Sedangkan Demian melirik keduanya dengan terheran-heran. Kemudian memilih untuk tak peduli dan melanjutkan kembali melahap makanannya.

Tak lama kemudian Bu Ningsih kembali bersama pak Ujang. Kemudian mereka pun makan bersama-sama, kadang diselingi tawa karena candaan yang dilontarkan pak Ujang, membuat suasana meja makan menjadi hangat.

"Hei, kamu! Siapa tadi namanya?"

Hanum yang akan pergi ke halaman belakang dengan tertatih seketika berhenti mendengar suara itu. Berbalik, Hanum mendapati Cakra yang sedang duduk di kursi santai di pinggir kolam dengan kondisi ... bertelanjang dada!?

Melihat itu, Hanum reflek memejamkan matanya. Kenapa pria itu tidak memakai baju, pikirnya.

"Hei kesini bentar!" pinta Cakra yang lebih terdengar seperti titah.

Diposisi seperti ini Hanum kebingungan harus apa, mau menghampiri tapi malu melihat pria itu tak memakai baju, hanya mengenakan boxer yang begitu pas di pahanya.

"Woy! Kok malah diem aja sih? Kalo orang panggil itu buruan datengin bukannya malah diem!" ucap Cakra kesal, karena perempuan itu malah mematung di tempatnya.

Meneguk ludah, mau tak mau Hanum pun menghampiri dengan perasaan was-was.

Melihat bagaimana cara jalan gadis itu yang kesusahan, entah kenapa ia malah menghampiri dan berinisiatif untuk membantunya.

"Sini gue bantu. Hati-hati." ketus Cakra merangkul kedua bahu Hanum membuat gadis itu terkejut.

"Gak- gak usah kak," gugup Hanum. Ia bukan bocil lagi yang akan santai-santai saja ketika berada dekat dengan seorang pria, apalagi bentukannya seperti pria ini. Hanum sudah besar dan tentu akan panas dingin saat berdekatan dengan lawan jenis, apalagi lawan jenisnya tak berpakaian lengkap seperti yang satu ini.

Sebetulnya Cakra paham gadis ini sedang gugup, tapi Cakra tak peduli. Dia hanya berniat membantu. "Udah gapapa, ayo duduk di sana." Cakra kembali memapah Hanum, dan Hanum pun mau tak mau akhirnya menuruti.

Cakra membantu Hanum duduk di kursi santai yang satunya, kemudian ia duduk ditempatnya semula, menopang kedua pergelangan tangan di paha dengan posisi sedikit membungkuk.

Merasa ditatap, Hanum jelas salah tingkah. Sedikitpun tak berani menatap pria di hadapannya, hingga beberapa kali Hanum meneguk ludah.

Melihat kegugupan gadis itu, Cakra mengangkat sebelah bibirnya membentuk senyuman sinis. "Ehem," dehem nya sebelum berkata.

"Tadinya, gue mau minta tolong sama lu buat bikinin jus. Tapi karena keadaan lu kayak gini, gue jadi urung." celetuk nya membuat Hanum spontan menatap padanya.

"Sa-saya bisa kok kalo mau dibuatkan jus." tawar Hanum.

Masih menatap Hanum layaknya sedang mengintrogasi, Cakra menggeleng. "Gak usah, liat cara jalan lu aja yang kesusahan udah gak memungkinkan. Kemarin aja, lu bukannya udah pecahin gelas?"

Mendengar itu Hanum terdiam, Hanum sejujurnya tidak suka diremehkan. Tapi ucapan pria ini memang tidak salah walaupun terdengar tajam.

"Te-terus.. sekarang kakak mau apa?" tanya Hanum yang kebingungan, untuk apa dirinya di panggil kalau memang Cakra tak jadi memerintah nya.

"Kakak?" beo Cakra menaikkan sebelah alisnya lagi. "Gue bukan kakak lu dan jangan panggil gue kakak."

"Hah?" Hanum mengerjap, "te-terus saya harus panggil apa?"

"Cakra aja."

"Tapi.."

"Gak ada tapi-tapian," potong Cakra. Hanum pun memilih mengangguk saja.

Sekian detik kemudian hanya diisi dengan keheningan. Hanum kikuk, sedangkan Cakra bingung harus memerintah apa pada gadis ini. Bisa saja menyuruhnya untuk pergi, tapi entah kenapa ia tidak bisa mengusirnya. Lagian Cakra sedang butuh teman mengobrol saat ini karena Demian masih molor di kamarnya, padahal waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

"Mmm-" reflek keduanya bertatapan saat sama-sama mau berkata.

"Duluan aja," kata Cakra.

"Eeee ka-kamu aja duluan." Hanum masih kagok menyebut langsung nama pria ini.

Cakra mengangguk, "lu gak usah kemana-mana, temenin gue disini." pinta Cakra yang malah seperti memerintah.

"Hah!? Ta-tapi?"

"Gak ada penolakan, cukup duduk disitu dan liatin gue berenang, paham?" ujarnya membuat Hanum kicep.

"Sekarang giliran lu, mau ngomong apa barusan?"

Seketika Hanum melarikan pandangannya ke arah lain, asal jangan ke arah pria ini. Dengan wajah memerah, Hanum pun berkata. " Bi-bisa gak? Ka-kamu pakai baju dulu?"

Mengangkat satu alisnya, Cakra menurunkan pandangan melihat badannya. "Kenapa?" tanyanya sok tak mengerti.

"Anu- itu-" Hanum bingung harus mengatakannya bagaimana. "Pokoknya pakai baju aja kak,"

"Enggak mau, siapa lu berani nyuruh gue? Lagian gue kan mau berenang, jadi ngapain pakai baju?"

"Maaf-" Hanum tak bisa berkata lagi.

"Udahlah, pokoknya lu jangan kemana-mana ya, tungguin disini, gue mau berenang dulu." tanpa menunggu jawaban, Cakra langsung beranjak dan melompat begitu saja, meninggalkan Hanum yang ... Terpesona?

1
Marwan Hidayat
lanjut kak semakin seru ceritanya 🤩
Tinta Hitam: siap kak, maksih ya
total 1 replies
Marwan Hidayat
lanjutkan thor
Tinta Hitam: siap kak, terimakasih sudah membaca ceritaku ini
total 1 replies
Marwan Hidayat
lanjut kak
Tinta Hitam: siap kak
total 1 replies
Marwan Hidayat
ceritanya sangat bagus, rekomendasi deh buat yang suka baca novel
Tinta Hitam: terimakasih
total 1 replies
Lina Zascia Amandia
Tetap semangat.
Lina Zascia Amandia: Sama2.
Tinta Hitam: makasih kak sudah mampir 🙏
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!